BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Setiap ada masalah pasti ada sikap untuk
memecahkanya. Itulah kata-kata yang tidak asing lagi di telinga kita. Tetapi
kadang kita tidak mengetahu apa sebenarnya sikap itu, dan bagai mana kita
mengambil sikap dalam setiap permasalahan. Begitu juga dengan prasangka. Kadang
kita kurang memahami apa yang di maksud dari prasangka itu sendiri. Bahkan kita
mengartikan prasangka itu identik dengan hal-hal yang negativ atau hal jelek
saja, padahal sebenarnya tidak demikian. Maka dari itu dalam makalah ini kami
mau mencoba membahas tentang sikap dan prasangka, untuk menambah wawasan dan
pengetahuan kita.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana
pembentukan sikap dan prasangka?
2. Apa itu pengertian prasangka, diskriminasi, dan
integrasi dalam masyarakat?
3. Apa
saja hal hal yang bisa mempengaruhi perubahan sikap?
4. Apa saja sebab-sebab terjadinya prasangka?
5. Bagaimana cara mengurangi dan mengatasi prasangka?
6. Bagaimana cara menghilangkan
prasangka?
BAB
II
PEMBAHASAN
PRASANGKA.
DISKRIMINASI, DAN INTEGRASI MASYARAKAT
A. Sikap
dan Prasangka
Prasangka merupakan sikap sosial, yaitu kecenderungan (yang bersifat
perasaan dan pandangan) untuk berespon (positif/ negatif) terhadap orang,
objek, atau situasi. Dalam sikap terkandung suatu penilaian emosional yang
dapat berupa suka, tidak suka, senang, sedih, cinta, benci, dan sebagainya.
Kaena dalam sikap terdapat suatu kecenderungan berespons, maka seseorang
mempunyai sikap yang umumnya diketahui perilaku atau tindakan apa yang akan
dilakukannya bila bertemu dengan objeknya.
1. Pembentukan sikap
Sikap merupakan reaksi atao respon
seseorang terhadap suatu obyek tertentu yang mengandung suatu pemikiran baik
atau buruk, setuju atau tidak setuju karena adanya stimulus dari luar yang mengakibatkan suatu
tindakan tertentu.
Sikap terbentuk karena beberapa hal
diantaranya adalah;
a.
Terbentuk karena factor genetic
Terbentuknya sikap antara individu yang satu dengan yang lain pasti
berbeda-beda, ini di sebabkan karena factor genetic dan pola hidup yang berbeda-beda
pula.
b.
Terbentuk karena adanya pengelaman.
Kerena sikap yang
berasal dari pengalaman sehingga sikap di upayakan dengan cara pendidikan ,
pelatihan, dan sebagainya.
c. Terbentuknya karena
norma-norma yang telah di hayati sebelumnya.
d. Terbentuknya karena meniru sikap di pihak lain yang pernah di ketahuinya.
e. Karena adanya interaksi dengan obyek tertentu baik interaksi dalam
kelompok maupum dari luar.
2. Fungsi sikap
a. Fungsi instrumental
Dikatakan demikian
karena sikap yang kita pegang mempunyai alas an untuk mendapatkan suatu manfaat
yang semata-mata mengekspresikan keinginan kita untuk mendapatkan hadiah dan
menghindari hukuman.
b. Fungsi nilai ekspresif
Sikap yang
mengspresikan atas mencerminkan konsep diri kita terhadap suatu obyek tertentu.
c. Fungsi perubahan ego
Sikap yang berfungsi
melindungi kita dari kecemasan atau ancaman bagai harga diri kita.
d. Fungsi penyesuaian social
Dengan sikap
tertentu kita dapat menjadi anggota dari suatu komunitas tertentu.
3. Pembentukan Prasangka
Seorang individu atau kelompak yang
mempunyai prasangka terhadap individu/kelompok lain akan memandang segala fakta
yang baik akan menjdi propaganda.
Terbentuknya prasangka itu sendiri terbentuk dalam masa perkembangan seseorang bukan di bawa
sejak lahir dan sama halnya dengan sikap. Karna terbentuknya pada masa perkembangan seseorang maka
orang tua di anggap guru utama Prasangka pada saat seseorang masih usia dini.
Selain itu teman juga seseorang yang mempengarui prasangaka pada saat dalam usia sekolah.dan lingkunngan sekitar menjadi
pengaruh prasangka pada usia dewasa dan tua.
