DESAIN
PEMBELAJARAN
E-Learning
adalah pembelajaran jarak jauh (distance Learning) yang memanfaatkan
teknologi komputer, jaringan komputer dan Internet sebagai metode penyampaian, interaksi,
dan fasilitasi serta didukung oleh berbagai bentuk layanan belajar lainnya.
E-Learning
memungkinkan pembelajar untuk belajar melalui komputer di tempat mereka
masing-masing tanpa harus secara fisik pergi mengikuti pelajaran/perkuliahan di
kelas. E-Learning sering pula dipahami sebagai suatu bentuk pembelajaran
berbasis web yang bisa diakses dari intranet di jaringan lokal atau internet.
Sebenarnya materi e-Learning tidak harus didistribusikan secara on-line
baik melalui jaringan lokal maupun internet, distribusi secara off-line
menggunakan media CD/DVD pun termasuk pola e-Learning. Dalam hal ini aplikasi
dan materi belajar dikembangkan sesuai kebutuhan dan didistribusikan melalui
media CD/DVD, selanjutnya pembelajar dapat memanfatkan CD/DVD tersebut dan
belajar di tempat di mana dia berada.
2.
Sebutkan dan jelaskan teori-teori
yang mendasari desain pembelajaran berbasis ICT/ E-Learning?
Ada
tiga teori belajar utama yang digunakan sebagai dasar E-Learning yaitu
behaviorisme, kognitivisme dan konstrukstivisme.
1. Behaviorisme
Penganut
aliran behaviorisme menganggap bahwa belajar adalah perubahan perilaku yang
dapat diamati yang disebabkan oleh stimulus eksternal. Mereka melihat pikiran
sebagai ”kotak hitam”, respons terhadap suatu stimulus dapat diamati secara
kuantitatif, dengan mengabaikan pengaruh proses berfikir yang terjadi di
pikiran. Atkins (1993) menyoroti empat aspek yang relevan untuk merealisasikan
materi E-Learning berkaitan dengan pemikiran behaviorisme:
a. Bahan
ajar sebaiknya dipecah menjadi langkah-langkah instruksional yang dihadirkan
secara deduktif, yaitu dimulai dengan rumus, hukum, kategori, prinsip,
definisi, dengan memberikan contoh-contoh untuk meningkatkan pemahaman.
b. Perancang
harus menetapkan urutan pengajaran dengan menggunakan percabangan bersyarat ke
unit instruksional lain. Umumnya, kegiatan diurutkan dari mudah ke sukar atau
kompleks.
c. Untuk
meningkatkan efisiensi belajar, siswa diminta mengulangi bagian tertentu maupun
mengerjakan tes diagnostik. Meskipun demikian, perancang dapat juga mengijinkan
siswa memilih pelajaran berikutnya, yang memungkinkan siswa mengontrol proses
belajarnya sendiri.
d. Pendekatan
behaviorisme menyarankan untuk mendemonstrasikan ketrampilan dan prosedur yang
dipelajari. Siswa diharapkan meningkatkan kemahirannya melalui latihan berulang-ulang
dengan umpanbalik yang tepat. Pesan-pesan pemberi semangat digunakan untuk
meningkatkan motivasi.
Secara
keseluruhan, behaviorisme merekomendasi pendekatan terstruktur dan deduktif
untuk mendesain bahan ajar, sehingga konsep dasar, ketrampilan, dan informasi
faktual dapat cepat diperoleh siswa. Implikasi lebih jauh terhadap E-Learning
adalah belajar secara drill, memilah-milah bahan ajar, mengases tingkat
prestasi, dan memberikan umpanbalik. Tetapi, efektivitas pendekatan desain
behaviorisme untuk tugas-tugas berfikir tingkat tinggi masih belum terbukti.
2.
Kognitivisme
Penganut
aliran kognitivisme menganggap bahwa belajar merupakan proses internal yang
melibatkan memori, motivasi, refleksi, berfikir, dan meta kognisi. Dalam
pandangan aliran tersebut, pikiran manusia memanipulasi simbol-simbol seperti
komputer memanipulasi data. Karena itu, pembelajar dianggap sebagai prosesor
informasi. Psikologi kognitif meliputi proses belajar dari pemrosesan
informasi, dimana informasi diterima di bermacam-macam indera, ditransfer ke
memori jangka pendek dan jangka panjang. Informasi menjalani aliran
transformasi dalam pikiran manusia sampai informasi tersebut tersimpan secara
permanen di memori jangka panjang dalam bentuk paket-paket pengetahuan. Aliran
kognitivisme mengakui pentingnya perbedaan individu dan bermacam-macam strategi
belajar untuk mengakomodasi perpedaan tersebut. Gaya belajar yang berbeda-beda
(Gardner, 1983; Kolb, 1984) mengacu ke bagaimana siswa menerima. berinteraksi,
dan merespons bahan ajar.
