Data Pribadi Saya

Nama Pemilik: Ig Fandy Jayanto

Alamat Rumah: Seputih Banyak, Kab. Lampung Tengah


Riwayat Pendidikan:

SD N 1 Sumber Baru
SMP N 1 Seputih Banyak
SMA Paramarta 1 {jurusan Ipa 1}
S1 di UM Metro {jurusan FKIP Matematika}

sedang menempuh pendidikan di Universitas Lampung (Unila)

Pekerjaan:
Guru di SMP Paramarta 1 Seputih Banyak
.........
.........
.........


Rabu, 12 November 2014

DAUN PEPAYA (KIR)



I. PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang Penelitian

Anggapan masyarakat selama ini bahwa minyak kelapa merupakan minyak nabati jenuh yang bisa menimbulkan gangguan jantung dan pembuluh darah ternyata tidaklah tepat karena hasil penelitian  sejumlah peneliti belakangan ini menunjukkan bahwa minyak kelapa justru mampu melindungi kesehatan.  Prof. dr.Walujo S. Soerjodibroto, M.Sc., Ph.D., Sp.G., mengungkapkan bahwa hasil  penelitian Ening, M.G (2001) dan kelompoknya menunjukkan, 50 persen asam lemak pada minyak kelapa adalah asam laurat dan  7 persen adalah asam kapriat. Keduanya adalah asam lemak jenuh rantai sedang yang mudah dimetabolisasi dan tidak meningkatkan kadar kolesterol darah. Dalam tubuh, asam laurat akan diubah menjadi senyawa monolaurin dan asam kapriat diubah menjadi monokaprin. Keduanya bersifat antivirus, antibakteri dan anti protozoa dan kini dikembangkan untuk melawan HIV/AIDS. Walujo lebih lanjut menyatakan, masyarakat yang mengoknsumsi minyak kelapa  sebagaimana diteliti Lipoeto (2004) memiliki kadar asam lemak tidak jenuh ganda omega-3-eicosa-penta-eionic acid (EPA) dan docasa-hexaenoic acid (DHA) lebih tinggi dari pada yang kurang menggunakan minyak kelapa. Kedua asam lemak tidak jenuh itu terbukti dapat menurunkan very low density lipoprotein (VLDL), menghambat produksi tromboksan, meningkatkan prostaiklin, menurunkan viscositas darah, dan mencegah trombosis (penyumbatan pembuluh darah). Akan tetapi, Walujo mengingatkan, kebiasaan masyarakat menggunakan minyak goreng secara berulang-ulang akan mengubah asam lemak tidak jenuh menjadi asam lemak trans, yang dapat meningkatkan lipoprotein LDL dan menurunkan lipoprotein HDL. Biasakan menggoreng dengan suhu tak terlalu tinggi serta tak menggunakan minyak jelantah. alih-alih menjaga kesehatan, ini bisa meningkatkan resiko jantung koroner.
            Minyak VCO (Virgin Coconout Oil)  merupakan minyak kelapa murni yang mengandung MCFA (Medium Chain Fatty Acid), kandungan asam lemak terbesar dalam minyak kelapa. Namun, asam lemak ini tidak digunakan dalam bentuk lipoprotein dan tidak diedarkan dalam aliran darah seperti lemak lainnya, tetapi langsung dikirim ke hati, lalu diubah menjadi energi. Asam lemak ini juga mudah dicerna dan diserap oleh dinding usus karena ukuran molekulnya relative kecil. Dengan demikian, dapat mengurangi kerja pancreas, saluran pencernaan, hati, serta tidak membuat lemak menumpuk dalam tubuh. Beberapa fungsi MCFA antara lain : (a) memudahkan bayi menyerap nutrisi, (b) memperbaiki penyerapan vitamin, mineral, dan protein yang bisa dilarutkan lemak, (c)  meningkatkan absorbsi kalsium yang penting bagi pertumbuhan bayi dan (d) melindungi bayi dari mikroorganisme berbahaya
Minyak VCO (minyak kelapa murni) akan meningkatkan MCFA pada ibu menyusui sampai tiga kali lipat. Pemberian asupan makanan yang mengandung MCFA pada ibu menyusui akan menghasilkan air susu yang kaya akan MCFA.
            Minyak VCO adalah minyak kelapa yang dibuat tanpa pemanasan. Pemanasan berlebihan akan mengubah asam lemak tidak jenuh menjadi gugus peroksida dan senyawa radikal bebas lain yang bisa menimbulkan kanker. Dengan pemanasan suhu tinggi, ikatan tak jenuh (rangkap) pada asam lemak tak jenuh berubah menjadi ikatan jenuh (tunggal) atau menjadi asam lemak jenuh, padahal asam lemak tak jenuh  ini justru yang dibutuhkan oleh tubuh .
            Daun Pepaya lebih sering menguning dan kering di batang, bila ada yang memanfaatkannya hanya sebagai bahan masakan buntil dan urap. Padahal daun berbentuk menjari itu juga dapat digunakan untuk memproduksi  Virgin Coconout Oil (VCO) atau minyak kelapa murni. Senyawa yang paling berperan dalam daun itu adalah papain. Papain adalah enzim dari pepaya yang bersifat sebagai protease (pengurai protein) dan memotong ikatan peptida menjadi senyawa yang lebih sederhana. Enzim papain dalam daun pepaya ternyata mampu memecah protein santan kelapa sehingga menghasilkan VCO. Selain itu Enzim papain banyak digunakan dalam kegiatan industri farmasi sebagai bahan obat-obatan, kosmetik dan tekstil. Penggunaan enzim papain dalam berbagai kegiatan di Indonesia semakin meluas, sementara badan usaha yang memproduksi enzim tersebut masih sangat sedikit karena bahan harus diimpor. Padahal enzim papain dapat diekstraksi dari buah, batang dan daun pepaya, tanaman ini di tanah air dapat tumbuh dengan baik, mengapa tidak dibudidayakan dan dimanfaatkan ?
Beberapa keuntungan enzim papain yaitu tidak bersifat toksit, tidak ada reaksi samping, tidak mengubah tekanan, suhu dan pH yang dratis, dan pada konsentrasi yang rendah dapat berfungsi dengan baik. Selain itu  daya pemecah protein yang dimiliki papain dapat diintensifkan lebih jauh menjadi kegiatan hidrolisis protein yang mempunyai nilai jual sangat mahal.
            Santan adalah emulsi minyak dalam air yang merupakan sistem koloid dari zat cair yang terdispersi dalam zat cair lain, dimana kedua zat cair tersebut tidak saling melarutkan. Emulsi terbentuk karena pengaruh suatu pengemulsi (emulgator), protein merupakan zat emulgator pada santan. Minyak dalam santan  akan terdidrolisis karena pengaruh enzim membentuk gliserol dan asam lemak yang akan memisah karena gliserol larut dalam air sedangkan asam lemak tidak larut, selanjutnya asam lemak ini yang sangat dibutuhkan oleh tubuh.

