1. Bagaimanakah agar anak kita dapat menyukai tantangan menjawab soal matematika yang menjebak. Bila Ibu memberikan contoh 94x98 sudah ada solusinya . Nah bila soalnya itu menjebak seperti 44X56 dengan konsep yang Ibu berikan. Bagaimana agar si Anak tidak merasa mendapatkan contoh yang mudah tapi diberikan soal yang rada sulit, sedangkan di kelas mereka dibatasi dengan waktu dalam menyelesaikan suatu soal (perhitungan matematika)
Jawab :
Dalam Matemagica kita akan belajar
1. Perkalian silang (PERSIK)
2. perkalian komplementer (PERMEN)
3. kotak perkalian (KOPER)
Poin1 dan3 bisa diterapkan untuk semua perkalian, poin 2 untuk perkalian yang mendekati pada suatu bilangan. Misalkan dekat 50, 100, 200, dst Kalau memang dekat 50 akan lebih mudah dan cepat dikerjakan dengan PERMEN. Tapi walau demikian, bila anak suka mengerjakan dengan PERSIK atau KOPER pun tak masalah
Dengan PERMEN
44 -6
56 6
-----x
44+6=50(00)x½ = 25(00) Ket: Karena mendekatkan ke 50, maka 50 ratusan harus dikalikan ½
6x–6= = -36
---------
2464
Dengan PERSIK
44
56
-------x
2464
4x6=24 tulis 4 simpan 2
(4x6)+(4x5)=44+2=46 tulis 6 simpan 4
4 x 5 = 20 + 4 = 24 tulis 24, Jadi jawaban = 2464
2. Saya kurang jelas/paham mengenai penjumlahan dengan kolom panjang. Dapatkah Ibu memberikan trik/tips yang lebih jelas/akurat lagi.
Jawab :
Penjumlahan kolom panjang
1. lihat soal
2. jumlahkan bilangan yang akan menjadi bilangan bulat, misalkan 1000, 100, 10
3. jumlahkan sisanya
contoh
121
315
789
891
234
456
654
Lihat KOLOM RATUSAN: Mana yg bisa dijadikan 1000?
300+700=1000
800+200=1000
400+600=1000
100 = 100
------------+
3100
Lihat KOLOM PULUHAN: Mana yg bisa dijadikan 100?
20+80=100
10+90=100
50+50=100
30 = 30
-------+
330
Lihat KOLOM SATUAN: Mana yg bisa dijadikan 10?
1+9=10
5+1+4=10
6+4 = 10
-----------------+
30
Jadi penjumlahan yg panjang tersebut bisa disederhanakan: 3100+330+30= 3460 (lebih sederhana bentuk persamaannya).
Contoh lain misalkan deret bilangan seperti ini : 1+2+3+4+5+6+7+8+9=?
ada di buku SD, di buku tersebut akan diselesaikan dengan rumus (rumus deret). Rumus harus dihapal. Menurut saya daripada menghapal rumus, lebih baik dikerjakan dengan konsep seperti yang saya sebutkan diatas.
1+9=10
2+8=10
3+7=10
4+6=10
sisa 5 (tidak punya pasangan)
----------+
45
Sekarang bagaimana dengan deret seperti ini
6
7
8
5
6
7
6
7
7
7
8
7
---- +
Lihat
1. nilai berapa yang sering muncul ? yaitu 7
2. ada berapa banyaknya (jumlah) bilangan ? 12
3. sehingga jumlah perkiraan adalah 7x12=84
4. kurang dan lebihkan dengan 7
6 -1 (kurang 1 untuk menjadi 7)
7
8 +1 (lebih 1 untuk menjadi 7)
5 -2
6 -1
7
6 -1
7
7
7
8 +1
7
---------+
-3
Jadi persamaan penjumlahan kolom panjang tsb menjadi: 84–3=81
3. Matemagica baru saya dengar dan baru saya baca pada seminar ini, apakah matemagica ini dapat disosialisasikan ke anak-anak di Sekolah dengan mudah dan murah tanpa harus kursus, berhubung masih banyak yang belum mampu ("dalam hal ekonomi")
Jawab :
Selain SEDALAM HASRAT MENUNTUT ILMU, kami memiliki motto lain, yaitu: PENGETAHUAN UNTUK SEMUA ORANG.
Pendidikan murah tidak harus berbiaya murah, karena hal ini akan mengurangi mutu. Tetapi tidak ada pula pendidikan yg benar-benar gratis. Pasti ada business cost-nya. Katakanlah materi matemagica bisa diakses gratis di Bukamata.com tetapi bagi pengakses tentu masih dibutuhkan biaya koneksi internet.
Kebijakan kami adalah subsidi silang. Orangtua murid yang mampu secara ekonomi harus membayar. Tetapi dilain pihak, orangtua murid tidak mampu tidak perlu membayar. Sebab tidak mungkin kami “bergerak” untuk mensosialisasikan metode ini tanpa biaya. Itu tidak mungkin. Seminar online ini memang FREE. Tetapi tidak sepenuhnya benar karena memang masih ada biaya lain yg mengikutinya. Pada Unit Kegiatan KOMPUTER ANAK (usia TK) di Komunitas Bukamata sudah kami terapkan sistem ini. Orangtua anak yg kurang mampu ekonominya hanya kami kenakan Rp. 5.000 (lima ribu) per bulan untuk 4 kali pertemuan (tidak ada biaya pendaftaran). Dibandingkan kursus Komputer Anak di mall-mall, pendaftarannya saja sudah 25.000 (paling murah), biaya bulanannya Rp. 175.000 per anak untuk 4 kali pertemuan. Berbeda jauh sekali dng Bukamata!
Mungkin jalan terbaik harus ada sponsor yg membiayai ini semua, Bukamata tinggal bertanggungjawab pada materi untuk disampaikan ke sebanyak mungkin sekolah (terutama sekolah negeri di daerah-daerah). Sponsor yg tepat sih seharusnya DikNas. Tapi apa DikNas mau berkorban seperti ini? Saya masih ragu.