Perancang instruksional harus memikirkan aspek-aspek berikut untuk merealisasi materi E-Learning.
Perancang instruksional harus memikirkan aspek-aspek berikut untuk merealisasi materi E-Learning.
a. Strategi
pengajaran sebaiknya meningkatkan proses belajar dengan mendayagunakan semua
indera, memfokuskan perhatian siswa melalui penekanan pada informasi penting,
dan menyesuaian dengan level kognitif siswa.
b. Perancang
instruksional sebaiknya mengaitkan informasi baru dengan informasi lama yang
telah ada di memori jangka panjang. Hal ini dapat dilakukan dengan cara
memberikan pertanyaan awal untuk mengaktifkan struktur pengetahuan yang diperlukan
untuk materi ajar baru.
c. Strategi
menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi sebaiknya digunakan
untuk menstimulasi belajar level tinggi.
d. Bahan
ajar sebaiknya memasukkan aktivitas untuk gaya belajar yang berbeda-beda.
e. Siswa
perlu dimotivasi untuk belajar melalui strategi belajar yang menstimulasi
motivasi intrinsik (berasal dari diri siswa) dan motivasi ekstrinsik (berasal
dari guru).
f. Strategi
pengajaran sebaiknya mendorong siswa menggunakan ketrampilan meta kognitifnya
dengan cara merefleksi apa yang mereka pelajari, berkolaborasi dengan siswa
lain maupun memeriksa kemajuan belajar mereka sendiri.
g. Akhirnya,
strategi pengajaran sebaiknya menghubungkan materi ajar dengan situasi riil di
kehidupan mereka, sehingga siswa dapat mengaitkan pengalaman mereka sendiri.
Secara
keseluruhan, perancang instruksional harus memikirkan mulai dari perbedaan
aspek-aspek gaya belajar sampai motivasi, kolaborasi maupun meta kognitif.
Pendekatan berfokus pada kognitif sesuai untuk mencapai tujuan belajar tingkat
tinggi. Kelemahannya adalah jika siswa tidak mempunyai pengetahuan prasyarat.
3. Konstruktivisme
Penganut
aliran konstruktivisme menganggap bahwa siswa membangun pengetahuannya dari
pengalaman belajarnya sendiri. Belajar dapat dilihat sebagai suatu proses yang
aktif, dan pengetahuan tidak dapat diterima dari luar mapun dari orang lain.
Siswa sebaiknya diberi kesempatan untuk membangun pengetahuan bukan diberi
pengetahuan melalui pengajaran. Perancang instruksional harus memikirkan
aspek-aspek berikut untuk merealisasi materi E-Learning.
a.
Belajar sebaiknya merupakan proses yang aktif. Siswa
diberi kesempatan melakukan aktivitas seperti meminta siswa menerapkan
informasi pada situati riil, memfasilitasi penafsiran personal terhadap materi
ajar, mendiskusikan topik-topik dalam kelompok.
b.
Untuk mendorong siswa membangun pengetahuan mereka
sendiri, guru harus memberikan pengajaran online yang interaktif. Siswa harus
mempunyai inisiatif untuk belajar dan berinteraksi dengan siswa lain.
c.
Sebaiknya digunakan strategi pembelajaran kolaboratif.
Bekerja dengan siswa lain memberikan siswa pengalaman riil dan memperbaiki
ketrampilan meta kognitif mereka. Ketika menetapkan siswa-siswa dalam suatu
kelompok kerja, keanggotaan sebaiknya didasarkan pada level kemampuan, sehingga
setiap anggota dapat mengambil manfaat dari anggota lain.
d.
Siswa sebaiknya diberi waktu untuk merefleksikan
materi ajar. Pertanyaan pada materi ajar dapat digunakan untuk meningkatkan
refleksi.
e.
Belajar sebaiknya dibuat bermakna dan ilustratif
dengan cara memberikan contoh-contoh dan studi kasus. Disamping itu, aktivitas
sebaiknya mendorong siswa menerapkan materi ajar.
f.
Ketika belajar memfokuskan pada pengembangan
pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang baru, E-Learning menghadapi masalah
yaitu tujuan belajar psikomotorik, afektif, dan berfikir tingkat tinggi sulit
dicapai dalam fase belajar virtual. Maka disarakan memberikan cara lain seperti
aktivitas sosial maupun interaksi dengan siswa lain, belajar berbasis konteks,
penilain kinerja untuk mengatasi masalah tersebut.
3. Jelaskan manfaat desain pembelajaran berbasis ICT/ E-Learning?
Manfaat pembelajaran elektronik menurut Bates (1995) dan Wulf
(1996) terdiri atas 4 hal, yaitu:
(1) Meningkatkan kadar interaksi pembelajaran antara peserta
didik dengan guru atau instruktur (enhance interactivity).