2.2. Permasalahan
            Berdasar latar belakang di atas permasalahan yang timbul dalam penelitian ini adalah :
  1. Apakah daun pepaya dapat digunakan pada proses pembuatan minyak VCO ?
  2. Berapakah perbandingan berat kelapa parut dan daun pepaya untuk mendapatkan volum VCO yang optimun ?

2.3  Tujuan Penelitian
  1. Membuat minyak VCO dari daun pepaya dengan santan kelapa.
  2. Menentukan berat daun pepaya dan santan untuk mendapatkan volum VCO optimum.



II.  TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Protein
Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena zat ini berfungsi sebagai sumber energi dalam tubuh serta sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adlah polimer dari asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung unsur-umsur C, H, O, N, P, S, dan terkadang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Winarno, 1992).
Protein merupakan suatu polipeptida dengan BM yang sangat bervariasi dari 5000 sampai lebih dari satu juta karena molekul protein yang besar, protein sangat mudah mengalami perubahan fisis dan aktivitas biologisnya. Banyak agensia yang menyebabkan perubahan sifat alamiah dari protein seperti panas, asam, basa, solven organik, garam, logam berat, radiasi sinar radioaktif (Sudarmadji, 1996).
Struktur asam amino digambarkan sebagai berikut:
                                                           H
                                                           
H2N                C              COOH

                                                           R
Gambar 2.1. Struktur dasar asam amino                                       (Lehninger, 1995).