Selain itu hal yang dapat mempengarui
terbentuknya prasangka pada seseorang adalah sebagai berikut:
a. Perbedaan antar
kelompok/ perbedaan antar ras atau etnis.
Prasaangka yang
bersumber dari perbedaan etnis dapat di temukan pada masarakat heterogen. Yang
mempunyai latar kebudayaan yang berbeda-beda. Sedangkan yang ber sumber dari
perbedaan ras dapat di temukan dalam masyarakat yang multirasial seperti
amerika dan negara-negara eropa lainya.
b. Perbedaan
idiologi
Ini terjadi pada
masarakat di Negara yang memiliki idiologi yang kuat terhadap idiologi lain
yang menjadi lawanya.
c. Perbedaan yang
bersumber dari kejadian historis.
Contohnya:prasangka
terhadap orang yang berkulit putih terhadap negro di amerika serikat. Yang
berkar dari sejarah pebudakan orang-orang negro pada 300san tahun yang lalu.
Walupun sekarang orang-orang negro sudah bangkit tetapi tetap saja orang-orang
berkulit putih menganggap orangt negro sebagai manusua pemalas,bvodoh dll.
d. Kesenjangan
social kelompok mayoritas tehadap kelompok minoritas.
4. Hal hal yang mempengaruhi perubahan sikap
1. Karateristik sistem sikap
a. Sikap extreme
Yaitu sikap yang
sulit diubah baik dalam perubahan yag kongruen maupun yang inkongruen.
Perubahan kongruen adalah perubahan yang searah yakni bertambahnya drajat
kepositifan atau kenegatifan dari sikap semula. Sedangkan perubahan inkongruen
adalah perubahan sikap kearah yang berlawanan. Yang semula positif menjadi
negative dan sebagainya.
b. Multifleksitas
Yaitu suatu sikap
yang mudah diubah secara kongruen tetapi sulit diubah secara inkongruen atau
sebaliknya
c. Konsistensi
Yaitu sikap yang
stabil karena adanya komponen yang saling mendukung. Sikap ini mudah dirubah
secara kongruen, sedangkan sikap yang tidak stabil lebih mudah diubah secara
inkongruen.
d. Interconnectedness
Yaitu keterikatan
suatu sikap dengan sikap lain yang saling berhubungan. Contohnya ketaaatan
seseorang terhadap agama yang dianutnya dikaitkan dengan kencintaan yang begitu
mendalam kepada orang tuanya yang telah meninggal karena agama yang sama. Sikap
ini sulit diubah scara inkongruen.
2. Kepribadian individu
Perubahan sikap
seseorang sangat dipengaruhi oleh aspek aspek kepribadian. Adapun aspek aspek
kepribadian tersebut adalah:
a. Intelegensi
Tingkat pemahaman seseorang dalam
memahami suatu informasi sangat mempengaruhi sikapnya.
b. General persuasibility
Adalah kesiapan seseorang untuk
menerima pengaruh social tanpa memandang komunikatornya, topic, media, dan
komunikasinya.
c. Self defensiveness
Yaitu kecenderungan seseorang untuk
mempertahankan sikapnya demi mempertahankan hargadirinya.
3. Afisiliasi kelompok
Perubahan sikap
seseorang sangat dipengaruhi oleh dukungan kelompok terhadap dirinya. Seseorang
yang telah memegang teguh norma kelompoknya akan sulit diubah sikapnya secara
inkongkruen tetapi lebih mudah dirubah secara kongruen dengan cara diberi
arahan dan pengetahuan atau pengalaman oleh kelompoknya
5.
Komponen Sikap
a.
Komponen
kognitif: proses evaluatif (membandingkan, menganalisis,mendayagunakan
pengetahuan yang ada untuk memberikan sesuaturangsang) perubahan pada ranah ini
akan mempengeruhi sikap
b.
Komponen Afektif: perasaan senang, tidak senang dan perasaanemosional lain sebagai akibat dari proses evaluatif
yang dilakukan
c.
Komponen
Perilaku: sikap selalu diikuti dengan kecenderungan untukberpoila perilaku
tertentu (disonansi sikap: ketidakcocokan perilaku seseorang dengan sikapnya
B.
Kategorisasi dan Stereotipe
Kategorisasi adalah proses pengambilan keputusan dengan jalan
mengelompokkan benda ke dalam kelompok tertentu. Kategorisasi
pada dasarnya merupakan proses kognitif yang netral; artinya, menetapkan benda
dalam kategori tertentu; individu tidak ikut menilai. Kalaupun memberikan
penilaian, baik langsung maupun tidak langsung melalui proses pelaziman
(conditioning), kemungkinan besar gagasan atau gambaran negative akan melekat
atau menetap pada orang tersebut.