(2) Memungkinkan terjadinya interaksi pembelajaran dari mana
dan kapan saja (time and place flexibility).
(3) Menjangkau peserta didik dalam cakupan yang luas (potential
to reach a global audience).
(4) Mempermudah
penyempurnaan dan penyimpanan materi pembelajaran (easy updating of content as
well as archivable capabilities).
Penerapan e-learning di perguruan tinggi dapat memberikan manfaat
antara lain :
a.
Adanya peningkatan interaksi mahasiswa
dengan sesamanya dan dengan dosen
b.
Tersedianya sumber-sumber pembelajaran
yang tidak terbatas
c.
E-learning yang dikembangkan secara
benar akan efektif dalam meningkatkan kualitas lulusan dan kualitas perguruan
tinggi
d.
Terbentuknya komunitas pembelajar yang
saling berinteraksi, saling memberi dan menerima serta tidak terbatas dalam
satu lokasi
e.
Meningkatkan kualitas dosen karena
dimungkinkan menggali informasi secara lebih luas dan bahkan tidak terbatas
4. Jelaskan karakteristik desain pembelajaran berbasis ICT/ E-Learning?
Karakteristik pembelajaran berbasis
Internet antara lain adalah Penyajian
materi pembelajaran dilakukan dengan menayangkan objek-ajar secara tekstual
maupun audio-visual. Teknologi komputer dan jaringan Internet saat ini telah
memungkinkan penayangan materi pembelajaran secara audio-visual dengan kualitas
cukup tinggi.
a.
Materi pembelajaran disajikan dalam potongan-potongan
kecil yang dapat ditayangkan satu layar penuh atau video/audio dengan masa
tayang 5-10 menit. Ada alasan teknis, psikologis, dan alasan ergonomis yang
menentukan ukuran potogan-potongan materi pembelajaran tersebut. Potongan kecil
teks (dengan tayangan kira-kira satu layar penuh tanpa harus menggulung layar)
memungkinkan pengiriman file secara cepat. Demikian juga potongan audio/video
dengan durasi 5-10 menit memungkinkan pembelajar tidak terlalu lama menunggu
proses pengunduhannya (downloading). Dari sisi ergonomika, penayangan teks utuh
tanpa harus menggulung layar membuat mata menjadi lebih nyaman. Pembelajar
cenderung mencetak terlebih dahulu materi ajar yang disajikan terlalu panjang
(lebih dari 3 halaman tayangan) sebelum membacanya.
b.
Pembelajar dimungkinkan belajar dengan kecepatan sesuai
kebutuhan dan kemampuan, serta dapat mengakses materi pembelajaran secara
non-linier. Karakteristik ini berbeda dengan pembelajaran konvensional di mana
pembelajar maju bersama seiring dengan panduan yang diberikan oleh fasilitator.
Terkait dengan ini, perancang materi pembelajaran harus memberikan sarana interaktivitas
antara pembelajar dengan objek-ajar yang memungkinkan pembelajar mengakses
bahan ajar secara non-linier.
c.
Interaksi antara pembelajar dengan fasilitator
(guru/dosen) umumnya berlangsung secara asinkron, kecuali bila digunakan
fasilitas chatting atau tele/videoconference. Hampir semua perangkat lunak
course/learning management system (misalnya: WebCT, Moodle, Claroline, dan
sebagainya) menggunakan sarana komunikasi asinkron berupa email atau internal
mail (Wibawanto, 2006) dan internal chat. Disebut internal mail dan internal
chat karena fasilitas itu hanya dapat diakses apabila pembelajar masuk ke dalam
situs (log-in).
d.
Diskusi berlangsung secara tekstual, menggunakan
fasilitas mirip mailing list yang hanya berlaku internal (di dalam situs
pembelajaran, sehingga pembelajar perlu log-in terlebih dahulu sebelum
bergabung). Mekanismenya seperti mekanisme berkirim surat elektronik (email).
Pendapat/pertanyaan diberikan kepada seluruh komunitas (pembelajar,
fasilitator, dan administrator) melalui email ke alamat discussion forum.
Tanggapan juga diberikan oleh anggota komunitas melalui email ke alamat
discussion forum.
Karakteristik e-learning (Suyanto, 2005), antara lain:
a)
memanfaatkan jasa teknologi elekronik sebagai
media untuk berkomunikasi dengan relatif mudah dan tanpa dibatasi oleh hal-hal
yang protokoler;
b)
memanfaatkan keunggulan komputer (digital
media dan computer nerworks);
c)
mengggunakan bahan ajar bersifat mandiri (self
learning materials) disimpan di komputer sehingga dapat diakses oleh guru
dan siswa tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu;
d)
memanfaatkan jadwal pembelajaran, kurikulum,
hasil kemajuan belajar dan hal-hal yang berkaitan dengan administrasi
pendidikan dapat dilihat setiap saat di komputer.