Apabila asam amino larut dalam air, gugus karboksilat akan melepaskan ion H+, sedangkan gugus amina akan menerima ion H+, seperti reaksi berikut:
Oleh adanya kedua gugus tersebut asam amino dalam larutan dapat membentuk ion yang bermuatan positif dan juga bermuatan negatif atau disebut juga ion amfoter (zwitterion). Keadaan ion ini sangat tergantung pada pH larutan. Apabila asam amino dalam air ditambah dengan basa, maka asam amino akan terdapat dalam bentuk (I) karena konsentrasi ion OH- yang tinggi mampu mengikat ion-ion H+ pada gugus –NH3+. Sebaliknya bila ditambahkan asam ke dalam larutan asam amino, maka konsentrasi ion H+ yang tinggi mampu berikatan dengan ion –COO- sehingga terbentuk gugus –COOH sehingga asam amino akan terdapat dalam bentuk (II) (Anna Poedjiadi, 1994).
Gambar 2.2. Struktur dasar ion zwitter dari asam amino
Dalam suatu sistem elektroforesis yang memiliki elektroda positif dan negatif, asam amino akan bergerak menuju elektroda yang berlawanan dengan muatan asam amino yang terdapat dalam larutan. Apabila ion asam amino tidak bergerak ke arah negatif maupun positif  dalam suatu sistem elektroforesis maka pH pada saat itu disebut pH isolistrik. Pada pH tersebut terdapat keseimbangan antara bentuk-bentuk asam amino sebagai ion amfoter, anion dan kation (Anna Poedjiadi, 1994).
Gugus karboksil pada asam amino dapat dilepas dengan proses dekarboksilasi dan menghasilkan suatu amina. Gugus amino pada asam amino dapat bereaksi dengan asam nitrit dan melepaskan gas nitrogen yang dapat diukur volumenya. Van Slyke menggunakan reaksi ini untuk menentukan gugus amino bebas pada asam amino, peptida maupun protein. (Anna Poedjiadi, 1994).
Pada dasarnya suatu peptida adalah asil-asam amino, karena gugus –COOH dan –NH2 membentuk ikatan peptida. Peptida didapatkan dari hidrolisis protein yang tidak sempurna. Apabila peptida yang dihasilkan dihidrolisis lebih lanjut akan dihasilkan asam-asam amino. (Anna Poedjiadi, 1994).
Gambar 2.3. Struktur dasar ikatan peptida pada protein
Sifat peptida ditentukan oleh gugus –COOH, –NH2 dan gugus R. Sifat asam dan basa pada peptida ditentukan oleh gugus –COOH dan –NH2 , namun pada rantai panjang gugus –COOH dan –NH2  yang terletak diujung rantai tidak lagi berpengaruh. Suatu peptida juga mempunyai titik isolistrik seperti pada asam amino. Reaksi biuret merupakan reaksi warna untuk peptida dan protein. (Anna Poedjiadi, 1994).
Struktur protein dapat dibagi menjadi empat bentuk; primer, sekunder, tersier dan kuartener. Susunan linier asam amino dalam protein merupakan struktur primer. Susunan tersebut akan menentukan sifat dasar protein dan bentuk struktur sekunder serta tersier. Bila protein mengandung banyak asam amino dengan gugus hidrofobik, daya kelarutannya kurang dalam air dibandingkan dengan protein yang banyak mengandung asam amino dengan gugus hidrofil. (Winarno, 1992).
Protein yang terdapat dalam bahan pangan mudah mengalami perubahan-perubahan, antara lain:
1.      Dapat terdenaturasi oleh perlakuan pemanasan.
2.      Dapat terkoagulasi atau mengendap oleh perlakuan pengasaman.
3.      Dapat mengalami dekomposisi atau pemecahan oleh enzim-enzim proteolitik.
4.      Dapat bereaksi dengan gula reduksi, sehingga menyebabkan terjadinya warna coklat.

Denaturasi protein
Denaturasi protein dapat diartikan suatu perubahan atau modifikasi terhadap struktur sekunder, tertier dan kuartener molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovelen. Karena itu, denaturasi dapat diartikan suatu proses terpecahnya ikatan hydrogen, interaksi hidrofobik, ikatan garam dan terbukanya lipatan atau wiru molekul protein (Winarno, 1992).
Protein yang terdenaturasi akan berkurang kelarutannya. Lapisan molekul bagian dalam yang bersifat hidrofobik akan keluar sedangkan bagian hidrofilik akan terlipat ke dalam. Pelipatan atau pembalikkan akan terjadi bila protein mendekati pH isoelektris lalu protein akan menggumpal dan mengendap. Viskositas akan bertambah karena molekul mengembang menjadi asimetrik, sudut putaran optis larutan protein juga akan meningkat (Winarno, 1992).
            Denaturasi protein meliputi gangguan dan kerusakan yang mungkin terjadi pada struktur sekunder dan tersier protein. Sejak diketahui reaksi denaturasi tidak cukup kuat untuk memutuskan ikatan peptida, dimana struktur primer protein tetap sama setelah proses denaturasi. Denaturasi terjadi karena adanya gangguan pada struktur sekunder dan tersier protein. Pada struktur protein tersier terdapat empat jenis interaksi yang membentuk ikatan pada rantai samping seperti; ikatan hidrogen, jembatan garam, ikatan disulfida dan interaksi hidrofobik non polar, yang kemungkinan mengalami gangguan. Denaturasi yang umum ditemui adalah proses presipitasi dan koagulasi protein (Ophart, C.E., 2003).
Gambar 2.4. Denaturasi protein                                              (Ophart, C.E., 2003)

2.2.  Lipid

Perbedaan lemak dengan minyak yaitu : Lemak berwujud padat dan minyak berwujud cair.  Minyak umumnya  berasal dari tumbuhan, seperti minyak kelapa, minyak jagung, dan minyak zaitun. Minyak banyak mengandung asam lemak tak jenuh, seperti asam oleat (C17H33COOH), asam linoleat (C17H35COOH) dan asam palmitat (C15H31COOH). Asam lemak jenuh mempunyai titik cair yang lebih tinggi daripada asam lemak tak jenuh.
Lemak (Fat), seperti lemak sapi atau minyak kelapa, adalah ester dari gliserol dengan asam –asam lemak. Berikut ini struktur umum lemak.
              O
H2C – O – C – R1                      
               O
  HC – O – C – R2
              O
H2C – O – C – R3                                                                                           (Michael Purba, 2007
Gambar 2.5. Struktur dasar lipida
R1, R2, dan R3 adalah rantai hidrokarbon dengan jumlah atom karbon dari 3 hingga 23, tetapi yang paling umum dijumpai adalah 15 dan 17.