From: Dewi Anggraini [mailto:deang@centrin.net.id]
Sent: 15 March 2005 17:39
Subject: [wrm-seminar] Dewi pertanyaan untuk Ibu Srihari
Saya ibu dr seorang anka umur 4 tahun. Yang ingin saya tanyakan adl :
1.Kalau matemagica disarankan untuk anak 8 thn ke atas, bagaimana bila kita ingin membuat anak mencintai matematika dan mengenalkan konsep berhitung sejak dini?
Jawaban :
Jika pendekatan matemagica yang ingin dilakukan, mungkin materi matemagica yg ada saat ini belum bisa diterapkan kepada anak di bawah usia 8 tahun. Tetapi kami sedang mempersiapkan materi pendekatan matemagica untuk anak usia 5-7 tahun. Mudah2an bisa terealisasi tahun ini juga.
Tetapi untuk pendekatan umum pengenalan konsep matematika, ibu Dewi bisa merujuk pada jawaban kami untuk pertanyaan yang mirip dengan pertanyaan ibu Dewi.
2.Sekarang saya memperkenalkan berhitung sederhana kepada anak saya dengan cara bermain jual2 an (misal saya ingin membeli mobil2an dua buah kemuadian anak saya yg jadi penjualnya dan menghitung jumlah barang yg hendak dibeli)
Apakah ada lagi konsep matematika yg dpt diberikan kepada anak usia 4 thn?
Jawab:
Apa yang sudah ibu terapkan sangat baik dan benar bu Dewi. Dengan berkain jual2an maka sang anak akan memahami konsep tambah-kurang dengan sebenarnya. Tidak abstrak. Dan kami juga melakukan hal yang sama kepada anak pertama kami (kelas 3 SD) bahkan sudah belajar perhitungan tambah-kurang-kali-bagi melalui simulasi bermain saham. Mungkin ini terdengar agak berlebihan, tetapi yg kami maksud di sini bukan mengerti bermain saham, melainkan hanya mengerti konsep tambah-kurang-kali-bagi secara nyata. Biasanya anak-anak dibawa ke kantor oleh suami untuk melihat proses berhitung seperti ini. Jadi jangan kuatir bu Dewi, masih banyak cara untuk mengenalkan konsep matematika. Yang terpenting harus sesuai dengan karakter anak.
3.Saya saat ini sedang tertarik utk memasukkan anak saya les matematika yg konsep belajarnya sambil bermain dan lebih melatih kepada logika (dikhususkan utk anak usia 3 s/d 7 thn)
Apakah ini bagus untuk anak saya?
Jawab:
Sangat bagus. Yang terpenting adalah anak akan tahu dengan pasti untuk apa dia belajar matematika. Di Mathmagic Club kami ajak anak-anak langsung pergi ke mall untuk melatih ketrampilan berhitungnya. Atau pergi ke bank untuk mengetahui perhitungan prosentase. Dan matemagica menjadi tools-nya. Diharapkan dng pendekatan ini matemagica tidak hanya dipahami sebagai berhitung cepat saja, melainkan dipahami pula oleh sang anak sebagai strategi baru yg memang berguna untuk dirinya.
4.Apakah ibu sudah merilis buku Matemagica ini di pasaran(Gramedia)?Sebab di makalah ibu ada menyebutkan "Sesi Tanya Jawab di Gramedia".
Jawab:
Sudah bu Dewi. Sudah ada di seluruh Gramedia dan toko buku lainnya di seluruh Indonesia. Saat ini sudah cetakan kedua.
From: hani iskadarwati [mailto:haniiskadarwati@yahoo.com]
Sent: 15 March 2005 08:57
Subject: [wrm-seminar] Hani I :pertanyaan kepada Ibu Srihari dan Bapak Bekti
4. Kami sekeluarga kebetulan penggemar buku. Pertanyaan ini mungkin di
luar jalur: kalau tidak berkeberatan mohon di-sharing konsep pemikiran
siapa atau teori dari buku mana saja yang Ibu dan Bapak jadikan bahan acuan.
Jawab:
Blum, Raymond, Mathemagic, New York: Sterling Publishing Co., Inc. 1991
Edwards, Roland, Alge-cadabra! Algebra Magic Tricks, Pacific Grove CA:
Critical Thinking Press & Software, 1992
Fraser, Don, Mathemagic, Palo Alto Ca: Dale Seymore Publications, 1985
Sherad, III, Wade H, Mathemagic in the Classroom, Portland ME: J. Weston
Walch Publisher 1983
Frankestein, Marily, “Using Mathematical Magic to Reinforce Problem-Solving
Methods”, The Mathematics Teacher, p.96-100, 1984
Flansburg, Scott, www.humancalculator.com, 1993
Semua pustaka di atas memiliki kesamaan dalam pemecahan persoalan
berhitung. Dan pemecahan soal berhitung tersebut juga bersumber pada satu
literatur, yaitu GANITA SUTRA dalam literatur VEDAS (teknik berhitung yang
ditemukan di India dan berusia sekitar 3000 tahun yang lalu).
Pustaka di atas adalah seluruh bahan acuan kami dalam menulis buku
Mathmagic: Cara Sangat Mudah, Cepat dan Tepat Menyelesaikan Perhitungan
Matematika, Penerbit KAWAN PUSTAKA, tahun 2004 yang lalu dan kini sudah
beredar di seluruh toko buku di Indonesia, cetakan kedua.
Metode Matemagica di Komunitas Bukamata juga bersumber pada literatur yang
sama. Ketika kami mencoba mengeksplorasi Mathemagic atau Mathmagic (Scott
Flansburg) maupun buku tulisan Elf McBride berjudul MQ: MERANGSANG
KEJENIUSAN MATEMATIKA ANAK, terdapat kesamaan dalam apa yang diungkapkan
pada salah satu Sutra (Rumus Besar) dari 16 Sutra yang ada di literatur
Vedas.
