Data Pribadi Saya

Nama Pemilik: Ig Fandy Jayanto

Alamat Rumah: Seputih Banyak, Kab. Lampung Tengah


Riwayat Pendidikan:

SD N 1 Sumber Baru
SMP N 1 Seputih Banyak
SMA Paramarta 1 {jurusan Ipa 1}
S1 di UM Metro {jurusan FKIP Matematika}

sedang menempuh pendidikan di Universitas Lampung (Unila)

Pekerjaan:
Guru di SMP Paramarta 1 Seputih Banyak
.........
.........
.........


Selasa, 30 Agustus 2011

PENDIDIKAN SEPANJANG HAYAT UNTUK SEMUA


PENDIDIKAN SEPANJANG HAYAT UNTUK SEMUA


Oleh

FANDY



1. Pendidikan Sebagai Human Capital
Sesudah Perang Dunia II, terjadi perkembangan pembangunan di segala aspek kehidupan, termasuk industri dan pendidikan. Tetapi orang masih beranggapan bahwa apa yang dikenal sebagai pembangunan masih menekankan keutamaan bidang ekonomi. Kegiatan diarahkan untuk penanaman modal dan kebijaksanaan investasi dunia usaha. Baru pada tahun 1960, orang mulai berpikir kompleks, dalam konsep perusahaan, manusia memegang peran sangat strategis. Sehingga konsep human capital mulai diperkenalkan, dengan langkah mengadakan pendidikan dan pelatihan. Harapan dari kegiatan ini adalah meningkatnya kompetensi sumber daya manusia. Dengan pemahaman tentang pentingnya pengembangan pendidikan maka para ahli ekonomi mulai menjunjung tinggi konsep human capital sebagai bagian investasi usaha. Dapat diartikan bahwa pendidikan berubah dari pola konsumtif menuju pola investasi produktif.

2. Pendidikan Sebagai Kekuatan Masa Depan
Pentingnya pendidikan terus menguat di semua lapisan masyarakat, baik di negara berkembang maupun negara maju. Di negara maju pendidikan merupakan langkah untuk memenangkan kompetisi untuk kepentingan kemajuan industri. Di negara berkembang, pendidikan juga mulai meningkat sebagai alat menuju keberhasilan pembangunan bangsa dan dalam menjamin masa depan rakyatnya. Menjelang milenium baru, bentuk semacam itu muncul dengan jelas. Dengan pendidikan selalu diupayakan adanya kreativitas sumber daya manusia dan kemampuan dalam hal “otak”, bukan “otot”.
Kemajuan dunia pendidikan tercermin dari pola pemikiran dan tindakan yang didasarkan melalui riset, diskusi, seminar, loka karya, simposium dan inovasi teknologi. Karenanya, seperti telah disampaikan pada konferensi dunia di Jomtien, pendidikan adalah kekuatan masa depan. Pendidikan tidak lagi dianggap sebagai sebagai kemewahan, tetapi sebuah kebutuhan mutlak bagi masyarakat. Tanpa pendidikan, tidak akan tercipta pemahaman tentang demokrasi, keadilan, maupun kemajuan. Masyarakat sudah menyadari bahwa pendidikan adalah hak yang harus didapatkan untuk kepentingan masa depan individu maupun bangsanya (Zamroni. 2000) .

