Data Pribadi Saya

Nama Pemilik: Ig Fandy Jayanto

Alamat Rumah: Seputih Banyak, Kab. Lampung Tengah


Riwayat Pendidikan:

SD N 1 Sumber Baru
SMP N 1 Seputih Banyak
SMA Paramarta 1 {jurusan Ipa 1}
S1 di UM Metro {jurusan FKIP Matematika}

sedang menempuh pendidikan di Universitas Lampung (Unila)

Pekerjaan:
Guru di SMP Paramarta 1 Seputih Banyak
.........
.........
.........


Kamis, 09 Juni 2011

KIR Pembasmian Kecoa




KIR Pembasmian Kecoa

I.  PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang Penelitian       
Kecoa suka bersarang dan menetap di tempat lembab, gelap dan kotor seperti di got, di sampahan, di bawah lemari, di atap rumah, dan sebagainya. Karena kaki serta badannya yang kotor maka kecoa bisa mendatangkan serta menularkan penyakit pada makhluk hidup termasuk manusia. Meskipun belum ada penelitian yang pasti tentang kecoa sebagai vektor penyakit tertentu, namun jika dilihat dari kebiasaan dan habitat hidupnya, kecoa sangat mungkin menularkan penyakit pada manusia. Kuman penyakit yang menempel pada tubuhnya yang dibawa dari tempat-tempat kotor akan menempel di setiap tempat yang dia hinggapi. Karena alasan inilah kecoa perlu dikendalikan populasinya.
Pembasmian hama atau serangga dengan cara pestisida nabati bukanlah konsep baru yang dipicu oleh maraknya pertanian organik akhir-akhir ini. Namun upaya ini telah ada sejak dulu, insektisida nabati lahir dari kearifan nenek moyang kita dalam menyikapi mewabahnya berbagai  macam penyakit. Sayangnya, ketika produk kimia beredar luas di pasaran, cara bijak itu pun dikesampingkan. Memang pestisida sintetis ini memiliki keunggulan dalam hal kecepatan dan efektivitasnya, namun efeknya yang bisa meracuni lingkungan mengembalikan kesadaran kita untuk memanfaatkan unsur-unsur dari alam dalam membasmi organism pengganggu manusia. Sejauh ini pemakaian insektisida nabati aman bagi manusia, hewan, dan lingkungan. Inilah keunggulan pestisida nabati yang sifatnya hit and run (pukul dan lari), yaitu bila diaplikasikan akan membunuh serangga pada saat itu juga dan setelah itu residunya akan cepat menghilang/terurai di alam.
Gadung (Dioscorea hispida Denust) sering dijumpai di pekarangan rumah atau tegalan atau di hutan-hutan tanah kering. Umbinya sangat beracun, namun dengan pengolahan khusus akhirnya dapat dimakan bahkan sebagai makanan ringan yang dikenal kerupuk gadung. Mengonsumsi gadung kalau tidak tahan bisa keracunan. Kami berasumsi jika gadung dapat meracuni manusia tentu dapat meracuni serangga sejenis kecoa yang mempunyai ukuran jauh lebih kecil dari manusia. Di balik senyawa racun yang dikandung umbi tersebut bisa digunakan untuk kepentingan lain yang bermanfaat yaitu membasmi serangga (kecoa) yang menjengkelkan
1.2   Rumusan  Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas permasalahan yang timbul dalam penelitian ini adalah :                                                                                                                      a.  Apakah umbi gadung dapat digunakan untuk membasmi kecoa ?
b. Apakah volume umbi gadung berpengaruh terhadap pembasmian kecoa ?
Tujuan Penelitian berdasarkan permasalahan yang timbul, maka tujuan pada penelitian ini adalah :                                                                                                            a.  Memanfaatkan umbi gadung sebagai pembasmi kecoa
b.  Menyelidiki pengaruh volume umbi gadung terhadap pembasmian kecoa