From: Ahmad Hideo Alfarisi [mailto:hideo04@telkom.net]
Sent: 15 March 2005 14:19
Subject: [wrm-seminar] Abdul pertanyaan untuk Bp. Bekti Hermawan & Ibu. Ir.
Srihari
Saya adalah ayah dari 1 orang Putra 1 Tahun 2 Bulan.
Pertanyaan saya adalah sama dengan peserta lainnya yaitu bagaimana
memperkenalkan kepada anak yang masih seusia anak saya.
Sebenarnya yang bapak/ibu paparkan telah saya pelajari semasa saya sekolah.
Terutama dimana jika kita mampu mengerjakan persoalan dengan cara yang
lebih mudah akan membuat kita menyelesaikan persoalan lebih cepat dari
rekan kita yang lainnya. Jika kita bisa lebih cepat kita akan merasa senang
dan ingin mengerjakan sisa waktu yang kita miliki dengan persoalan baru.
Disini faktor psikologis akan bermain jika kita semakin sering berlatih dan
sudah menyeleaikan semua soal di buku otomatis kita bisa mengajarkan kepada
teman kita dan kita semakin punya waktu untuk berdebat dengan guru tentang
kemungkinan penyelesaian lain dari persoalan yang dihadapi. Tetapi ternyta
seperti yang Bp. Bekti sampaiakn adapula guru yang tidak memahami
arti "Banyak Jalan Menuju ROma" sehingga malah mematikan kreatifitas anak.
Saya mengalami hal ini di usia SMA tetapi untungnya di usia SMP guru saya
mengerti jalan pikiran dan kreatifitas saya. Sehingga pada saat bertemu
Guru SMA saya lebih cuek dan tetap mengembangkan kreatifitas saya.
Pertanyaannya. Saya memang pernah mengalami ini sendiri tetapi bagaimana
cara kita mengajarkan kepada anak kita?
Jawab:
Terimakasih bapak Ahmad. Apa yg terungkap dalam pengalaman bapak adalah
terungkap juga dalam pengalaman kami di Komunitas Bukamata. Filosofi dan
konsep yang tertuang dalam Visi-Misi Bukamata adalah: SEDALAM HASRAT
MENUNTUT ILMU. Jadi kita tidak akan bertambah ilmu kalau kita tidak
memiliki hasrat untuk menimbanya. Seperti pada CV yang telah saya sampaikan
pada panitia seminar, saya memiliki latar belakang pendidikan Agribisnis,
Sosial Ekonomi Pertanian, IPB. Tapi mengapa sekarang banyak bereksperimen
di Matemagica? Inilah hasrat saya pak Ahmad untuk turut menjadi guru bagi
anak-anak saya. Seandainya saya tidak memiliki hasrat untuk melakukan hal
ini, maka akan mustahil terjadi Matemagica (pengembangan dari Mathmagic
atau Ganita Sutra).
Semangat “sedalam hasrat menuntut ilmu” jika diterapkan dengan baik dan
benar akan menimbulkan pemahaman “kebenaran logis”. Kelihatannya susah
dimengerti dan terlalu filosofis. Tetapi kebenaran logis ini (dlm hal ini
berhitung aritmatika) bisa divisualisasikan melalui Mathmagic atau
Matemagica. Contoh sederhananya:
Untuk mendapatkan jumlah 100, bisa dilakukan melalui berapa cara? Banyak,
bukan? Bisa 10x10, 90+10, 25x4, 78+22, 200-100, 400:4 dan sebagainya.
Tetapi mengapa orangtua atau guru kadang tidak mau mengakui hal seperti ini:
1245-968=?
Di matemagica dilakukan cara:
1000-0=1000
200-900= -700
40-60= -20
5-8= -3
Jadi bentuk pengurangan 1245-968 akan sama hasilnya bila dilakukan proses
1000-700-20-3=300-20-3=280-3=277. Jika sudah terbiasa, tanpa menulis
biasanya anak akan menghitung di otaknya 1000-700-20-3 tersebut lebih mudah
karena memang bentuk persamaannya lebih sederhana (banyak NOL-nya) dan
tidak ada proses “meminjam”
Jadi pak Ahmad, secara teknis sebenarnya tidak ada masalah dan ini sudah
memenuhi “kebenaran logis” sebagaimana yang terungkap dalam literatur
GANITA SUTRA. Justru halangan yang terbesar bagi sang anak adalah kendala
non teknis, yaitu seperti tidak adanya pengakuan dari para pendidik dan
pengajar terhadap suatu metode yang baik dan benar (secara logika adalah
baik dan benar).
Karena matemagica bukan untuk “menggantikan” cara konvensional yg telah ada
di sekolah2, tetapi justru melengkapi dan memperluas wawasan sang murid
dalam memecahkan soal berhitung, maka pengenalan metode ini kepada anak
adalah perlu.
Apa yang saya lakukan adalah mengajarkan matemagica kepada anak-anak saya
dan teman-temannya apa adanya. Dan tidak bisa dipungkiri bahwa anak-anak
lebih merespon karena mereka hanya memiliki satu kepentingan dan tujuan,
yaitu mendapatkan jawaban dng cara mudah.
Jadi cara mengenalkan matemagica kepada anak yang saya lakukan adalah
membandingkan langsung dng cara konvensional di hadapan anak, pak Ahmad.
Dari situ anak dapat memilih sendiri cara mana yg lebih sederhana dan
mudah. Inilah cara yg paling efektif untuk memperkenalkan matemagica pada
anak (anak saya kelas 3 SD).
Tapi bapak tetap harus ingat bahwa kendala non teknis akan menjadi
penghalang paling besar dalam mengajarkan suatu metode.
From: KT OCTAVIASTUTI [mailto:octaviastuti@yahoo.com]
Sent: 15 March 2005 17:02
Subject: [wrm-seminar] Ketty Buat Ibu Srihari dan Pak Hermawan
Saya ibu dari toddler berusia 18 bulan dan kebetulan saat ini kami tinggal
di LN.. Pertanyaan saya hampir sama dengan pertanyaan2 ibu/bapak yang punya
anak dibawah 2 ahun..Bagiamana cara mengenalkan angka2 tersebut ke anak dan
apabila saya ingin mengenalkan angka pada anak saya tersebut, manakah yang
lebih efektif buat dia apakah dengan menggunakan 1 bahasa (indonesia dulu)
ataukah langsung dengan menggunakan 2 bahasa (either belanda and/or
english)???...