Stereotipe adalah tanggapan atau gambaran tertentu mengenai sifat-sifat
dan watak pribadi orang/ golongan lain yang bercorak negatif akibat tidak
lengkapnya informasi dan sifatnya yang subjektif.
Kesulitan
komunikasi akan muncul dari penstereotipan (stereotyping), yakni
menggeneralisasikan orang-orang berdasarkan sedikit informasi dan membentuk
asumsi orang-orang berdasarkan keanggotaan mereka dalam suatu kelompok. Dengan
kata lain, penstereotipan adalah proses menempatkan orang-orang ke dalam
kategori-kategori yang mapan, atau penilaian mengenai orang-orang atau
objek-objek berdasarkan kategori-kategori yang sesuai, ketimbang berdasarkan
karakteristik individual mereka. Banyak definisi stereotype yang dikemukakan
oleh para ahli, kalau boleh disimpulkan, stereotip adalah kategorisasi atas
suatu kelompok secara serampangan dengan mengabaikan perbedaan-perbedaan
individual. Kelimpik-kelompok ini mencakup : kelompok ras, kelompok etnik, kaum
tua, berbagai pekerjaan profesi, atau orang dengan penampilan fisik tertentu.
Stereotip tidak memandang individu-individu dalam kelompok tersebut sebagai
orang atau individu yang unik.
Contoh stereotip :
Ø Laki-laki berpikir logis
Ø Wanita bersikap mental
Ø Orang berkaca mata minus jenius
Ø Orang batak kasar
Ø Orang padang pelit
Ø Orang jawa halus-pembawaan
Faktor-faktor yang menyebabkan adanya stereotip antara lain:
1.
Sebagai manusia kita cenderung membagi dunia ini ke dalam dua kategori :
kita dan mereka. Karena kita kekurangan informasi mengenai mereka, kita
cenderung menyamaratakan mereka semua, dan mengangap mereka sebagai homogen.
2.
Stereotip tampaknya bersumber dari kecenderungan kita untuk melakukan kerja
kognitif sedikit mungkin dalam berpikir mengenai orang lain. Dengan kata lain,
stereotip menyebabkan persepsi selektif tentang orang-orang dan segala sesuatu
disekitar kita.
Stereotip dapat
membuat informasi yang kita terima tidak akurat. Pada umumnya, stereotip
bersifat negative. Stereotip tidak berbahaya sejauh kita simpan di kepala kita,
namun akan bahaya bila diaktifkan dalam hubungan manusia. Stereotip dapat
menghambat atau mengganggu komunikasi itu sendiri. Contoh dalam konteks
komunikasi lintas budaya misalnya, kita melakukan persepsi stereotip terhadap
orang padang bahwa orang padang itu pelit. Lewat stereotip itu, kita
memperlakukan semua orang padang sebagai orang yang pelit tanpa memandang
pribadi atau keunikan masing-masing individu. Orang padang yang kita perlakukan
sebagai orang yang pelit mungkin akan tersinggung dan memungkinkan munculnya
konflik. Atau misal stereotip terhadap orang batak bahwa mereka itu kasar.
Dengan adanya persepsi itu, kita yang tidak suka terhadap orang yang kasar
selalu berusaha menghindari komunikasi dengan orang batak sehingga komunikasi
dengan orang batak tidak dapat berlangsung lancar dan efektif. Stereotip
terhadap orang afrika-negro yang negatif menyebabkan mereka terbiasa
diperlakukan sebagai kriminal. Contohnya, di Amerika bila seseorang (kulit
putih) kebetulan berada satu tempat/ruang dengan orang negro mereka akan ,
secara refleks, melindungi tas atau barang mereka, karena menggangap orang
negro tersebut adalah seorang pencuri. Namun, belakangan, stereotip terhadap
orang negro sudah mulai berkurang terleih sejak presiden amerika saat ini juga
keturunan negro. Orang Indonesia sendiri di mata dunia juga sering
distereotipkan sebagai orang-orang ’anarkis’ , ’bodoh’, konservatif-primitif,
dll.
C.
Prasangka dan Diskriminasi
Prasangka adalah pengambilan keputusan tanpa penelitian dan pertimbangan
yang cermat, tergesa-gesa atau tidak matang karena kurangnya pengetahuan,
pengertian, dan fakta kehidupan yang menunjukkan pada sikap ketidakadilan.