II.   TINJAUAN PUSTAKA
2.1.  GADUNG




Jenis ini di Indonesia dikenal dengan beberapa nama daerah yaitu gadung, sekapa, bitule, bati, kasimun dan lain-lainnya. Dalam bahasa latinnya gadung disebut Dioscorea hispida Denust. Gadung merupakan perdu memanjat yang tingginya dapat mencapai 5-10 m. Batangnya bulat, berbulu dan berduri yang tersebar sepanjang batang dan tangkai daun. Umbinya bulat diliputi rambut akar yang besar dan kaku. Kulit umbi berwarna gading atau coklat muda, daging umbinya berwarna putih gading atau kuning. Umbinya muncul dekat permukaan tanah. Dapat dibedakan dari jenis-jenis dioscorea lainnya karena daunnya merupakan daun majemuk terdiri dari 3 helai daun. Bunga tersusun dalam ketiak daun, berbulit, berbulu dan jarang sekali dijumpai.
Gadung ini berasal dari India bagian Barat kemudian menyebar luas sampai ke Asia Tenggara. Tumbuh pada tanah datar hingga ketinggian 850 m dpl, tetapi dapat juga diketemukan pada ketinggian 1.200 m dpl. Di Himalaya Dioscorea hispida di budidayakan di pekarangan rumah atau tegalan, sering pula dijumpai di hutan-hutan tanah kering.
Umbinya sangat beracun karena mengandung alkohol yang menimbulkan rasa pusing-pusing. Dengan cara pengolahan khusus akhirnya dapat dimakan. Di Nusa Tenggara dan Maluku umbinya dimakan sebagai pengganti sagu dan jagung pada saat-saat paceklik, terutama di daerah-daerah kering. Umbi mentahnya karena mengandung alkaloid dapat digunakan sebagai bahan untuk racun binatang dan juga dapat digunakan sebagai obat luka di Asia. Bahan sisa pengolahan tepungnya dapat digunakan sebagai insektisida. Bunga tanaman ini yang berwarna kuning sangat harum digunakan untuk mewangikan pakaian dan dapat pula dipakai sebagai hiasan rambut. Umbi yang telah bertunas dipergunakan sebagai bibit. Penanaman biasanya dilakukan menjelang musim hujan. Setelah berumur satu tahun dapat dipanen. Bila umbinya dibiarkan tua warnanya akan berubah menjadi hijau dan kadar racunnya akan makin pekat. Umbi dipanen dengan tanjau atau garpu tanah.
http://bukabi.wordpress.com/2009/02/02/umbi-gadung
           
2.2.    KECOA

Kecoa atau coro adalah insekta dari ordo Blattodea yang kurang lebih terdiri dari 3.500 spesies dalam 6 familia. Kecoa terdapat hampir di seluruh belahan bumi, kecuali di wilayah kutub.
Di antara spesies yang paling terkenal adalah kecoa Amerika, Periplaneta americana, yang memiliki panjang 3 cm, kecoa Jerman, Blattella germanica, dengan panjang ±1½ cm, dan kecoa Asia, Blattella asahinai, dengan panjang juga sekitar 1½ cm. Kecoa sering dianggap sebagai hama dalam bangunan, walaupun hanya sedikit dari ribuan spesies kecoa yang termasuk dalam kategori ini.
Tabel 2.1.  Klasifikasi kecoa
KLASIFIKASI ILMIAH
Kerajaan
Filum
Kelas
Upakelas
Infrakelas
Superordo
Ordo

Blattodea
Kecoa adalah serangga yang cukup disegani dan ditakuti oleh banyak orang disegala penjuru dunia. Kecoa diyakini sebagai salah satu binatang / hewan tertua di dunia yang berasal dari zaman purba. Kecoak terdapat di berbagai penjuru dunia (kecuali kutub) karena memiliki kemampuan serta desain tubuh yang tahan terhadap berbagai kondisi serta mampu bergerak dengan lincah. Kecoa memiliki banyak jenis dan macamnya yang mencapai ribuan spesies.
Sebutan / bahasa lain kecoa : coro, roach, cockroach
Alasan / sebab seseorang takut dengan kecoa :