Jawab:
Pertanyaan ini agak sulit saya jawab karena kami hanya menggunakan satu
bahasa (Indonesia). Pengenalan bilangan kepada anak bisa dilakukan dengan
banyak cara sebagaimana jawaban kami pada peserta lain dengan pertanyaan
yang mirip. Tetapi pada prinsipnya, pengenalan bilangan menurut pengalaman
kami, sebaiknya disesuaikan dengan karakter sang anak. Mungkin apa yang
kami lakukan pada Adinda ketika dia berusia 2 tahun tidak sesuai diterapkan
pada anak lain. Misalnya: sepuluh kelereng, Adinda tau kata “sepuluh”
dengan memegang sepuluh kelereng. Dia tahu kata “lima” dengan memegang lima
kelereng. Jika sudah mengenal bilangan2 tersebut, barulah kami
mengenalkan “gambar atau simbolnya”. Satu itu digambarkan sebagai 1, lima
digambar 5 dst. Selain itu kami bereksperimen, jika Adinda akan menggambar
satu rumah, maka kami akan bereksperimen bagaimana gambar/simbol 1 itu bisa
diubah menjadi gambar rumah. Demikian pula dengan 3, bisa diubah menjadi
angka 8 atau gambar boneka panda, sedangkan gambar 8 bisa diubah menjadi
gambar kacamata. Itu yg saya lakukan, bu Octa. Tetapi sekali lagi, setiap
anak memiliki karakter sendiri untuk menikmati angka. Bantuan orangtua
sangat diharapkan dalam hal ini.
Untuk pertanyaan soal bahasa, saya belum memiliki jawaban yang pasti, bu…
Mungkin bisa dilihat kebutuhannya. Saat ini diajarkan dulu dng bhs
Indonesia, dilain waktu dikombinasi dng bhs lain. Saya kira ini juga
penting karena di masa depan bhs Inggris akan menjadi bahasa wajib bagi
seluruh sekolah (mungkin, lho). Hal ini terlihat dari semakin banyaknya
sekolah2 di Indonesia (yg terkenal mahal) yang menggunakan bhs Inggris
untuk pelajaran Math & Science.
From: marlina nasution [mailto:marlinanasution@yahoo.com]
Sent: 15 March 2005 19:23
Subject: [wrm-seminar] Marlina bertanya kepada Ibu S. Ediati dan Bapak B.H.
Handojo
Saya gembira dengan adanya usaha untuk mengeratkan tali persahabatan antara
anak dan matematika, atau khususnya berhitung dalam hal ini. Kalau boleh
saya simpulkan, matemagica ini adalah produk alat bantu/perangkat lunak
untuk membantu anak-anak belajar setara halnya dengan Phonic dan LeapPad.
Apakah kemampuan matemagica dibatasi hanya untuk berhitung?
Sepengetahuan saya, metode yang tengah dipopulerkan lewat matemagica ini
bukanlah suatu metode baru. Sebagaimana halnya Bapak Abdul (Papa Hideo),
saya bersama suami juga telah memperkenalkan metode ini kepada anak kami
(seorang 4th grader) tanpa membatasi akses anak kami kepada metode
pengajaran yang diterapkan di sekolahnya. Untuk kasus kami, pengetahuan
metode ini adalah 'warisan' pendidikan ibu dari suami saya yang kebetulan
adalah pensiunan guru SD di satu kota kecil di Jateng. Mohon kiranya agar
Bapak dan Ibu memberikan referensi (sumber pustaka) lengkap yang berkaitan
dengan metode yang diadapt di matemagica ini untuk menyempurnakan bahan
seminar.
Jawab:
Kemampuan matemagica memang hanya untuk berhitung karena di Komunitas
Bukamata kami menganggap matemagica adalah sebagai tools. Pemahaman
matematika secara luas bisa dipelajari melalui berbagi kegiatan pendidikan
lainnya. Misalnya untuk matemagica, kami menggunakan tools ini dalam
MATHMAGIC CLUB untuk pemecahan soal-soal cerita. Di Mathmagic Club setiap
anak akan mendapatkan pembekalan matemagica dan langsung diterapkan dalam
pemecahan soal matematika sehari-hari. Mathmagic Club yang saya dirikan
tidak ditujukan utnuk mendidik anak menjadi matematikawan atau ilmuwan.
Mathmagic Club hanyalah sarana untuk menikmati matematika dalam kehidupan
sehari-hari karena sang anak atau murid di Mathmagic Club harus yakin bahwa
belajar matematika pada hakekatnya adalah untuk mempermudah kehidupan dia
dalam menjawab persoalan sehari-hari, bukan semata-mata agar bisa cepat
berhitung atau bisa ikut olimpiade matematika. Dari sini kami harapkan
mereka akan tumbuh rasa cintanya pada matematika.
Tentang metode Phonic dan LeapPad, kami belum mengetahu metode ini. Yang
pasti, setiap metode diciptakan untuk mempermudah suatu masalah. Jadi
metode apapun adalah baik sepanjang metode tsb mampu menjawab persoalan dan
memenuhi kebutuhan penggunanya. Matemagica memang metode lama (literatur
aslinya berusia sekitar 3000 tahun yg lalu). Di Amerika Serikat juga sudah
lama ada. Di Indonesia mungkin beberapa sekolah sudah tahu. Kami di
Komunitas Bukamata baru tahu sekitar pertengahan tahun 2003. Tetapi kami
tidak mempermasalahkan usia metode tersebut. Bukamata hanya beranggapan,
jika memang Mathmagic atau Ganita Sutra ini baik dan benar
sebagaimana “kebenaran logis” mengapa tidak dikembangkan? Maka dari itu
kami mengembangkannya sehingga terbentuklah MATEMAGICA dan kami gunakan
sebagai tools dalam MATHMAGIC CLUB.