Diskriminasi adalah perlakuan
yagn sifatnya membeda-bedakan antara sesame warga Negara karena pengaruh
keturunan, suku, warna kulit dan agama
D.
Sebab-sebab Terjadinya Prasangka
Prasangka merupakan salah satu fenomena
yang hanya bisa ditemui dalam kehidupan sosial. Munculnya prasangka merupakan
akibat dari adanya kontak-kontak sosial antara berbagai individu di dalam
masyarakat. Seseorang tidak mungkin berprasangka bila tidak pernah mengalami
kontak sosial dengan individu lain. Akan tetapi prasangka tidak semata-mata
dimunculkan oleh faktor sosial. Faktor kepribadian turut berperan dalam
menciptakan apakah seseorang mudah berprasangka atau tidak. Walaupun faktor
sosial sangat menunjang untuk menciptakan prasangka, belum tentu seseorang akan
berprasangka karena masih tergantung pada tipe kepribadian yang dimiliki,
apakah ia memiliki tipe kepribadian berkecenderungan berprasangka atau tidak.
Lalu manakah yang lebih penting faktor sosial atau faktor kepribadian dalam
menciptakan prasangka? Jawabannya bisa keduanya sama penting atau bisa salah
satu lebih penting. Apabila tekanan dalam melihat prasangka adalah konteks
sosialnya, tentu saja faktor sosial merupakan faktor terpenting. Sedangkan bila
konteks individu yang ditekankan, maka faktor individual bisa jadi dinilai
lebih penting.
Ada lima pendekatan dalam menentukan sebab terjadinya
prasangka, yaitu sebagai berikut.
a.
Pendekatan
Historis
Didasarkan
atas teori Pertentangan Kelas yaitu menyalahkan kelas rendah yang imperior,
dimana mereka yang tergolong dalam kelas atas mempunyai alasan untuk
berprasangka terhadap kelas rendah).
b.
Pendekatan
Sosiokultural dan Situasional
Meliputi
mobilitas sosial, konflik antar kelompok, stigma perkantoran dan sosialisasi.
c.
Pendekatan
Kepribadian
Teori
ini menekankan kepada faktor kepriadian sebagai penyebab prasangka (Teori
Frustasi Agresi).
d.
Pendekatan
Fenomenologis
Ditekankan
bagaimana individu memandang/mempersepsikan lingkungannya, sehingga persepsilah
yang menyebabkan prasangka.
e.
Pendekatan
Naïve
Menyatakan
bahwa prasangka lebih menyoroti objek prasangka dan tidak menyoroti individu
yang berprasangka.
E. Mengatasi
dan Mengurangi Prasangka
Usaha untuk mengatasi dan mengurangi prasangka
yaitu sebagai berikut:
1.
Perbaikan kondisi sosial ekonomi
2.
Melalui pendidikan anak
3.
Mengadakan kontak di antara dua kelompok yang
berprasangka
4.
Permainan peran
5.
Perluasan kesempatan belajar
6.
Sikap terbuka dan sikap lapang
7.
Memutuskan siklus prasangka: belajar
tidak membenci karena dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain. Dengan
cara mencegah orang tua dan orang dewasa lainnya untuk melatih anak menjadi
fanatic.
8.
Berinteraksi langsung dengan kelompok
berbeda:
i)
contact
hypothesis—pandangan bahwa
peningkatan kontak antara anggota dari berbagai kelompok sosial dapat efektif
mengurangi prasangka diantara mereka. Usaha-usaha tersebut tampaknya berhasil
hanya ketika kontak tersebut terjadi di bawah kondisi-kondisi tertentu.
ii)
extended contact
hypothesis—sebuah pandangan yang menyatakan bahwa hanya dengan
mengetahui bahwa anggota kelompoknya sendiri telah membentuk persahabatan
dengan anggota kelompok out-group dapat mengurangi prasangka terhadap
kelompok tersebut.
9.
Kategorisasi ulang batas antara “kita”
dan “mereka” hasil dari kategorisasi ulang ini, orang yang sebelumnya dipandang
sebagai anggota out-group sekarang dapat dipandang sebagai bagian dari in-group.
10. Intervensi kognitif: memotivasi orang lain untuk tidak berprasangka,
pelatihan (belajar untuk mengatakan “tidak” pada stereotype).
11. Pengaruh social untuk mengurangi prasangka.
F.