1.  Kotor
Kecoa suka bersarang dan menetap di tempat lembab, gelap dan kotor seperti di got, di sampahan, di bawah lemari, di atap rumah, dan sebagainya. Karena kaki serta badannya yang kotor maka kecoak bisa mendatangkan serta menularkan penyakit pada makhluk hidup termasuk manusia.
2. Kakinya Yang Tajam
Pernahkan kecoa berjalan menyusuri bagian tubuh anda? rasanya geli, tajam dan seram yang memberikan sensasi yang tidak menyenangkan bagi sebagian besar orang.
3. Jalannya Oleng Dan Cepat
Kecoa jalan seenak udelnya sendiri kemana pun dia mau sesuaid engan insting kebinatangannya dengan sensor dua antena di kepala.
Gerakan serta arah jalan dan terbang kecoak tidak dapat diduga. Kecoa bisa dengan cepat dari sudut yang satu tiba-tiba mampir ke badan kita.
4. Warnanya Yang Gelap
Coro warnanya coklat, tapi ada juga yang warnanya putih gelap (albino kali), hitam bercorak kuning, dan sebagainya. Yang pasti warna itu terkesang kotor dan menjijikan siapa saja yang melihatnya.
5. Si Mata Satu
Hama kecoa kalau dilihat dari atas, kecoa kelihatan punya satu mata yang besar di atas kepalanya. Kecoa juga punya antena yang panjang yang membuat geli bulu kuduk.
6. Makan Kotoran
Kecua suka makan kotoran serta sisa makanan yang berceceran. Ada juga kecoak yang senang dengan kotoran feses manusia. Terkadang makanan kia yang kita simpan pun dimakan kecoa jika kita tidak hati-hati menyimpan makanan.
7. Buang Tinja Sembarangan
Namanya juga bianatang, jadi terserah mau buang air di mana pun dia mau. Tidak hanya kotoran saja yang dia keluarkan, namun juga telur kecoa yang bercangkang keras yang ditempatkan di tempat yang tersembunyi dan sulit dijangkau.
Cara Memberantas dan Membunuh Kecoa Yang Menakutkan :
1. Disemprot cairan anti serangga.
2. Menebar serbuk kapur anti kecoa dan semut.
3. Menggunakan lem tikus.
4. Memakai alat jebakan khusus kecoa.
5. Dipukul benda tumpul atau diinjak dengan kaki, dll.
Daur hidup
Seperti serangga lainnya, kecoa juga mengalami daur hidup. Daur hidup kecoa hanya mengalami tiga stadium yaitu telur, nimfa, dan dewasa. Untuk menyelesaikan satu siklus hidupnya kecoa butuh waktu kurang lebih tujuh bulan. Waktu yang sangat lama bila dibandingkan dengan daur hidup serangga pengganggu seperti nyamuk dan lalat. Untuk stadium telur saja kecoa butuh waktu 30-40 hari sampai telur itu menetas. Telur kecoa tidak diletakkan sendiri-sendiri, namun secara berkelompok. Kelompok telur ini dilindungi oleh selaput keras yang disebut kapsul telur atau ootheca. Satu kapsul telur biasanya berisi 30-40 telur. Oleh induk kecoa, kapsul telur ini biasanya diletakkan di tempat-tempat tersembunyi atau pada sudut-sudut dan permukaan sekatan kayu dan dibiarkan sampai menetas. Namun, ada beberapa jenis kecoa yang kapsul telurnya menempel pada ujung abdomen induknya sampai menetas.
Jumlah telur yang dihasilkan oleh satu jenis spesies akan berbeda dengan spesies yang lain. Seekor Periplaneta americana contohnya, kecoa ini mampu menghasilkan 86 kapsul telur dengan selang waktu peletakan telur yang satu dengan lainnya rata-rata empat hari. Berbeda dengan Periplaneta brunnea yang mampu menghasilkan 30 kapsul telur dengan selang waktu peletakan 3-5 hari.
Sebuah kapsul telur yang telah dibuahi oleh kecoa jantan akan menghasilkan nimfa. Nimfa hidup bebas dan bergerak aktif. Nimfa yang baru keluar dari kapsul telur biasanya berwarna putih. Seiring bertambahnya umur, warna ini akan berubah menjadi cokelat. Seekor nimfa akan mengalami pergantian kulit beberapa kali sampai dia menjadi dewasa. Lamanya stadium nimfa ini berkisar 5-6 bulan.
Pada Periplaneta americana, stadium nimfa bisa dikenali dengan jelas yaitu dengan tidak adanya sayap pada tubuhnya. Sayap itu akan muncul manakala kecoa ini sudah mencapai stadium dewasa. Dengan adanya sayap pada stadium dewasa ini menjadikan kecoa lebih bebas bergerak dan berpindah tempat.
Vektor penyakit
Meskipun belum ada penelitian yang pasti tentang kecoa sebagai vektor penyakit tertentu, namun jika dilihat dari kebiasaan dan habitat hidupnya, kecoa sangat mungkin menularkan penyakit pada manusia. Kuman penyakit yang menempel pada tubuhnya yang dibawa dari tempat-tempat kotor akan menempel di setiap tempat yang dia hinggapi. Karena alasan inilah kecoa perlu dikendalikan populasinya.
Pengendalian kecoa dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan mengggunakan insektisida seperti yang beredar di pasaran. Pengendalian secara fisik juga dapat dilakukan dengan cara menyiramkan air panas pada kapsul-kapsul telur kecoa sehingga kapsul-kapsul itu tidak sampai menetas. Pencegahan keberadaan kecoa di rumah juga perlu dilakukan antara lain dengan sanitasi rumah yang baik. Cara ini jauh lebih baik untuk mengatasi kemungkinan penyebaran penyakit yang di perantarai oleh kecoa.                              
http://johannesharry.wordpress.com/2007/06/11/binatang-kecil-itu-bernama-kecoa/
2.3. FERMENTASI
Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor elektron eksternal. Gula adalah bahan yang umum dalam fermentasi. Beberapa contoh hasil fermentasi adalah etanol, asam laktat, dan hidrogen. Akan tetapi beberapa komponen lain dapat juga dihasilkan dari fermentasi seperti asam butirat dan aseton. Ragi dikenal sebagai bahan yang umum digunakan dalam fermentasi untuk menghasilkan etanol dalam bir, anggur dan minuman beralkohol lainnya. Respirasi anaerobik dalam otot mamalia selama kerja yang keras (yang tidak memiliki akseptor elektron eksternal), dapat dikategorikan sebagai bentuk fermentasi.
Reaksi dalam fermentasi berbeda-beda tergantung pada jenis gula yang digunakan dan produk yang dihasilkan. Secara singkat, glukosa (C6H12O6) yang merupakan gula paling sederhana , melalui fermentasi akan menghasilkan etanol (2C2H5OH). Reaksi fermentasi ini dilakukan oleh ragi, dan digunakan pada produksi makanan.
Persamaan Reaksi Kimia                                                                             C6H12O6 → 2C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP (Energi yang dilepaskan:118 kJ per mol)               Dijabarkan sebagai                                                                                             Gula (glukosa, fruktosa, atau sukrosa) → Alkohol (etanol) + Karbon dioksida + Energi (ATP)
Pembuatan tempe dan tape (baik tape ketan maupun tape singkong atau peuyeum) adalah proses fermentasi yang sangat dikenal di Indonesia. Proses fermentasi menghasilkan senyawa-senyawa yang sangat berguna, mulai dari makanan sampai obat-obatan. Proses fermentasi pada makanan yang sering dilakukan adalah proses pembuatan tape, tempe, yoghurt, dan tahu.         http://id.wikipedia.org/wiki/Fermentasi
2.4.  ALKALOID