            Reaksi-reaksi Lemak dan Minyak

1. Hidrolisis :  Lemak dan minyak dapat mengalami hidrolisis karena pengaruh asam kuat atau enzim lipase membentuk gliserol dan asam lemak. Hasil hidrolisis akan memisah karena gliserol larut dalam air, sedangkan asam lemak tidak larut. Misalnya, hidrolisis gliseril tristearat akan menghasilkan gliserol dan asam stearat.
            O
H2C – O – C – C17H35                                    H2C – OH
            O                                                    
  HC – O – C – C17H35    +  3H2O      HC – OH     +   3C17H35COOH                  
            O
H2C – O – C – C17H35                                    H2C – OH
gliseril tristearat                                      gliserol                  asam stearat
Gambar 2.6  Hidrolisis lemak                                                                         (Michael Purba, 2007)

2.  Penyabunan

            Reaksi lemak atau minyak dengan basa kuat seperti NaOH atau KOH menghasilkan sabun. Oleh karena itu, reaksinya disebut reaksi penyabunan (saponifikasi). Reaksi penyabunan menghasilkan gliserol sebagai hasil sampingan.
Contoh :
              O
H2C – O – C – C17H35                                         H2C – OH
               O                                         
  HC – O – C – C17H35    +  3NaOH     HC – OH              +   3NaC17H35COO                
               O                                                
H2C – O – C – C17H35                                         H2C – OH
gliseril tristearat                                      gliserol                 Na-stearat (sabun)
Gambar 2.7  Reaksi penyabunan lemak                                                                                                                                                                      (Michael Purba, 2007)

3.  Hidrogenasi

            Minyak dapat dipadatkan melalui hidrogenasi (adisi hidrogen). Reaksi ini dapat dikatalis oleh serbuk nikel. Minyak mempunyai titik leleh relatif rendah karena mengandung asam-asam lemak tak jenuh. Dengan menjenuhkan ikatan rangkapnya, yaitu dengan hidrogenasi, maka titik leleh minyak akan meningkat dan menjadi padat. Reaksi seperti ini digunakan dalam pembuatan margarin dari minyak sawit.
Contoh :       
                                           O                                                         O
CH3(CH2)4–CH=CH_(CH2)7COCH2                             CH3(CH2)16COCH2
       O                   + H2                                   O
CH3(CH2)4–CH=CH_(CH2)7COCH                      CH3(CH2)16COCH
       O                                                         O
CH3(CH2)4–CH=CH_(CH2)7COCH2                                  CH3(CH2)16COCH2
 gliseriltrilinoleat (cair)                                                gliseriltristearat (padat)
Gambar 2.8  Reaksi Hidrogenasi lemak                                                                                                                                                                      (Michael Purba, 2007)
Lemak Jenuh dan Tak Jenuh dalam Diet

            Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara lemak jenuh dalam diet dengan salah satu tipe artherosclerosis (pengerasan pembuluh arteri). Dalam kondisi yang dimaksud, terjadi penyempitan pembuluh darah karena terbentuknya plak. Pada akhirnya plak ini akan mengeraskan pembuluh arteri dan mengurangi elastisitasnya. Hal ini akan menyebabkan peningkatan tekanan darah, karena darah harus  melalui saluran yang lebih sempit. Jika pembentukan plak terus berlanjut , dapat menyebabkan tersumbatnya aliran darah, sehingga menyebabkan serangan jantung.
            Hubungan seperti itu tidak ditemukan dengan asam lemak tak jenuh. Hasil penelitian terhadap masyarakat Inuit di Alaska dengan diet lemak yang tinggi dan tingkat kolesterol darah yang tinggi, ternyata sangat jarang yang menderita penyempitan pembuluh darah. Lemak dalam diet masyarakat Inuit terutama berasal dari ikan. Lemak ikan maupun lemak nabati kaya dengan asam lemak tak jenuh. Asam lemak dalam lemak nabati adalah omega-6, ikatan rangkap pertama terletak pada atom karbon nomor 6 dari ujung rantai. Dua dari asam lemak omega-6 yang lazim ialah asam linoleat dan asam arakidonat. Sementara itu, asam lemak dalam minyak ikan terutama omega-3. Tiga diantaranya adalam asam linolenat, asam eikosapentaenoat (EPA), dan asam dokosaheksaenoat (DHA). Asam lemak omega-3 menurunkan kecenderungan pembentukan plak, sehingga  mengurangi risiko penyumbatan. Akan tetapi, kadar asam lemak omega-3 yang terlalu tinggi dapat meningkatkan  risiko pendarahan.