3. PERMASALAHAN PENDIDIKAN
3.1 Sistem Pendidikan
Format pendidikan formal yang digunakan pada awal sosialisasi peembangunan pendidikan adalah cara spesialisasi, kalau sekarang dapat dikenal sebagai sekolah kejuruan. Alasan diberlakukannya sistem ini adalah output yang dihasilkannya dapat secara langsung menjadi tenaga kerja yang memiliki spesialisasi tertentu. Perkembangan selanjutnya berangsur-angsur mengalami pergeseran dikarenakan pandangan dan pemikiran yang berubah. Pendidikan dilaksanakan secara umum untuk menghasilkan output yang memahami keilmuan secara total. Untuk memperdalam satu bidang ilmu tertentu dapat dilakukan dengan mengadakan pendidikan dan latihan khusus. Diharapkan pendidikan dan latihan menciptakan pengembangan untuk pelaksanaan tugas tertentu dan.
Dengan sistem baru ini pendidikan dapat membekali masyarakat secara keseluruhan. Masyarakat terpelajar dan terdidik bisa memanfaatkan informasi dan pengetahuan secara efektif dan efisien. Ketika pendidikan berangsur naik, masyarakat secara berangsur-angsur juga berubah. Tidak hanya menjadi orang yang mampu lakukan pekerjaan yang kompleks dan butuh keahlian, tetapi seluruh pekerjaan dirinya sendiri juga meningkat. Dari hasil studi UNESCO pada tahun 1980 menunjukkan bahwa format investasi pendidikan yang paling produktif bukanlah spesialisasi, tetapi yang dilakukan secara umum.

3.2 Perluasan Pendidikan Dasar
Sebenarnya pendidikan dalam arti luas tidak hanya pendidikan formal, seperti SD, SMP, SMA, dan Universitas, tetapi lebih dari itu pendidikan di masyarakat (nonformal education) dan pendidikan dalam keluarga (nonformal education) juga memegang peranan yang penting untuk menopang pendidikan secara umum. Pendidikan adalah suatu proses interaktif kekal. Akan tetapi program pemerintah yang mengacu pada konferensi pendididkan mengawali program-program umum untuk memperluas jangkauan pendidikan formal, dengan sasaran wilayah-wilayah yang berada di pelosok pedesaan. Pendidikan dasar sebagai awal pendidikan formal memiliki segmen pendaftar anak usia sekolah. Jangkauan yang jauh akan sangat menyulitkan mereka menempuh jarak dari tempat tinggal ke sekolah. Demikian juga aspek kemandirian belum tercapai dan sangat tinggi ketergantungan pada orang tuanya. Oleh karena itu pembangunan sarana pendidikan dasar yang diperluas akan menurunkan angka buta huruf pada anak-anak usia sekolah.
Seperti dipaparkan Ordonez (1996) bahwa dengan perluasan pendidikan ini pendaftar siswa usia 6 sampai 11 tahun di Afrika, Arab, Amerika Latin, Caribia, dan Asia Pacific mengalami kenaikan jutaan siswa. Pendaftar kelompok usia kelahiran tahun 1980 sampai 1990 meningkat sekitar 40 juta siswa. Demikian juga tahun 1995 pendaftaran mencapai lebih dari 50 juta di atas tahun 1980-1990. Dapat diproyeksikan bahwa, pada akhir abad 21, 100 juta. Pada tahun 1990 angka putus sekolah di negara berkembang diproyeksikan turun dari 128.5 juta (23.5%) menjadi 82.6 juta (12.7%) pada tahun 2000. Meskipun masih jauh dari keinginan pendidikan untuk semua, tetapi tetap mencerminkan kemajuan.

3.3 Perbedaan Jenis Kelamin
Pada masa lalu pendidikan tidak banyak memperhatikan kaum wanita, padahal bisa dimungkinkan hasil pendidikan untuk kaum wanita akan lebih tinggi, jika memperhitungkan tingkat ketelitiankaum wanita. Waktu itu wanita dianggap cenderung mempunyai produktivitas lebih rendah, kelebihannya hanya sebagai pelindung anak-anak mereka. Kebijaksanaan pendidikan hanya untuk mendidik anak laki-laki, sedangkan kaum wanita pendidikan dilakukan dalam keluarga secara turun temurun. Tetapi seiring dengan perubahan waktu, muncul paradigma bahwa anak laki-laki dan anak perempuan sama memiliki kesamaan dalam hak pendidikan, sehingga mulai didirikan sekolah yang dapat menerima kaum laki-maupun kaum wanita. Pada akhirnya, masyarakat terdidik, menyetarakan pendidikan untuk semua.
Kenyataannya, perbandingan kedua jenis kelamin cukup tinggi, meskipun mengalami peningkatan antara tahun 1990 dan tahun1995. Pada tahun 1990 sebanyak 76,6% anak lelaki yang berusia antara 6 sampai 11 tahun di negara berkembang mendaftar sekolah, dibandingkan anak perempuan yang hanya 66,6%. Pada tahun1995, pendaftar laki-laki mengalami peningkatan di atas 4 persen yaitu 80,8%, sedangkan anak perempuan hanya sekitar 69,6% untuk usia yang sama (Ordonez, 1996).