Dalam dunia medis dan kimia organik, istilah alkaloid telah lama menjadi bagian penting dan tak terpisahkan dalam penelitian yang telah dilakukan selama ini, baik untuk mencari senyawa alkaloid baru ataupun untuk penelusuran bioaktifitas. Senyawa alkaloid merupakan senyawa organik terbanyak ditemukan di alam. Hampir seluruh alkaloid berasal dari tumbuhan dan tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan. Secara organoleptik, daun-daunan yang berasa sepat dan pahit, biasanya teridentifikasi mengandung alkaloid. Selain daun-daunan, senyawa alkaloid dapat ditemukan pada akar, biji, ranting, dan kulit kayu.
Berdasarkan literatur, diketahui bahwa hampir semua alkaloid di alam mempunyai keaktifan biologis dan memberikan efek fisiologis tertentu pada mahluk hidup. Sehingga tidaklah mengherankan jika manusia dari dulu sampai sekarang selalu mencari obat-obatan dari berbagai ekstrak tumbuhan. Fungsi alkaloid sendiri dalam tumbuhan sejauh ini belum diketahui secara pasti, beberapa ahli pernah mengungkapkan bahwa alkaloid diperkirakan sebagai pelindung tumbuhan dari serangan hama dan penyakit, pengatur tumbuh, atau sebagai basa mineral untuk mempertahankan keseimbangan ion.
Alkaloid secara umum mengandung paling sedikit satu buah atom nitrogen yang bersifat basa dan merupakan bagian dari cincin heterosiklik. Kebanyakan alkaloid berbentuk padatan kristal dengan titik lebur tertentu atau mempunyai kisaran dekomposisi. Alkaloid dapat juga berbentuk amorf atau cairan. Dewasa ini telah ribuan senyawa alkaloid yang ditemukan dan dengan berbagai variasi struktur yang unik, mulai dari yang paling sederhana sampai yang paling sulit.
Dari segi biogenetik, alkaloid diketahui berasal dari sejumlah kecil asam amino yaitu ornitin dan lisin yang menurunkan alkaloid alisiklik, fenilalanin dan tirosin yang menurunkan alkaloid jenis isokuinolin, dan triftopan yang menurunkan alkaloid indol. Reaksi utama yang mendasari biosintesis senyawa alkaloid adalah reaksi mannich antara suatu aldehida dan suatu amina primer dan sekunder, dan suatu senyawa enol atau fenol. Biosintesis alkaloid juga melibatkan reaksi rangkap oksidatif fenol dan metilasi. Jalur poliketida dan jalur mevalonat juga ditemukan dalam biosintesis alkaloid.
Berikut adalah beberapa contoh senyawa alkaloid yang telah umum dikenal dalam bidang farmakologi :
Tabel 2.2. Senyawa alkaloid di bidang farmakologi
Senyawa Alkaloid
(Nama Trivial)
Aktivitas Biologi
Nikotin
Stimulan pada syaraf otonom
Morfin
Analgesik
Kodein
Analgesik, obat batuk
Atropin
Obat tetes mata
Skopolamin
Sedatif menjelang operasi
Kokain
Analgesik
Piperin
Antifeedant (bioinsektisida)
Quinin
Obat malaria
Vinkristin
Obat kanker
Ergotamin
Analgesik pada migrain
Reserpin
Pengobatan simptomatis disfungsi ereksi
Mitraginin
Analgesik dan antitusif
Vinblastin
Anti neoplastik, obat kanker
Saponin
Antibakteri