2.3.    Koloid

Sistem koloid adalah suatu bentuk campuran yang keadaannya terletak antara larutan dan suspensi . Nama koloid deberikan oleh Thomas Graham pada tahun 1861 yang berasal dari bahasa Yunani , yaitu ”kolla” dan ”oid” . Kolla berarti lem, sedangkan oid berarti seperti. Dalam hal ini, yang dikaitkan dengan lem adalah sifat difusinya, sebab sistem koloid mempunyai nilai difusi rendah, seperti lem. Secara makroskopis koloid tampak mohogen, tetapi secara mikroskopis, koloid bersifat heterogen. Oleh karena  itu, koloid digolongkan ke dalam campuran heterogen. Campuran koloid pada umumnya bersifat stabil dan tidak dapat disaring. Ukuran partikel koloid terletak antara 1 – 100 nm.
Sistem koloid terdiri dua fase, yaitu fase terdispersi dan fase pendispersi (medium dispersi). Penggolongan sistem koloid didasarkan pada jenis fase terdispersi dan fase pendispersinya tersebut. Ada 8 jenis koloid,  seperti tercantum pada tabel berikut :
Sistem koloid dari zat cair yang terdispersi dalam zat cair lain disebut emulsi. Syarat terjadinya emulsi ini adalah bahwa kedua jenis zat cair itu tidak saling melarutkan. Emulsi dapat digolongkan ke dalam dua bagian, yaitu emulsi minyak dalam air (M/A) dan emulsi air dalam minyak (A/M). Dalam hal ini, minyak diartikan sebagai semua zat cair yang tidak bercampur dengan air.
Contoh emulsi minyak dalam air (M/A) : santan, susu, dan lateks
Contoh emulsi air dalam minyak (A/M) : mayonaise, minyak  bumi dan minyak ikan.
            Emulsi terbentuk karena pengaruh suatu pengemulsi (emulgator).  Contoh  : Santan merupakan emulsi yang terdiri atas minyak berlapis air dibagian luar dan protein yang bertindak sebagai emulgator (pengikat). Contoh zat emulgator yang lain adalah : kasein dalam susu, kuning telur dalam mayonaise.
Koloid yang medium dispersinya cair dibedakan atas koloid liofil dan koloid liofob. Suatu koloid disebut koloid liofil bila terdapat gaya tarik-menarik yang cukup besar antara zat terdispersi dengan mediumnya. Liofil berarti suka cairan (Yunani : lio = cairan, philia = suka). Sebaliknya, suatu koloid disebut  koloid liofob jika gaya tarik menarik tersebut tidak ada atau sangat lemah. Liofob berarti takut cairan (Yunani :  phobia = takut/benci). Jika medium dispersi yang dipakai adalah air, maka kedua jenis koloid masing-masing disebut koloid hidrofil dan koloid hidrofob. Contoh koloid hidrofil   :  protein, sabun, detergen, agar-agar,  dan gelatin.
Tabel 2.1.  Jenis-jenis koloid
No.
Fase Terdispersi
Fase Pendispersi
Nama
Contoh
  1.
  2.
  3.
  4.
  5.
  6.
  7.
  8.
Padat
Padat
Padat
Cair
Cair
Cair
Gas
Gas
 Gas
 Cair
 Padat
 Gas
 Cair
 Padat
 Cair
 Padat
Aerosol
Sol
Sol padat
Aerosol
Emulsi
Emulsi padat
Buih
Buih padat
Asap, debu di udara
Cat, tinta, sol emas, sol belerang
Gelas berwarna, intan hitam
Kabut dan awan
Susu, santan, minyak ikan
Jeli, mutiara
Buih sabun, krim kocok
Karet busa, batu apung, stirofoam

Contoh koloid hidrofob :  susu, mayonaise, sol belerang, sol Fe(OH)3, sol logam.
Koloid hidrofil mempunyai gugus ionik atau gugus polar dipermukaannya, sehingga mempunyai interaksi yang baik dengan air.

2.4.    Enzim

Enzim adalah protein yang berfungsi sebagai katalis dalam proses biokimia. Kerja enzim sebagai biokatalis, enzim banyak sekali jenisnya, hal ini dikarenakan kerja enzim sangat spesifik, artinya setiap reaksi yang terjadi dikatalis oleh enzimnya sendiri. Jarang dijumpai adanya enzim bekerja untuk beberapa reaksi sekaligus. (Surakitti,1996)

Prinsip Kerja Enzim

            Pada dasarnya prinsip kerja enzim sama seperti katalisator pada umumnya, tetapi tidak dapat disamakan dengan katalisator biasa buatan manusia. Enzim berfungsi sebagai :
a.       menurunkan energi aktivasi
b.      mempercepat reaksi pada suhu dan tekanan tetap
c.       mengendalikan reaksi
Suatu enzim bekerja sangat spesifik, pada substrat tertentu yang mempunyai celah permukaan tepat dengan celah yang ada pada enzim. Adapun mekanisme kerja enzim sebagai berikut :
-          tahap   I : substrat bergabung dengan enzim membentuk kompleks
-          tahap II  : kompleks substrat-enzim bergabung dengan pereaksi
-          tahap III : enzim melepaskan diri dan terbentuk hasil reaksi
-           
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Enzim

            a. Pengaruh pH
Oleh karena sebagian besar enzim adalah protein yang tersusun dari asam amino, maka pengaruh pH sangat erat hubungannya dengan sifat asam basa protein. Tiap enzim mempunyai aktivitas optimal pada pH tertentu.
            b. Pengaruh temperatur
Pada umumnya aktivitas enzim akan meningkat pada kenaikkan suhu sampai ketinggian tertentu. Pada jenis enzim tertentu, kenaikkan suhu akan menyebabkan terjadinya denaturasi enzim, sehingga aktivitasnya akan berkurang. Suhu kritik enzim sekitar 55oC – 60oC.
            c. Pengaruh zat penghambat (inhibitor)
Zat penghambat/inhibitor ialah senyawa-senyawa yang bentuknya mirip dengan substrat, atau senyawa-senyawa yang dapat bergabung dengan sisi aktif enzim, sehingga zat/senyawa ini dapat bergabung dengan enzim.