3.4 Perbedaan Regional Pendidikan
Konferensi yang dilaksanakan di Thailand berisi tentang dicanangkannya pendidikan untuk semua, artinya tidak ada lagi diskriminasi dalam pendidikan, baik di daerah maju maupun di daerah terbelakang, negara maju maupun negara terbelakang, laki-laki maupun wanita, tua maupun muda. Semua memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan, sehingga buta huruf dan buta aksara semaksimal mungkin dihilangkan.
Meskipun demikian masih dijumpai kesulitan-kesulitan untuk merealisasikan pendidikan untuk semua, terutana di negara-negara miskin. Survei yang dilakukan oleh UNICEF dan UNESCO, tentang kondisi pendidikan di negara yang terbelakang, dalam hal ini Afrika, terungkap kondisi yang sangat sulit. Antara tahun1960 sampai tahun 1970 pembelajaran tidak terkelola dengan baik, hanya separuh anak yang bisa duduk di kursi, buku teks dan bahan ajar hampir tidak ada, banyak banyak sekolah tidak mempunyai sarana air bersih maupun listrik. Kondisi di Afrika yang seperti menyebabkan Direktur Jenderal UNESCO segera bertindak, Afrika diperlakukan sebagai prioritas, untuk menguatkan kontribusi UNESCO dalam mengembangkan Afrika di semua bidang. Sehingga antara tahun 1990 dan 1995 laju pertumbuhan pendaftar sekolah hampir dua kali lipatnya Afrika yaitu naik sekitar 2,3%, sedangkan negara lain seperti Oceania dan Asia Timur mencapai 4,5%.


3.5 Pelayanan Pendidikan
Pilar pendidikan menurut UNESCO meliputi learning to now, learning to do, learning to be; learning to live together. Sebagai salah satu aspek pembangunan suatu negara, pendidikan pendidikan memiliki peran strategis sebagai pengemban amanah perubahan sumber daya manusia, sekolah tidak hanya mengajarkan pelajaran bahasa dan sejarah, tetapi juga pelajaran lain yang bersifat umum maupun khusus, pendidikan juga memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang hak dan kewajiban mereka sebagai warganegara. Majunya dunia pendidikan di dunia akan mengurangi kemiskinan, kesulitan, ketidaktahuan, penindasan, penjajahan, dan peperangan".
Salah satu Temuan UNESCO terakhir 10% siswa yang terdaftar di sekolah nampaknya membutuhkan pelayanan lebih tinggi dibanding yang 90%. Mereka tinggal di tempat terpencil, mereka berasal dari latar belakang ekonomi, sosial, budaya, bahasa dan suku minoritas. Diprediksi mereka lebih membutuhkan pendidikan khusus karena mereka termasuk anak-anak keluarga termiskin dari yang miskin. Banyak diantara mereka sebagai pekerja dan menjadi anak jalanan. Terhadap mereka diperlukan pendekatan khusus. Dengan demikian aksioma pertama suksesnya pendidikan adalah dimulai di mana anak itu ada.