Istilah "alkaloid" (berarti "mirip alkali", karena dianggap bersifat basa) pertama kali dipakai oleh Carl Friedrich Wilhelm Meissner (1819), seorang apoteker dari Halle (Jerman) untuk menyebut berbagai senyawa yang diperoleh dari ekstraksi tumbuhan yang bersifat basa (pada waktu itu sudah dikenal, misalnya, morfina, striknina, serta solanina). Hingga sekarang dikenal sekitar 10.000 senyawa yang tergolong alkaloid dengan struktur sangat beragam, sehingga hingga sekarang tidak ada batasan yang jelas untuknya. Alkaloid dihasilkan oleh banyak organisme, mulai dari bakteria, fungi (jamur), tumbuhan, dan hewan. Ekstraksi secara kasar biasanya dengan mudah dapat dilakukan melalui teknik ekstraksi asam-basa. Rasa pahit atau getir yang dirasakan lidah dapat disebabkan oleh alkaloid.
Alkaloid adalah sebuah golongan senyawa basa bernitrogen yang kebanyakan heterosiklik dan terdapat di tetumbuhan (tetapi ini tidak mengecualikan senyawa yang berasal dari hewan). Asam amino, peptida, protein, nukleotid, asam nukleik, gula amino dan antibiotik biasanya tidak digolongkan sebagai alkaloid. Dan dengan prinsip yang sama, senyawa netral yang secara biogenetik berhubungan dengan alkaloid termasuk digolongan ini.