Untuk daftar pustaka Matemagica, silahkan ibu merujuk pada jawaban kami
untuk pertanyaan ibu Hani Iskandarwati.
From: Agnes Tri Harjaningrum [mailto:bundaagnes@yahoo.com]
Sent: 15 March 2005 20:11
Subject: [wrm-seminar] Agnes untuk ibu Srihati dan pak Hermawan
Pertanyaan:
1. Beberapa tahun lalu beredar 1 paket buku dan alat peraga dari Time life
tentang Program Matematika Pertama, Buku ini merupakan karya Prof. Toyama
Hiraku dari Jepang. Bagaimana komentar bapak dan ibu terhadap program ini?
2. Matemagica memang memiliki kelebihan, namun adakah kekurangannya? Mohon
dijelaskan.
Jawab:
1. Mohon maaf ibu Agnes, saya belum bisa memberikan komentar mengenai hal
ini disebabkan memang kami belum pernah melihat apalagi memilikinya. Sekali
lagi, pada prinsipnya semua metode diciptakan untuk mempermudah dan
memenuhi harapan seseorang untuk memecahkan suatu persoalan. Jadi, apapun
metodenya, untuk pengenalan matematika sebaiknya disesuaikan dengan
karakter anak. Matemagica diperuntukkan bagi anak2 yang sudah mengenal
berhitung (katakanlah dng metode konvensional) dari penjumlahan hingga
perkalian, tidak bagi anak yg masih dalam proses mengenal bilangan atau
matematika. Mudah2an di tahun 2005 ini kami bisa menerbitkan Matemagica
untuk usia 5-7 tahun, bu Agnes.
2.Kekurangan matemagica adalah banyaknya strategi yg harus diketahui.
Sebagaimana aslinya dalam Ganita Sutra, hanya ada 16 Sutra (Rumus Besar)
dan sutra itu masih bisa dipecah-pecah lagi dalam beberapa sutra kecil.
Bagi anak atau orangtua yang tidak sabar, mungkin hal ini dianggap
sebagai “harus menghafal banyak rumus”. Tetapi jika diperhatikan lebih
teliti, hal ini tidak terjadi. Sutra2 yang ada adalah terbentuk dari
kebiasaan berhitung sehingga jika menemukan soal yang sama akan ada
pengulangan proses. Contohnya:
98x94=?
105x109=?
Apakah soal di atas dipecahkan dng dua cara atau satu cara? Mari kita jawab:
Dekatkan ke 100:
98-100=-2
94-100=-6
98-6=92 (atau 94-2=92). –2x-6=12. Jadi jawaban = 9212
105-100=5
109-100=9
105+9=114 (atau 109+5=114). 5x9=45. Jadi jawaban = 11445
Sepertinya dua soal tersebut dipecahkan dengan 2 cara (atau rumus). Tetapi
prinsipnya tetap satu, yaitu baik kurang dari 100 atau lebih dari 100
selalu didekatkan kebilangan terdekat, yaitu 100. Bagaimana dengan 204x207
dan 495x489 ? Untuk soal 204x207 dekatkan ke 200. Untuk soal 495x489
dekatkan ke 500. Bagiamana dengan 896x84=? Gunakan perkalian silang dengan
cara menuliskannya:
896
084
---- x
Bagaimana dengan 1254689x542148=? Sudah saatnya kita gunakan KOTAK
PERKALIAN.
Jadi seperti itu ibu Agnes. Tampak bahwa dalam matemagica sang anak harus
tahu banyak strategi. Tetapi sekali lagi, hal ini membutuhkan waktu untuk
memahami matemagica. Serta tujuan terpenting adalah bukan bisa berhitung
cepat semata-mata, tetapi harus lebih dari itu, yaitu agar anak menikmati
dan mencintai matematika untuk menjawab persoalan hidupnya sendiri sehari-
hari (persoalan hidup anak seharai-hari yg terbanyak adalah: BELAJAR)
Jawab :
Dalam Matemagica kita akan belajar
1. Perkalian silang (PERSIK)
2. perkalian komplementer (PERMEN)
3. kotak perkalian (KOPER)
Poin1 dan3 bisa diterapkan untuk semua perkalian, poin 2 untuk perkalian yang mendekati pada suatu bilangan. Misalkan dekat 50, 100, 200, dst Kalau memang dekat 50 akan lebih mudah dan cepat dikerjakan dengan PERMEN. Tapi walau demikian, bila anak suka mengerjakan dengan PERSIK atau KOPER pun tak masalah
Dengan PERMEN
44 -6
56 6
-----x
44+6=50(00)x½ = 25(00) Ket: Karena mendekatkan ke 50, maka 50 ratusan harus dikalikan ½
6x–6= = -36
---------
2464
Dengan PERSIK
44
56
-------x
2464
4x6=24 tulis 4 simpan 2
(4x6)+(4x5)=44+2=46 tulis 6 simpan 4
4 x 5 = 20 + 4 = 24 tulis 24, Jadi jawaban = 2464
2. Saya kurang jelas/paham mengenai penjumlahan dengan kolom panjang. Dapatkah Ibu memberikan trik/tips yang lebih jelas/akurat lagi.
Jawab :
Penjumlahan kolom panjang
1. lihat soal
2. jumlahkan bilangan yang akan menjadi bilangan bulat, misalkan 1000, 100, 10
3. jumlahkan sisanya
contoh
121
315
789
891
234
456
654
Lihat KOLOM RATUSAN: Mana yg bisa dijadikan 1000?
300+700=1000
800+200=1000
400+600=1000
100 = 100
------------+
3100
Lihat KOLOM PULUHAN: Mana yg bisa dijadikan 100?
20+80=100
10+90=100
50+50=100
30 = 30
-------+
330
Lihat KOLOM SATUAN: Mana yg bisa dijadikan 10?