3.6 Upaya Peningkatan Bebas Buta Huruf
Bebas buta huruf dilanjutkan untuk kemajuan di dunia. Peningkatan persentase populasi orang dewasa bebas buta huruf yang berusia antara 15 tahun atau lebih diperkirakan 69.5% pada tahun 1980 dan 77.4% pada tahun 1995, diproyeksikan menjangkau 80% pada awal abad 21. Selama lima belas tahun terakhir, antara tahun 1980-1995 banyaknya orang dewasa terpelajar di dunia meningkat sekitar 1.027.000.000. Meskipun begitu, diperkirakan bahwa satu diantara lima orang dewasa laki-laki dan satu diantara empat orang dewasa perempuan tidak mampu untuk membaca dan menulis di akhir abad ini.
Salah satu sasaran hasil pertemuan Jomtien adalah mempercepat kemajuan ke arah bebas buta huruf menyeluruh melalui dua pendekatan: menetapkan pendidikan dasar bagi semua anak untuk menghilangkan angka putus sekolah dan orang dewasa yang tidak sekolah. Berdasarkan informasi di atas program literasi untuk kaum muda dan orang dewasa tidak lengkap, dilaporkan kemajuan terutama di negara-negara seperti India dan China di mana usaha literasi orang dewasa diberi prioritas tinggi sebagai bagian dari strategi bidang pendidikan.

3.7 Penghargaan terhadap Dunia Pendidikan
Pendidikan yang baik bukanlah sebuah proses kebetulan dan tanpa sengaja, tetapi pendidikan membutuhkan perhatian khusus dari praktisi dan pemerhati masalah pendidikan. Sumber daya manusia yang berkecimpung di dalamnya haruslah sumber daya yang benar-benar berkualitas. Bahan mentah yang diolah dalam proses pendidikan adalah manusia, agar lebih beradab, berbudaya, dan menguasai ilmu pengetahuan. Oleh karena itu pendidikan sebagai sesuatu yang harus dihargai oleh semua pihak, baik oleh masyarakat maupun negara. Penghargaan oleh masyarakat dapat berupa partisipasi aktif mendukung berlangsungnya proses pendidikan yang kondusif dan penagturan manajemen mutu sekolah (Umaedi 1999).
Penghargaan pendidikan juga melibatkan mereka yang berjuang untuk hal itu, yaitu para guru. Guru sering dianggap sebagai insan yang berjuang tanpa pamrih, sehingga rasa sukarela tersebut juga sering diterjemahkan sebagai keikhlasan untuk mengabdi pada dunia pendidikan, dengan minimnya imbalan dan kompensasipun tetap bersedia menjadi guru. Tetapi paradigma ini harus segera dirubah, guru juga manusia yang memiliki berbagai kekuarangan dan kebutuhan kehidupan. Goodwill pemerintah yang menaikkan gaji dan tunjangan guru, tetapi memberikan syarat yang berlebihan bukanlah sebuah penghargaan, tetapi pemaksaan. Perhatian pemerintah dalam memberikan penghargaan kepada mantan pendidik belum optimal, sehingga perlu tinjauan-tinjauan lebih lanjut (Supriyadi, 2001)


3.8 Pengaruh Politik terhadap Pendidikan
Sebagai pengambil kebijakan umum dalam dunia pendidikan, eksekutif memiliki peran strategis untuk membawa pendidikan menuju kemajuan. Bersama legislatif, eksekutif merancang, merencanakan, dan memberlakukan visi dan misi pendidikan pada masing-masing negara. Anggota parlemen yang merupakan representasi dari rakyat haruslah orang yang benar-benar mampu dan memiliki kemauan untuk membawa pencerahan pendidikan karena anggota parlemen secara langsung dilibatkan dalam penyusunan perundang-undangan mengenai pendidikan. Sebagai pemimpin nasional dan lokal, pengaruh parlemen sangat luas sampai luar legislatif. Meraka mempunyai kapasitas untuk menarik perhatian publik tentang isu pendidikan, baik secara langsung maupun melalui media, dan untuk menekankan peran pentingnya pendidikan agar mempercepat pemahaman visi masyarakat dengan sendirinya dan membentuk cita-cita untuk masa depan.
Sekarang, kenyataan yang terjadi (kasus di Indonesia), dapat kita evaluasi berapa jauh keterlibatan dan keberpihakan legislatif dalam memperjuangkan pendidikan, memperjuangkan nasib guru. Kita cukup dapat menyimpulkan, mereka hanya mampu berpikir untuk memperkaya diri, melalui sidang-sidang yang diikuti dengan sambil tidur atau sambil membaca koran, mereka merekayasa anggaran agar dapat mengucur ke kantong uang mereka. Mereka tidak ingat, siapa mereka, darimana asala mereka, untuk apa mereka duduk di kursi parlemen. Masihkah kita bertanya apakah mereka masih memiliki hati nurani dan penghargaan terhadap dunia pendidikan?