III.             METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini adalah penelitian eksperimen yang dilaksanakan di laboratorium IPA SMA Paramarta I Seputih Banyak selama 4 hari (1 –4 Februari 2010)

3.2.  Alat dan Bahan

Alat-alat :
-          Blender/parut
-          Saringan
-          Corong
-          Baskom/ember
-          Gelas ukur
-          Pengaduk
-          Neraca
-          Toples bertutup
-          Sarung tangan
-          Kotak berongga
Bahan-bahan :
-          umbi gadung
-          kecoa
-          air

3.3. Langkah Kerja dan Diagram Alir 

3.3.1.  Langkah Kerja

3.3.1.1.  Pembuatan ekstrak umbi gadung

1.  Kupas 1000 gram umbi gadung, tambahkan air secukupnya kemudian diblender.
2.  Bagi 2 bagian hasilnya, 1 bagian disaring dan diambil ekstraknya, sedangkan 1 bagian yang lain dimasukan dalam toples tertutup dan
disimpan selama24 jam,
3.   Tambahkan air pada ekstrak umbi gadung sampai volumenya 1500 mL, masukan  pada alat penyemprot dan siap digunakan.

3.3.1.2.  Penyemprotan kecoa

  1. Sediakan 5 buah kotak berongga dan beri label I – VI
  2. Masukkan 10 ekor kecoa pada masing-masing kotak
  3. Semprotkan larutan ekstrak umbi gadung pada masing-masing kotak dengan ketentuan sebagai berikut
Kotak
Volume ekstrak umbi gadung yang tidak disimpan (mL)
I
II
III
IV
V
VI
Tidak disemprot
100 mL
200 mL
300 mL
400 mL
500 mL

  1. Amati setiap 2 jam
  2. Lakukan langkah no 1 - 4 tetapi ekstrak umbi gadung sudah disimpan selama 24 jam.

3.3.2.      Diagram alir









 


























                              Penyemprotan kecoa                 Penyemprotan kecoa






IV.           HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1.  Hasil Pengamatan

Tabel  4.1  Jumlah kecoa yang mati pada ekstrak umbi gadung yang tidak disimpan


Kotak
Volume ekstrak umbi gadung (mL)
Jumlah kecoa yang mati setelah jam ke -
2
4
6
8
10
12
I
II
III
IV
V
VI
Tidak disemprot
100
200
300
400
500
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1
2
3
-
-
-
2
3
5
-
-
-
4
5
7
-
-
-
6
7
10

Tabel  4.2.  Persentase kecoa yang mati pada ekstrak umbi gadung yang  tidak disimpan

kotak
volume ekstrak umbi gadung
% kecoa yang mati pada jam ke-
2
4
6
8
10
12
I
II
III
IV
V
VI
Tidak disemprot
100 mL
200 mL
300 mL
400 mL
500 mL
0 %
0 %
0 %
0 %
0 %
0 %

0 %
0 %
0 %
0 %
0 %
0 %

0 %
0 %
0 %
10 %
20 %
30 %

0 %
0 %
0 %
20 %
30 %
50 %
0 %
0 %
0 %
40 %
50 %
70 %
0 %
0 %
0 %
60 %
70 %
100 %


Tabel  4.3.  Jumlah kecoa yang mati pada ekstrak umbi gadung yang disimpan 24 jam


Kotak
Volume ekstrak umbi gadung (mL)
Jumlah kecoa yang mati setelah jam ke -
2
4
6
8
10
12
I
II
III
IV
V
VI
Tidak disemprot
100
200
300
400
500
-
-
-
-
6
10
-
-
-
4
8
10
-
1
2
5
10
10
-
2
3
7
10
10
-
4
5
7
10
10
-
4
6
9
10
10