1+9=10
5+1+4=10
6+4 = 10
-----------------+
30
Jadi penjumlahan yg panjang tersebut bisa disederhanakan: 3100+330+30= 3460 (lebih sederhana bentuk persamaannya).
Contoh lain misalkan deret bilangan seperti ini : 1+2+3+4+5+6+7+8+9=?
ada di buku SD, di buku tersebut akan diselesaikan dengan rumus (rumus deret). Rumus harus dihapal. Menurut saya daripada menghapal rumus, lebih baik dikerjakan dengan konsep seperti yang saya sebutkan diatas.
1+9=10
2+8=10
3+7=10
4+6=10
sisa 5 (tidak punya pasangan)
----------+
45
Sekarang bagaimana dengan deret seperti ini
6
7
8
5
6
7
6
7
7
7
8
7
---- +
Lihat
1. nilai berapa yang sering muncul ? yaitu 7
2. ada berapa banyaknya (jumlah) bilangan ? 12
3. sehingga jumlah perkiraan adalah 7x12=84
4. kurang dan lebihkan dengan 7
6 -1 (kurang 1 untuk menjadi 7)
7
8 +1 (lebih 1 untuk menjadi 7)
5 -2
6 -1
7
6 -1
7
7
7
8 +1
7
---------+
-3
Jadi persamaan penjumlahan kolom panjang tsb menjadi: 84–3=81
3. Matemagica baru saya dengar dan baru saya baca pada seminar ini, apakah matemagica ini dapat disosialisasikan ke anak-anak di Sekolah dengan mudah dan murah tanpa harus kursus, berhubung masih banyak yang belum mampu ("dalam hal ekonomi")
Jawab :
Selain SEDALAM HASRAT MENUNTUT ILMU, kami memiliki motto lain, yaitu: PENGETAHUAN UNTUK SEMUA ORANG.
Pendidikan murah tidak harus berbiaya murah, karena hal ini akan mengurangi mutu. Tetapi tidak ada pula pendidikan yg benar-benar gratis. Pasti ada business cost-nya. Katakanlah materi matemagica bisa diakses gratis di Bukamata.com tetapi bagi pengakses tentu masih dibutuhkan biaya koneksi internet.
Kebijakan kami adalah subsidi silang. Orangtua murid yang mampu secara ekonomi harus membayar. Tetapi dilain pihak, orangtua murid tidak mampu tidak perlu membayar. Sebab tidak mungkin kami “bergerak” untuk mensosialisasikan metode ini tanpa biaya. Itu tidak mungkin. Seminar online ini memang FREE. Tetapi tidak sepenuhnya benar karena memang masih ada biaya lain yg mengikutinya. Pada Unit Kegiatan KOMPUTER ANAK (usia TK) di Komunitas Bukamata sudah kami terapkan sistem ini. Orangtua anak yg kurang mampu ekonominya hanya kami kenakan Rp. 5.000 (lima ribu) per bulan untuk 4 kali pertemuan (tidak ada biaya pendaftaran). Dibandingkan kursus Komputer Anak di mall-mall, pendaftarannya saja sudah 25.000 (paling murah), biaya bulanannya Rp. 175.000 per anak untuk 4 kali pertemuan. Berbeda jauh sekali dng Bukamata!
Mungkin jalan terbaik harus ada sponsor yg membiayai ini semua, Bukamata tinggal bertanggungjawab pada materi untuk disampaikan ke sebanyak mungkin sekolah (terutama sekolah negeri di daerah-daerah). Sponsor yg tepat sih seharusnya DikNas. Tapi apa DikNas mau berkorban seperti ini? Saya masih ragu.
From: Dewi Anggraini [mailto:deang@centrin.net.id]
Sent: 15 March 2005 17:39
Subject: [wrm-seminar] Dewi pertanyaan untuk Ibu Srihari
Saya ibu dr seorang anka umur 4 tahun. Yang ingin saya tanyakan adl :
1.Kalau matemagica disarankan untuk anak 8 thn ke atas, bagaimana bila kita ingin membuat anak mencintai matematika dan mengenalkan konsep berhitung sejak dini?
Jawaban :
Jika pendekatan matemagica yang ingin dilakukan, mungkin materi matemagica yg ada saat ini belum bisa diterapkan kepada anak di bawah usia 8 tahun. Tetapi kami sedang mempersiapkan materi pendekatan matemagica untuk anak usia 5-7 tahun. Mudah2an bisa terealisasi tahun ini juga.
Tetapi untuk pendekatan umum pengenalan konsep matematika, ibu Dewi bisa merujuk pada jawaban kami untuk pertanyaan yang mirip dengan pertanyaan ibu Dewi.
2.Sekarang saya memperkenalkan berhitung sederhana kepada anak saya dengan cara bermain jual2 an (misal saya ingin membeli mobil2an dua buah kemuadian anak saya yg jadi penjualnya dan menghitung jumlah barang yg hendak dibeli)
Apakah ada lagi konsep matematika yg dpt diberikan kepada anak usia 4 thn?
Jawab:
Apa yang sudah ibu terapkan sangat baik dan benar bu Dewi. Dengan berkain jual2an maka sang anak akan memahami konsep tambah-kurang dengan sebenarnya. Tidak abstrak. Dan kami juga melakukan hal yang sama kepada anak pertama kami (kelas 3 SD) bahkan sudah belajar perhitungan tambah-kurang-kali-bagi melalui simulasi bermain saham. Mungkin ini terdengar agak berlebihan, tetapi yg kami maksud di sini bukan mengerti bermain saham, melainkan hanya mengerti konsep tambah-kurang-kali-bagi secara nyata. Biasanya anak-anak dibawa ke kantor oleh suami untuk melihat proses berhitung seperti ini. Jadi jangan kuatir bu Dewi, masih banyak cara untuk mengenalkan konsep matematika. Yang terpenting harus sesuai dengan karakter anak.
3.Saya saat ini sedang tertarik utk memasukkan anak saya les matematika yg konsep belajarnya sambil bermain dan lebih melatih kepada logika (dikhususkan utk anak usia 3 s/d 7 thn)
Apakah ini bagus untuk anak saya?