Prasangka dan Integrasi Masyarakat
Integrasi adalah kerja sama dari seluruh anggota masyarakat secara
keseluruhan, mulai dari individu,
keluarga, lembaga-lembaga dan masyarakat secara keseluruhan sehingga menghasilkan
persenyawaan-persenyawaan berupa adanya konsensus nilai-nilai yang sama-sama
dijunjung tinggi.
Bentuk-bentuk akomodatif yang
dapat mengurangi konflik sebagai akibat dari prasangka, meliputi empat dasar
sistem, yaitu:
a.
Sistem
budaya, seperti nilai-nilai Pancasila dan UUD 1994
b.
Sistem
sosial, seperti kolektif-kolektif sosial dalam segala bidang
c.
Sistem
kepribadian, terwujud sebagai pola-pola penglihatan (persepsi), perasaan,
pola-pola penilaian yang dianggap pola-pola keindonesian
d.
Sistem
organik jasmaniah, di mana nasion tidak didasarkan atas persamaan ras.
Dalam hal ini terjadi kerja sama,
akomodasi, asimilasi dan berkuranmgnya sikap- sikap
prasangka di antara anggota msyarakat secara keseluruhan. Integrasi masyarakat
akan terwujud apabila mampu mengendalikan prasangka yang ada di dalam
masyarakat, sehingga tidak terjadi konflik, dominasi, mengdeskriditkan
pihak-pihak lainnya dan tidak banyak sistem yang tidak saling melengkapi dan
tumbuh integrasi tanpa paksaan. Oleh karena itu untuk mewujudkan integrasi
bangsa pada bangsa yang majemuk dilakukan dengan mengatasi atau mengurangi
prasangka.
Menurut pandangan para penganut
fungsionalisme integrasi sosial dalam masyarakat senantiasa terkait dengan dua
landasan berikut :
- Suatu masyarakat senantiasa terintegrasi
di atas tumbuhnya konsensus (kesepakatan) di antara sebagian besar anggota
masyarakat tentang nilai-nilai kemasyarakatan yang bersifat fundamental
(mendasar)
- Masyarakat terintegrasi karena berbagai
anggota masyarakat sekaligus menjadi anggota dari berbagai kesatuan sosial
(cross-cutting affiliation). Setiap konflik yang terjadi di antara kesatuan
sosial dengan kesatuan sosial lainnya akan segera dinetralkan oleh adanya
loyalitas ganda (cross-cutting loyalities) dari anggota masyarakat terhadap
berbagai kesatuan sosial.
Sehingga definisi dari integrasi sosial
dalam masyarakat dapat diartikan sebagai kerjasama dari seluruh anggota
masyarakat, mulai dari individu, keluarga, lembaga-lembaga dan masyarakat
secara keseluruhan. Sehingga menghasilkan persenyawaan-persenyawaan, berupa
adanya konsensus nilai-nilai yang sama dijunjung tinggi. Dalam hal ini terjadi
kerja sama, akomodasi, asimilasi dan berkuranmgnya sikap-sikap prasangka di
antara anggota msyarakat secara keseluruhan.
Integrasi masyarakat akan terwujud apabila mampu mengendalikan prasangka yang ada di dalam masyarakat, sehingga tidak terjadi konflik, dominasi, mengdeskriditkan pihak-pihak lainnya dan tidak banyak sistem yang tidak saling melengkapi dan tumbuh integrasi tanpa paksaan.
Integrasi masyarakat akan terwujud apabila mampu mengendalikan prasangka yang ada di dalam masyarakat, sehingga tidak terjadi konflik, dominasi, mengdeskriditkan pihak-pihak lainnya dan tidak banyak sistem yang tidak saling melengkapi dan tumbuh integrasi tanpa paksaan.
Integrasi sosial dalam masyarakat dapat
dicapai apabila unsur-unsur sosial saling berinteraksi.Selain itu norma-norma
sosial dan adat istiadat yang baik turut menjadi penunjang untuk mencapai
integrasi sosial tersebut. Hal ini dikarenakan norma-norma sosial dan adat
istiadat merupakan unsur yang mengatur perilaku dengan mengadakan tuntutan
mengenai bagaimana orang harus bertingkah laku.
Namun demikian tercapainya integrasi sosial dalam masyarakat memerlukan pengorbananm, baik pengorbanan perasaan, maupun pengrobanan materil. Dasar dari pengorbanan adalah langkah penyesuaian antara perbedaan perasaan, keinginan, ukuran dan penilaian di dalam masyarakat tersebut. Maka dari itu norma sosial sebagai acuan bertindak dan berprilaku dalam masyarakat akan memberikan pedoman untuk seorang bagaimana bersosialisasi dalam masyarakat.