Tabel  4.4.  Persentase kecoa yang mati pada Ekstrak umbi gadung yang disimpan 24 jam

Kotak
Volume ekstrak umbi gadung
% kecoa yang mati pada jam ke-
2
4
6
8
10
12
I
II
III
IV
V
VI
Tidak disemprot
100 mL
200 mL
300 mL
400 mL
500 mL
0 %
0 %
0 %
0 %
60 %
100 %
0 %
0 %
0 %
40 %
80 %
100 %
0 %
10 %
20 %
50 %
100 %
100 %
0 %
20 %
30 %
70 %
100 %
100 %
0 %
40 %
50 %
70 %
100 %
100 %
0 %
40 %
60 %
90 %
100 %
100 %


4.2.    Pembahasan


Dari hasil pengamatan study banding ekstrak umbi gadung yang langsung di gunakan (tidak disimpan) dengan ekstrak umbi gadung yang disimpan  selama 24 jam, terhadap hasil penyemprotan kecoa sebagai berikut :
-          ekstrak umbi gadung yang langsung digunakan dengan kadar yang kecil tidak dapat membasmi kecoa
-          ekstrak umbi gadung yang sudah disimpan selama 24 jam dengan kadar yang kecil (sama dengan yang langsung) dapat membasmi kecoa lebih cepat.
Berikut ini grafik persentase kecoa yang mati setelah disemprot dengan ekstrak umbi gadung yang tidak disimpan;
























Gambar 4.1.  Grafik penyemprotan umbi gadung yang tidak disimpan terhadap kecoa

Dari grafik tersebut terlihat bahwa dengan volume sedang (300mL) kecoa sudah ada yang mulai mati. Semakin bertambahn volume ekstrak gadung semakin bertambah pula persentase kocoa yang mati. Hal ini dikarenakan makin banyak volume berarti makin banyak pula kadar alkaloidnya sehingga kandungan racun makin banyak pula

Umbi gadung mentah (sebelum fermentasi) mengandung alkaloid yang merupakan racun. Semakin tua usia umbi gadung, semakin besar kadar alkaloidnya sehingga makin baik untuk membasmi kecoa. Selain itu umbi gadung mengandung alkaloid yang dapat memberikan efek fisiologis tertentu pada makhluk hidup, hal ini terbukti pada ekstrak umbi gadung tanpa penyimpanan dapat pula mematikan kecoa walaupun dalam waktu yang lebih lama dan dosis lebih tinggi dibanding ekstrak umbi gadung yang telah disimpan (terfermentasi). Contoh alkaloid seperti  morfin, kokain, nikotin merupakan racun pada makhluk hidup jika berlebih, tetapi dapat pula sebagai obat berbagai penyakit dengan dosis tertentu.

Berikut ini gambar grafik persentase kecoa yang mati setelah disemprot dengan umbi gadung yang sudah disimpan 24 jam (fermentasi) :
















 



















Gambar 4.1.  Grafik penyemprotan umbi gadung yang disimpan 24 jam terhadap kecoa

Dari grafik tersebut terlihat bahwa dengan ekstrak gadung yang telah disimpan selama 24 jam pada volume rendah ( 100 mL ) kecoa sudah ada yang mati.
Hal itu dikarenakan dalam ekstrak umbi gadung, selain mengandung alkaloid juga mengandung alcohol. Alcohol tersebut berasal dari hasil fermentasi umbi gadung.
Perbedaan hasil tersebut disebabkan :
-          ekstrak umbi gadung yang langsung digunakan belum terjadi fermentasi
-          ekstrak umbi gadung yang sudah disimpan 24 jam telah terjadi fermentasi.
Umbi gadung yang mengandung karbohidrat jika disimpan pada tempat tertutup dapat terjadi fermentasi  alcohol dengan reaksi sebagai berikut :
1.      Gula →  asam pirufat (glikolisis)
2.      Dekarboksilasi asam piruvat
Asam piruvat →  Asetaldehid +  CO2
3.      Asetaldehi oleh alcohol dihidrogenase diubah menjadi alcohol

Ringkasan reaksi sebagai berikut:
         C6H12O6    2 C2H5OH + 2 CO2 + energi
Alkohol yang dihasilkan ini dapat menyebabkan rasa pusing-pusing bahkan kematian.
        