Jawab:
Sangat bagus. Yang terpenting adalah anak akan tahu dengan pasti untuk apa dia belajar matematika. Di Mathmagic Club kami ajak anak-anak langsung pergi ke mall untuk melatih ketrampilan berhitungnya. Atau pergi ke bank untuk mengetahui perhitungan prosentase. Dan matemagica menjadi tools-nya. Diharapkan dng pendekatan ini matemagica tidak hanya dipahami sebagai berhitung cepat saja, melainkan dipahami pula oleh sang anak sebagai strategi baru yg memang berguna untuk dirinya.
4.Apakah ibu sudah merilis buku Matemagica ini di pasaran(Gramedia)?Sebab di makalah ibu ada menyebutkan "Sesi Tanya Jawab di Gramedia".
Jawab:
Sudah bu Dewi. Sudah ada di seluruh Gramedia dan toko buku lainnya di seluruh Indonesia. Saat ini sudah cetakan kedua.
From: hani iskadarwati [mailto:haniiskadarwati@yahoo.com]
Sent: 15 March 2005 08:57
Subject: [wrm-seminar] Hani I :pertanyaan kepada Ibu Srihari dan Bapak Bekti
4. Kami sekeluarga kebetulan penggemar buku. Pertanyaan ini mungkin di
luar jalur: kalau tidak berkeberatan mohon di-sharing konsep pemikiran
siapa atau teori dari buku mana saja yang Ibu dan Bapak jadikan bahan acuan.
Jawab:
Blum, Raymond, Mathemagic, New York: Sterling Publishing Co., Inc. 1991
Edwards, Roland, Alge-cadabra! Algebra Magic Tricks, Pacific Grove CA:
Critical Thinking Press & Software, 1992
Fraser, Don, Mathemagic, Palo Alto Ca: Dale Seymore Publications, 1985
Sherad, III, Wade H, Mathemagic in the Classroom, Portland ME: J. Weston
Walch Publisher 1983
Frankestein, Marily, “Using Mathematical Magic to Reinforce Problem-Solving
Methods”, The Mathematics Teacher, p.96-100, 1984
Flansburg, Scott, www.humancalculator.com, 1993
Semua pustaka di atas memiliki kesamaan dalam pemecahan persoalan
berhitung. Dan pemecahan soal berhitung tersebut juga bersumber pada satu
literatur, yaitu GANITA SUTRA dalam literatur VEDAS (teknik berhitung yang
ditemukan di India dan berusia sekitar 3000 tahun yang lalu).
Pustaka di atas adalah seluruh bahan acuan kami dalam menulis buku
Mathmagic: Cara Sangat Mudah, Cepat dan Tepat Menyelesaikan Perhitungan
Matematika, Penerbit KAWAN PUSTAKA, tahun 2004 yang lalu dan kini sudah
beredar di seluruh toko buku di Indonesia, cetakan kedua.
Metode Matemagica di Komunitas Bukamata juga bersumber pada literatur yang
sama. Ketika kami mencoba mengeksplorasi Mathemagic atau Mathmagic (Scott
Flansburg) maupun buku tulisan Elf McBride berjudul MQ: MERANGSANG
KEJENIUSAN MATEMATIKA ANAK, terdapat kesamaan dalam apa yang diungkapkan
pada salah satu Sutra (Rumus Besar) dari 16 Sutra yang ada di literatur
Vedas.
From: Ahmad Hideo Alfarisi [mailto:hideo04@telkom.net]
Sent: 15 March 2005 14:19
Subject: [wrm-seminar] Abdul pertanyaan untuk Bp. Bekti Hermawan & Ibu. Ir.
Srihari
Saya adalah ayah dari 1 orang Putra 1 Tahun 2 Bulan.
Pertanyaan saya adalah sama dengan peserta lainnya yaitu bagaimana
memperkenalkan kepada anak yang masih seusia anak saya.
Sebenarnya yang bapak/ibu paparkan telah saya pelajari semasa saya sekolah.
Terutama dimana jika kita mampu mengerjakan persoalan dengan cara yang
lebih mudah akan membuat kita menyelesaikan persoalan lebih cepat dari
rekan kita yang lainnya. Jika kita bisa lebih cepat kita akan merasa senang
dan ingin mengerjakan sisa waktu yang kita miliki dengan persoalan baru.
Disini faktor psikologis akan bermain jika kita semakin sering berlatih dan
sudah menyeleaikan semua soal di buku otomatis kita bisa mengajarkan kepada
teman kita dan kita semakin punya waktu untuk berdebat dengan guru tentang
kemungkinan penyelesaian lain dari persoalan yang dihadapi. Tetapi ternyta
seperti yang Bp. Bekti sampaiakn adapula guru yang tidak memahami
arti "Banyak Jalan Menuju ROma" sehingga malah mematikan kreatifitas anak.
Saya mengalami hal ini di usia SMA tetapi untungnya di usia SMP guru saya
mengerti jalan pikiran dan kreatifitas saya. Sehingga pada saat bertemu
Guru SMA saya lebih cuek dan tetap mengembangkan kreatifitas saya.
Pertanyaannya. Saya memang pernah mengalami ini sendiri tetapi bagaimana
cara kita mengajarkan kepada anak kita?
Jawab:
Terimakasih bapak Ahmad. Apa yg terungkap dalam pengalaman bapak adalah
terungkap juga dalam pengalaman kami di Komunitas Bukamata. Filosofi dan
konsep yang tertuang dalam Visi-Misi Bukamata adalah: SEDALAM HASRAT
MENUNTUT ILMU. Jadi kita tidak akan bertambah ilmu kalau kita tidak
memiliki hasrat untuk menimbanya. Seperti pada CV yang telah saya sampaikan
pada panitia seminar, saya memiliki latar belakang pendidikan Agribisnis,
Sosial Ekonomi Pertanian, IPB. Tapi mengapa sekarang banyak bereksperimen
di Matemagica? Inilah hasrat saya pak Ahmad untuk turut menjadi guru bagi
anak-anak saya. Seandainya saya tidak memiliki hasrat untuk melakukan hal
ini, maka akan mustahil terjadi Matemagica (pengembangan dari Mathmagic
atau Ganita Sutra).