5. Jelaskan kaitan desain pembelajaran model ADDIE dengan berbasis ICT/
E-Learning?
Di bawah ini adalah penjelasan mengenai model ADDIE dalam
kaitannya dengan pembelajaran berbasis TIK atau e-Learning.
1.Tahap Analysis (Analisis)
Pada tahap analisis,
pendidik menjadi penyelidik. Mencari tahu hal-hal berikut:
- Apakah tujuan dari pembuatan bahan ajar berbasis TIK ini?
- Apa tujuan pembelajaran yang hendak dicapai?
- Pengetahuan apa saja yang telah dimiliki oleh peserta didik mengenai materi yang akan disampaikan?
- Siapakah yang akan menggunakan bahan ajar berbasis TIK ini dan seperti apa karakteristik mereka?
- Bagaimana cara penyampaiannya?
- Dari segi pedagogis, apa yang perlu diperhatikan untuk pembelajaran online?
- Sampai kapan batas waktu pengerjaan ini?
Hasil akhir dari
tahap analisis adalah pengetahuan mengenai kondisi awal dan informasi mengenai
perencanaan seperti apa yang perlu dibuat.
2.Tahap Design (Desain)
Pada tahap desain,
pendidik merupakan perencana. Pendidik mengambil seluruh informasi dari tahap
analisis dan memulai proses kreatif dari merancang bahan ajar berbasis TIK
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pada tahap desain, pendidik
mengidentifikasi materi dan sumber daya yang akan dibutuhkan, merancang
kegiatan pembelajaran, menentukan bagaimana cara mengukur prestasi belajar
peserta didik.
Hasil akhir dari
tahap desain adalah sebuah cetak biru (blueprint) atau storyboard pembelajaran
berbasis TIK.
3.Tahap Development (Pengembangan)
Pada tahap
pengembangan, pendidik adalah pencipta. Pendidik membuat dan menyusun materi
pembelajaran sesuai dengan rancangan atau storyboard yang telah dibuat pada
tahap desain. Sumber daya yang diperlukan seperti audio, video, grafis dan
multimedia lainnya mulai dikemas dalam sebuah bahan ajar. Pada tahap ini pula
dilakukan ujicoba bahan ajar yang telah dibuat kepada beberapa peserta didik
untuk memperoleh umpan balik dari mereka.
Hasil akhir dari
tahap pengembangan ini adalah sebuah bahan ajar berbasis TIK.
4.Tahap Implementation (Pelaksanaan)
Pada tahap
pelaksanaan, pendidik adalah fasilitator pembelajaran. Pendidik melaksanakan
kegiatan belajar mengajar di kelas, membantu peserta didik belajar, menilai
penampilan mereka, dan mengidentifikasi cara-cara untuk meningkatkan hasil
belajar. Pada tahap ini pendidik membimbing peserta didik bagaimana menggunakan
teknologi yang dipakai. Perlu dipastikan bahwa pada tahap ini semua teknologi
yang dipakai harus dapat berjalan sebagaimana mestinya. Tahap pelaksanaan ini
bisa juga dikatakan sebagai tahap evaluasi dari tahap perencanaan. Pendidik
perlu mencatat apa saja yang meningkatkan pembelajaran dan apa saja yang
menghambat pembelajaran peserta didik dari bahan ajar yang telah dibuat.
Hasil akhir dari
tahap pelaksanaan adalah tentu saja terjadinya proses pembelajaran berbasis TIK
yang efektif di dalam maupun di luar ruangan kelas.
5.Tahap Evaluation (Evaluasi)
Pada tahap ini
pendidik merefleksikan dan merevisi apa yang telah dilakukan mulai dari tahap
analisis, desain, pengembangan, dan pelaksanaan. Jika terdapat beberapa hal
yang perlu diperbaiki, maka perlu diidentifikasi untuk kemudian disempurnakan.
Terdapat dua bentuk evaluasi yakni evaluasi formatif, yang dilakukan pada
masing-masing tahapan, serta evaluasi summatif untuk mengukur sampai seberapa
jauh peserta didik mampu belajar dari bahan ajar berbasis TIK serta memperoleh
umpan balik dari peserta didik.
Hasil akhir dari
tahap ini adalah laporan evaluasi dan revisi dari masing-masing tahap untuk
digunakan sebagai acuan revisi masing-masing tahapan serta umpan balik secara
keseluruhan dari bahan ajar yang telah dibuat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Selamat Datang Di Blogger Ignasius Fandy Jayanto