Adapun faktor - faktor internal dan eksternal yang dapat mempengaruhi integrasi sosial dalam masyarakat, antara lain sebagai berikut:
-Faktor internal: kesadaran diri sebagai makhluk sosial, tuntutan kebutuhan, dan semangat gotong royong.
Namun demikian tercapainya integrasi sosial dalam masyarakat memerlukan pengorbananm, baik pengorbanan perasaan, maupun pengrobanan materil. Dasar dari pengorbanan adalah langkah penyesuaian antara perbedaan perasaan, keinginan, ukuran dan penilaian di dalam masyarakat tersebut. Maka dari itu norma sosial sebagai acuan bertindak dan berprilaku dalam masyarakat akan memberikan pedoman untuk seorang bagaimana bersosialisasi dalam masyarakat.
Adapun faktor - faktor internal dan eksternal yang dapat mempengaruhi integrasi sosial dalam masyarakat, antara lain sebagai berikut:
-Faktor internal: kesadaran diri sebagai makhluk sosial, tuntutan kebutuhan, dan semangat gotong royong.
-Faktor
eksternal:
tuntutan perkembangan zaman, persamaan kebudayaan, terbukanya kesempatan
berpartisipasi dalam kehidupan bersama, persaman visi, misi, dan tujuan, sikap
toleransi, adanya kosensus nilai, dan adanya tantangan dari luar
BAB III
KESIMPULAN
Prasangka merupakan sikap sosial, yaitu
kecenderungan (yang bersifat perasaan dan pandangan) untuk berespon
(positif/negatif) terhadap orang, objek, atau situasi. Dalam sikap terkandung
suatu penilaian emosional yang dapat berupa suka, tidak suka, senang, sedih,
cinta, benci, dan sebagainya. Seorang individu atau kelompak yang mempunyai prasangka terhadap
individu/kelompok lain akan memandang segala fakta yang baik akan menjdi
propaganda.
Sikap merupakan reaksi atao respon seseorang terhadap suatu obyek tertentu
yang mengandung suatu pemikiran baik atau buruk, setuju atau tidak setuju karena adanya stimulus
dari luar yang mengakibatkan suatu tindakan tertentu.
Terbentuknya prasangka itu sendiri terbentuk dalam masa perkembangan seseorang bukan di bawa
sejak lahir dan sama halnya dengan sikap. Karna terbentuknya pada masa perkembangan seseorang maka
orang tua di anggap guru utama Prasangka pada saat seseorang masih usia dini.
Selain itu teman juga seseorang yang mempengarui prasangaka pada saat dalam usia sekolah.dan lingkunngan sekitar menjadi
pengaruh prasangka pada usia dewasa dan tua.
Kategorisasi adalah proses pengambilan keputusan dengan jalan
mengelompokkan benda ke dalam kelompok tertentu. Kategorisasi
pada dasarnya merupakan proses kognitif yang netral; artinya, menetapkan benda
dalam kategori tertentu; individu tidak ikut menilai. Kalaupun memberikan
penilaian, baik langsung maupun tidak langsung melalui proses pelaziman
(conditioning), kemungkinan besar gagasan atau gambaran negative akan melekat
atau menetap pada orang tersebut.
Stereotipe adalah tanggapan atau gambaran tertentu mengenai sifat-sifat
dan watak pribadi orang/ golongan lain yang bercorak negatif akibat tidak
lengkapnya informasi dan sifatnya yang subjektif.
Diskriminasi adalah perlakuan yagn sifatnya membeda-bedakan antara
sesame warga Negara karena pengaruh keturunan, suku, warna kulit dan agama
Integrasi adalah kerja sama dari seluruh anggota masyarakat secara
keseluruhan, mulai dari individu,
keluarga, lembaga-lembaga dan masyarakat secara keseluruhan sehingga menghasilkan
persenyawaan-persenyawaan berupa adanya konsensus nilai-nilai yang sama-sama
dijunjung tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
www.edukasi.kompasiana.com
www.riyan-adiyasa.blogspot.com/2011/12/sikap-dan-prasangka.html
www.100jutasebulan.com/definisi/10346-Definisi-Stereotipe.html
www.isramrasal.wordpress.com
www.smartpsikologi.blogspot.com
www.annisaavianti.wordpress.com
www.mustainronggolawe.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Selamat Datang Di Blogger Ignasius Fandy Jayanto