2.5.    Pepaya
2.6.     
Pepaya merupakan tanaman yang dapat tumbuh diseluruh tanah air . Batang, daun dan buah pepaya mengandung getah berwarna putih yang mengandung enzim pemecah protein atau proteolitik dan populer dengan sebutan papain. Enzim ini banyak digunakan dalam kegiatan industri farmasi sebagai bahan obat, kosmetik, dan tekstil.  Papain juga digunakan sebagai bahan aktif dalam preparat farmasi seperti obat gangguan pencernaan, dispesia dan obat cacing. Dalam rangka pembedahan papain sebagai pengendali oedema dan imflamasi. Yang banyak digunakan saat ini papain sebagai bahan aktif untuk krim pembersih kulit muka sebab papain bisa melarutkan sel-sel mati yang belekat pada kulit dan sukar terlepas secara fisik. Sebagai bahan pembuat pasta gigi karena dapat membersihkan sisa makanan. Oleh ibu rumah tangga  pepaya (papain) digunakan sebagai pengempuk daging. (www.halalguide.into/content/view/766)



III.             METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian eksperimen yang dilaksanakan di laboratorium IPA SMA Paramarta I Seputih Banyak, mulai tanggal 5 Januari sampai  17 Januari 2009.

3.1.   Alat dan Bahan

Alat-alat :
-          Parutan kelapa
-          Saringan santan
-          Baskom
-          Ember
-          Gayung
-          Botol/toples
-          Blender
-          Gelas ukur
-          Gelas kimia
-          Corong
-          Pengaduk
-          Neraca
Bahan-bahan :
-          Kelapa
-          Daun pepaya
-          Air

3.2.    Cara Kerja

3.2.1. Percobaan I : Variasi daun pepaya

A.  Pembuatan Santan (koloid)

            1. Parut 8 buah daging kelapa tua, timbang beratnya.
2. Tambahkan 3500 ml air hangat (40oC) secara perlahan sambil meremas-remas kelapa  parut tersebut.
3. Saring dan peras untuk mendapatkan santannya.
4. Masukkan 400 ml santan pada masing-masing botol (10 botol).
5. Beri label masing-masing botol ( I – X).

B.  Pembuatan ekstrak daun pepaya

1. 5 gram daun pepaya muda (berwarna hijau) dirajang-rajang dan tambahkan 100 ml air hangat  (40oC) kemudian diblender.
2.  Saringlah untuk mendapatkan ekstrak daun pepaya, buang ampasnya
3. Ulangi no. 1 dan 2 dengan merubah berat daun pepaya, sedangkan volume air tetap 100 ml, yaitu   :    
Label   I    :    5 gram daun pepaya
                                          Label  II    :  10 gram daun pepaya
                                          Label III    :  15 gram daun pepaya
                                          Label IV    :  20 gram daun pepaya
                                          Label  V    :  25gram daun pepaya
                                          Label VI    :  30 gram daun pepaya
                                          Label VII  :   35 gram daun pepaya
                                          Label VIII :   40 gram daun pepaya
                              Label IX    :  45 gram daun pepaya
                              Label   X   :  50 gram daun pepaya


C.  Pembuatan VCO

1.      Masukkan ekstrak daun pepaya (label I) pada botol yang berisi santan (label I), dan seterusnya sesuaikan pasangannya.
2.      Aduk/kocok masing-masing botol hingga merata.
3.      Tutup masing-masing botol, baliklah botol tersebut hingga tutup botol dibagian bawah. Biarkan beberapa jam, amati perubahannya !
4.      Catat hasil pengamatan yang terjadi selama 4 hari !

3.2.2. Percobaan II : Variasi santan
1.       Dari hasil  pengamatan percobaan I , pilihlah variasi ekstrak daun pepaya (label I – X)    yang menghasilkan volum VCO optimum, yaitu ..... gram daun pepaya.
2.       Ulangi percobaan I dengan ekstrak daun pepaya tetap, yaitu yang menghasilkan VCO optimum tersebut (..... gram daun pepaya +  100 mL air) dan berat kelapa sama dengan percobaan I ( ... gram), tambahkan air  ± 3500 ml.
3.       Masukkan santan dalam botol dan beri label masing-masing I – X dengan variasi santan yaitu 100 ml, 150 ml, 200 ml, 250 ml ,300 ml, 350 ml, 400 ml, 450 ml, 500 ml dan 550 ml.
4.       Untuk pembuatan VCO : Masukkan ekstrak daun pepaya  pada masing-masing botol yang sudah terdapat santan tersebut, diaduk dan ditutup serta letakkan tutup botol dengan posisi terbalik (tutup botol berada di bawah). Amati hingga 4 hari !