Ekstrak umbi gadung yang disimpan (fermentasi)  mengandung alkaloid dan alcohol dimana kedua senyawa ini dapat mematikan serangga, sehingga pada kadar/volum yang sama dapat membasmi serangga lebih cepat. Vulume umbi gadung berpengaruh terhadap prosesntase kematian kecoa, dimana semakin besar volume umbi gadung yang digunakan semakin besar pula prosentase kematian kecoa, hal ini disebabkan makin besar volume umbi gadung berarti makin besar pula kadar alkaloid dan alcohol yang digunakan membasmi kecoa. Jadi pada ekstrak umbi gadung yang telah terfermentasi terdapat dua jenis racun yaitu alkaloid dan alcohol sehingga lebih cepat membasmi kecoa dibandingkan ekstrak umbi gadung yang belum terfermentasi.

Insektisida di pasaran mengandung zat-zat berbahaya bagi kesehatan jika terhirup dan juga dapat mencemari tanah dan udara. Hal ini berbeda dengan ekstrak umbi gadung yang  merupakan insektisida ramah lingkungan, dimana kandungan zat-zat didalamnya dapat didegradasi atau diuraikan oleh mikroorganisme dan tidak mencemari atau tidak merusak alam . Umbi gadung kita peroleh dari alam kembali ke alam. Sebaiknya pergunakan zat-zat alami agar tidak merusak lingkungan sehingga bumi tetap sehat dan manusia dapat hidup di alam yang sehat pula.


V.               KESIMPULAN DAN SARAN

            Kesimpulan
             
Kesimpulan dari percobaan ini adalah :
1.      Umbi gadung (Dioscorea hispida) mentah mengandung alkaloid yang merupakan racun
2.      Umbi gadung (Dioscorea hispida) yang telah difermentasi mengandung alkaloid dan alcohol, dimana kedua zat ini merupakan racun
3.       Umbi gadung  (Dioscorea hispida) dapat digunakan sebagai pembasmi kecoa.
4.      Semakin besar volume ekstrak umbi (Dioscorea hispida)  gadung yang digunakan  semakin besar pula prosentase kematian kecoa.
5.      Umbi gadung merupakan pembasmi kecoa yang ramah lingkungan

            Saran
             
1.      Untuk penelitian selanjutnya dapat dicobakan pada serangga yang berbeda.
2.      Untuk perbaikan penelitian ini perlu dilakukan variasi yang lain dengan pengamatan yang lebih teliti seperti variasi jenis umbi gadung, usia umbi gadung dan sebagainya


Daftar Pustaka

Buckle, KA. Dkk.  1987.  Ilmu Pangan. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Campbell, N.A. J.B. Reece, & L.G. Mitchell. 2005. Biologi. Edisi ke-5. Terj. Dari   : Biology. 5th ed. Oleh Manalu, W. Penerbit Erlangga. Jakarta
D.A. Pratiwi, Dra,dkk..  2007. Biologi SMA Kelas XI. Penerbit Erlangga.
Dwidjoseputro. 2003. Dasar – dasar Mikrobiologi. Penerbit Djambatan. Jakarta.
Endang Susilowati. 2009. Theory and Application of Chemistri 3. Penerbit Tiga Serangkai. Solo
Sudarmo, Unggul. 2006. Jilid 3 Untuk SMA kelas XII. Penerbit Phibeta.  Jakarta.
Volk dan Wheeler.1988. Mikrobiologi Dasar. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Waluyo, L. 2007. Mikrobiologi Umum. UPT. Penerbit Universitas Muhammadiyyah Malang. Malang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Selamat Datang Di Blogger Ignasius Fandy Jayanto