3.9 Anggaran Pendidikan
Idealnya anggaran pendidikan dapat mencapai 25% dari total anggaran Nasional. Dengan anggaran tersebut pembangunan bidang pendidikan tidak akan mengalami kesulitan dan permasalahn yang berarti. Pembangunan sarana dan prasarana pendidikan seperti unit-unit gedung baru, rehabilitasi gedung lama, pengadaan buku-buku pelajaran, kebutuhan operasional, pengembangan suber daya manusia, kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan, semua akan tercukupi dan mampu berjalan dengan maksimal.
Apabila kita menyimak amanat amandemen UUD RI, secara eksplisit anggaran pendidikan negara Indonesia harus mencapai 20% dari total APBN (UUD RI, 2001). Tetapi realitanya dapat dirasakan bersama bahwa rata-rata anggaran pendidikan baru berkisar 8-9%, bahkan di era pemerintahan otonomi daerah ini, masih banyak daerah yang merealisasikan anggaran pendidikan hanya sekitar 6-7% saja (Media Indonesia, 2005). Dengan angka persentase di atas, akan sulit sekali bagi dunia pendidikan untuk tampil cerah dan maju. Semua kegiatan dilaksanakan dengan keterbatasan. Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang disusun oleh BSNP melalui Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 hanya merupakan bacaan mimpi produk hukum yang tidak terbayangkan kapan akan terealisai (Sindhunata, 2000). Kita berdoa...semoga mulai Tahun 2009 pemerintah benar-benar merealisasikan anggaran pendidikan 20% dari APBN (Pidato Presiden 15 Agustus 2008)


3.10 Menuju Pendidikan Untuk Semua
Pendidikan untuk semua tidak bisa ditawar lagi, kalau manusia ingin membawa seluruh masyarakat di muka bumi ini maju, beradab, dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Seberapapun sulitnya perubahan pendidikan, tetap dimungkinkan. Pendidikan harus berubah dan perubahan itu bukan hanya pada hal-hal yang terlihat saja, sedangkan yang perlu ditingkatkan adalah teaching learning proses, yang merupakan jantung dari sistem pendidikan (Ordonez, 1996). Semua anak usia sekolah harus memperoleh haknya, di daerah terbelakangpun, mereka harus difasilitasi untuk mengenyam dunia pendidikan, kaum tua yang buta huruf juga harus dibangkitkan semangatnya untuk melek huruf (literasi). Melalui pengambil kebijakan kita sangat berharap pendidikan untuk semua dapat dilaksanakan secara adil dan merata.
Pendidikan memerlukan perhatian kita. Pendidikan merupakan hal utama bagi masyarakat dan sangat berarti dalam melaksanakan kesinambungan dan pembaharuan. Di dunia yang selalu berubah dengan tempo yang cepat ini, pendidikan adalah tujuan untuk pewarisan budaya, mengingatkan kita ini siapa dan dari mana datangnya, untuk menyiapkan tantangan dan dilema di masa depan. Belajar adalah harta yang sangat berharga, sebagai sumber daya terbaik bagi kita terkait dengan permasalahan yang selalu muncul di dunia yang penuh ketidakpastian ini (Ordonez, 1996).