IV.  HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan

Tabel 4.1 Hasil pengamatan percobaan I dan II

Setelah 1,5 jam
Hari ke-1
Hari ke-2
Hari ke-3 dan ke-4
Terbentuk 2 lapisan:
- lapisan atas keruh
-  lapisan bawah cair
Terbentuk 2 lapisan :
- lapisan atas keruh menggumpal
- lapisan bawah cair
Terbentuk 3 lapisan:
- atas minyak
- tengah  bolendo
- bawah cair
Terbentuk 3 lapisan :
-  atas minyak
-  tengah  bolendo
-  bawah cair

Tabel 4.2 Volume VCO dengan variasi berat daun pepaya, volume santan tetap (400 ml)

NO
Berat daun Pepaya (Gram)
Tinggi volume VCO (cm) dengan diameter tabung 7 cm, yang terbentuk hari ke-
Volume VCO hari ke 4 (ml) = πr2 t
2
3
4
I
5
0.4
0.7
0.7
26.95
II
10
0.5
0.9
0.9
34.65
III
15
0.65
1.2
1.2
46.2
IV
20
0.9
1.35
1.35
51.98
V
25
1.15
1.55
1.55
59.68
VI
30
1.25
1.65
1.65
63.53
VII
35
1.35
1.85
1.85
71.23
VIII
40
1.55
2
2
77
IX
45
1.65
2
2
77
X
50
1.8
2
2
77

Tabel 4.3 Volume VCO dengan variasi volume santan, berat daun pepaya tetap (40 gram)

NO
Volume Santan (ml)
Tinggi volume VCO (cm) dengan diameter tabung 7 cm, yang terbentuk hari ke-
Volume VCO hari ke 4 (ml) = πr2 t
2
3
4
I
100
0.95
1.20
1.20
46.2
II
150
1.30
1.50
1.50
57.75
III
200
1.55
1,85
1,85
71.22
IV
250
1.65
2,20
2,20
84.7
V
300
1.70
2,20
2,20
84.7
VI
350
1.80
2,20
2,20
84.7
VII
400
1.85
2,20
2,20
84.7
VIII
450
1.85
2,20
2,20
84.7
IX
500
1.90
2,20
2,20
84.7
X
550
1.95
2,20
2,20
84.7

4.2.  Pembahasan

Santan merupakan koloid dengan fase terdispersi cair (minyak) dan medium pendispersi juga  cair (air). Minyak adalah senyawa non polar sedangkan air senyawa polar sehingga kedua zat cair tersebut tidak saling melarutkan . Kedua zat cair tersebut dapat bersatu karena adanya zat emulgator (pengemulsi), adapun yang bertindak sebagai zat emulgator adalah protein. Protein mengandung gugus yang bersifat hidrofilik (suka dengan air) dan gugus hidrofobik (tidak suka dengan air), sehingga bagian hidrofilik mengikat air dan bagian hidrofobik mengikat minyak.Untuk mendapatkan minyak murni dari santan kelapa (VCO)  maka sistem emulsi harus dirusak, yaitu dengan merusak /memecah protein tujuannya supaya minyak terpisah dari air.
Cara perusakan (denaturasi) protein dapat dilakukan melalui pemanasan, sentrifugasi dan enzimatis. Denaturasi protein melalui pemanasan (suhu tinggi) merusak kandungan senyawa aktif VCO seperti asam laurat (C17H33) dan vitamin E (Muhammad Romli, 1980). Asam laurat dan asam linoliat pada lemak nabati mengandung ikatan rangkap. Pemanasan pada suhu tinggi dapat merusak karena memutuskan ikatan rangkap (tak jenuh) menjadi ikatan tunggal (jenuh) dan juga merusak vitamin E (larut dalam lemak/minyak), padahal asam lemak tak jenuh dan vit amin E yang justru sangat dibutuhkan oleh tubuh. Denaturasi protein pada santan  yang baik melalui enzimatis karena tidak merusak kandungan senyawa aktif VCO yang sangat dibutuhkan tubuh.

Mekanisme enzim papain sebagai pemecah emulgator
            Daun pepaya mengandung papain yaitu enzim protease (proteolitik) yang berfungsi sebagai pengurai protein. Adapun mekanisme kerjanya sebagai berikut :
Tahap I    : hasil pengamatan setelah ± 1,5 jam terbentuk dua lapisan , yaitu lapisan atas keruh   (kompleks protein dan enzim papain) dan lapisan bawah cair. Hal ini menunjukkan  mekanisme pada tahap ini adalah substrat bergabung dengan enzim
Tahap II  : setelah ± 1 hari lapisan bagian atas menggumpal/mengeras. Hal ini menunjukkan sudah terjadi denaturasi /kerusakan protein oleh enzim papain
Tahap III : setelah ± 2 hari terbentuk tiga lapisan, yaitu atas minyak, tengah bolendo dan bawah air. Hal ini menunjukkan setelah terbentuk hasil reaksi (minyak) enzim papain melepaskan diri dan berada bersama bolendo (lapisan tengah).
            Reaksi penguraian protein oleh enzim papain/protease sebagai berikut :
                       O    H                                                            O
(- NH – CH – C -  N – CH -)n + H2O  2n NH2 – CH – C - OH
              R                     R                                           R
               Protein                                              asam amino
Gambar 4.1 Hidrolisis protein menjadi asam amino

Asam amino hasil penguraian protein berada pada lapisan tengah bersama enzim papain. Minyak yang dihasilkan inilah yang disebut Virgin Coconout Oil (VCO) yang merupakan minyak kelapa alami dimana asam lemak-asam lemak tak jenuh (mengandung ikatan rangkap) tidak mengalami kerusakan (virgin).

Variasi daun pepaya

Gambar 4.2  Grafik hubungan antara berat daun pepaya dengan volume VCO yang terbentuk

Dari grafik terlihat kondisi optimum tercapai pada daun pepaya 40 gram dan volume santan tetap (400 ml) yang setara dengan 457 gram kelapa parut (4000 gram kelapa parut dibagi dengan 3500 ml air dikali 400 ml santan) , hal ini diduga pada kadar tersebut kadar enzim papain optimum dapat diperoleh dari kadar daun pepaya tersebut. Semakin besar kadar daun pepaya  semakin besar pula enzim papain yang terdapat, tetapi sampai batas optimum 40 gram daun pepaya, hal ini dapat dilihat dari volume VCO yang dihasilkan yaitu tetap. Kadar daun pepaya lebih dari 40 gram tidak menghasilkan lebih banyak lagi karena volume reaktan (santan) yang bereaksi dengan enzim papain tetap sehingga volume VCO yang dihasilkan akan tetap juga yaitu 77 ml.

Variasi Santan
Gambar 4.3. Grafik hubungan antara volume santan dengan volume VCO yang terbentuk

Dari grafik terlihat kondisi optimum tercapai pada volume santan 250 ml sebanding dengan 285.71 gram kelapa parut (4000 gram kelapa parut dibagi dengan 3500 ml air dikali 250 ml santan) , ini diduga pada kadar tersebut tercapai kondisi optimum, dimana kadar kelapa di dalam santan bereaksi secara optimum dengan kadar enzim papain optimum yang terdapat pada daun pepaya.   Dari grafik terlihat semakin besar volume santan semakin besar pula volume minyak VCO yang dihasilkan, tetapi sampai batas optimum 250 ml santan. Pada volme santan lebih dari 250 ml ( 300 ml, 350 ml, 400ml, 500ml dan 550 ml) tidak menghasilkan minyak VCO lebih banyak lagi karena volume reaktan (santan) yang bereaksi dengan enzim papain tetap sehingga volume VCO yang dihasilkan akan tetap juga yaitu 84,7 ml.



V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1.       Daun pepaya muda dapat dimanfaatkan pada proses pembuatan VCO
2.       Pada kondisi optimum I (dimana berat pepaya tetap  dan santan bervariasi) yaitu dengan perbandingan daun pepaya dan santan = 40 gram : 457 gram menghasilkan minyak VCO yang terbentuk sebanyak 77 ml.
3.       Pada kondisi optimum II (dimana berat pepaya bervariasi  dan santan tetap) yaitu dengan perbandingan daun pepaya dan santan = 40 gram : 285,71 gram menghasilkan minyak VCO yang terbentuk sebanyak 84,7 ml.

5.2. Saran

1.       Untuk penelitian selanjutnya dapat dicobakan pada bahan yang berbeda yang mengandung enzim protease.
2.       Untuk perbaikan penelitian ini perlu dilakukan variasi yang lain dengan pengamatan yang lebih teliti seperti variasi waktu, jenis kelapa, jenis pepaya dan sebagainya.




DAFTAR PUSTAKA

Anna, P., 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Penerbit UI-Press: Jakarta.
Kompas, senin 24 januari 2005, hal.10. Pembuatan minyak Kelapa tanpa pemanasan
                                     
Ophart, C.E., 2003. Virtual Chembook. Elmhurst College
Purba, M., 2007. Kimia Untuk SMA Kelas XI. Penerbit : Erlangga, hal 282 – 294
------------,2007. Kimia Untuk SMA Kelas XII. Penerbit : Erlangga, hal 242 – 263
Surakitti, 1996. Kimia 3B Untuk Kelas III SMU. Penerbit : PT Intan Pariwara, hal 91 – 107

Trubus Majalah Pertanian Indonesia, senin 12 Maret 2007. Enzim papain dari buah pepaya  sebagai enzim protease dalam pembutan minyak kelapa

Winarno, F. G., 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit Gramedia: Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Selamat Datang Di Blogger Ignasius Fandy Jayanto