III. PEMIKIRAN-PEMIKIRAN
3.1 Pemerataan Pembangunan Pendidikan
Kita patut bertanya, kenapa masih banyak daerah di Indonesia yang terbelakang, angka buta huruf masih menjadi selimut tebal di banyak daerah, angka putus sekolah masih tinggi, kenapa kita semakin tertinggal dibanding saudara-saudara kita serumpun di Asia, akankah kita sebagai negara berkembang mengalami kemuduran (degresiff) menjadi negara terbelakang, dan masih banyak pertanyaan lain yang ada di benak kita. Semua itu merupakan bahasa hati nurani kita melihat pola perkembangan pendidikan setelah 62 tahun kita merdeka. Prasasti kemerdekaan memang sudah kita raih, tetapi kita belum terlepas dari belenggu kebodohan. Artinya pendidikan kita “belum” mengalami kemerdekaan.
Memang kita cukup bangga dengan beberapa anak bangsa ini yang sudah dapat mengukir prestasi di bidang pendidikan, seperti melalui science and mathematic olympiade, physic olympiade, dan even-even lainnya. Tetapi kita tidak bisa menutup sebelah mata bahwa pendidikan formal yang lengkap hanya terdapat di daerah tertentu, masih banyak daerah yang belum tersentuh aura pendidikan formal. Inilah pentingnya pendidikan sepanjang hayat untuk semua.

3.2 Pendidikan di Era Teknologi Informasi
Di era teknologi informasi ini semua perubahan baik dalam bidang ekonomi, sosial, budaya, teknologi dan seni dapat segera diketahui dan tersosialisasi kepada seluruh lapisan masyarakat di muka bumi. Teknologi informasi yang didukung oleh hardware dan software, multimedia, jaringan wireless, dan aplikasi World Wide Web pada Internet memungkinkan kita mengakses informasi dari manapun dan kapanpun. Dimensi ruang dan waktu bukan lagi menjadi faktor pembatas dan penghambat terdistribusinya informasi. Melalui fasilitas tersebut pebelajar/siswa atau siapapun dapat memperoleh informasi sains, pembelajaran, hiburan, dan lainnya. Bila diestimasikan positif ke arah pendidikan, maka kemajuan pendidikan tidak akan terelakkan lagi. Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah semua fasilitas tersebut tersedia dengan mudah di seluruh pelosok tanah air? Mari Kita tujukan pertanyaan ini kepada pemegang kebijakan nasional maupun daerah. Kita siapkan saja diri kita untuk tidak “gaptek”. Peningkatan sumber daya pendidikan sedikit demi sedikit mulai diperhatikan, misalnya adanya beasiswa untuk studi lanjut, meskipun masih belum proporsional dengan jumlah sumber daya yang ada dan jumlah penduduk kita. Adanya pendidikan dan pelatihan, short course, in house training, on the job training, seminar, dan sejenisnya.


PENUTUP
1. Kesimpulan
Berkembangnya pendidikan sepanjang hayat untuk semua akan memberikan pencerahan pemikiran, pendewasaan sikap manusia dan kemajuan pola berketerampilan. Didukung penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan komunikasi akan terjadi perubahan-perubahan aspek ekonomi, sosial, budaya, dan aspek lainnya. Dari konteks moralitas positif, dengan majunya pendidikan di seluruh dunia yang ada di dunia ini akan menciptakan paham humanisme “manusia memanusiakan manusia”.


2. Saran
Sebagai salah satu unsur pengemban amanah pendidikan, dengan bidang tugas pendidik sebaiknya kita meningkatkan partisipasi aktif dalam perjuangan merealisasikan pendidikan untuk semua. Khususnya di negara kita, masih banyak anak usia sekolah yang tidak mendapatkan haknya mengenyam pendidikan formal, masih banyak daerahdari Sabang sampai Merauke yang terbelakang. Di pundak kita mereka semua bergantung, kita tidak boleh lari dari kenyataan dan tanggung jawab. Mari berusaha, bulatkan tekat, kuatkan semangat, singsingkan lengan baju, ayunkan langkah,menuju kejayaan pendidikan Indonesia...........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Selamat Datang Di Blogger Ignasius Fandy Jayanto