Semangat “sedalam hasrat menuntut ilmu” jika diterapkan dengan baik dan
benar akan menimbulkan pemahaman “kebenaran logis”. Kelihatannya susah
dimengerti dan terlalu filosofis. Tetapi kebenaran logis ini (dlm hal ini
berhitung aritmatika) bisa divisualisasikan melalui Mathmagic atau
Matemagica. Contoh sederhananya:
Untuk mendapatkan jumlah 100, bisa dilakukan melalui berapa cara? Banyak,
bukan? Bisa 10x10, 90+10, 25x4, 78+22, 200-100, 400:4 dan sebagainya.
Tetapi mengapa orangtua atau guru kadang tidak mau mengakui hal seperti ini:
1245-968=?
Di matemagica dilakukan cara:
1000-0=1000
200-900= -700
40-60= -20
5-8= -3
Jadi bentuk pengurangan 1245-968 akan sama hasilnya bila dilakukan proses
1000-700-20-3=300-20-3=280-3=277. Jika sudah terbiasa, tanpa menulis
biasanya anak akan menghitung di otaknya 1000-700-20-3 tersebut lebih mudah
karena memang bentuk persamaannya lebih sederhana (banyak NOL-nya) dan
tidak ada proses “meminjam”
Jadi pak Ahmad, secara teknis sebenarnya tidak ada masalah dan ini sudah
memenuhi “kebenaran logis” sebagaimana yang terungkap dalam literatur
GANITA SUTRA. Justru halangan yang terbesar bagi sang anak adalah kendala
non teknis, yaitu seperti tidak adanya pengakuan dari para pendidik dan
pengajar terhadap suatu metode yang baik dan benar (secara logika adalah
baik dan benar).
Karena matemagica bukan untuk “menggantikan” cara konvensional yg telah ada
di sekolah2, tetapi justru melengkapi dan memperluas wawasan sang murid
dalam memecahkan soal berhitung, maka pengenalan metode ini kepada anak
adalah perlu.
Apa yang saya lakukan adalah mengajarkan matemagica kepada anak-anak saya
dan teman-temannya apa adanya. Dan tidak bisa dipungkiri bahwa anak-anak
lebih merespon karena mereka hanya memiliki satu kepentingan dan tujuan,
yaitu mendapatkan jawaban dng cara mudah.
Jadi cara mengenalkan matemagica kepada anak yang saya lakukan adalah
membandingkan langsung dng cara konvensional di hadapan anak, pak Ahmad.
Dari situ anak dapat memilih sendiri cara mana yg lebih sederhana dan
mudah. Inilah cara yg paling efektif untuk memperkenalkan matemagica pada
anak (anak saya kelas 3 SD).
Tapi bapak tetap harus ingat bahwa kendala non teknis akan menjadi
penghalang paling besar dalam mengajarkan suatu metode.
From: KT OCTAVIASTUTI [mailto:octaviastuti@yahoo.com]
Sent: 15 March 2005 17:02
Subject: [wrm-seminar] Ketty Buat Ibu Srihari dan Pak Hermawan
Saya ibu dari toddler berusia 18 bulan dan kebetulan saat ini kami tinggal
di LN.. Pertanyaan saya hampir sama dengan pertanyaan2 ibu/bapak yang punya
anak dibawah 2 ahun..Bagiamana cara mengenalkan angka2 tersebut ke anak dan
apabila saya ingin mengenalkan angka pada anak saya tersebut, manakah yang
lebih efektif buat dia apakah dengan menggunakan 1 bahasa (indonesia dulu)
ataukah langsung dengan menggunakan 2 bahasa (either belanda and/or
english)???...
Jawab:
Pertanyaan ini agak sulit saya jawab karena kami hanya menggunakan satu
bahasa (Indonesia). Pengenalan bilangan kepada anak bisa dilakukan dengan
banyak cara sebagaimana jawaban kami pada peserta lain dengan pertanyaan
yang mirip. Tetapi pada prinsipnya, pengenalan bilangan menurut pengalaman
kami, sebaiknya disesuaikan dengan karakter sang anak. Mungkin apa yang
kami lakukan pada Adinda ketika dia berusia 2 tahun tidak sesuai diterapkan
pada anak lain. Misalnya: sepuluh kelereng, Adinda tau kata “sepuluh”
dengan memegang sepuluh kelereng. Dia tahu kata “lima” dengan memegang lima
kelereng. Jika sudah mengenal bilangan2 tersebut, barulah kami
mengenalkan “gambar atau simbolnya”. Satu itu digambarkan sebagai 1, lima
digambar 5 dst. Selain itu kami bereksperimen, jika Adinda akan menggambar
satu rumah, maka kami akan bereksperimen bagaimana gambar/simbol 1 itu bisa
diubah menjadi gambar rumah. Demikian pula dengan 3, bisa diubah menjadi
angka 8 atau gambar boneka panda, sedangkan gambar 8 bisa diubah menjadi
gambar kacamata. Itu yg saya lakukan, bu Octa. Tetapi sekali lagi, setiap
anak memiliki karakter sendiri untuk menikmati angka. Bantuan orangtua
sangat diharapkan dalam hal ini.
Untuk pertanyaan soal bahasa, saya belum memiliki jawaban yang pasti, bu…
Mungkin bisa dilihat kebutuhannya. Saat ini diajarkan dulu dng bhs
Indonesia, dilain waktu dikombinasi dng bhs lain. Saya kira ini juga
penting karena di masa depan bhs Inggris akan menjadi bahasa wajib bagi
seluruh sekolah (mungkin, lho). Hal ini terlihat dari semakin banyaknya
sekolah2 di Indonesia (yg terkenal mahal) yang menggunakan bhs Inggris
untuk pelajaran Math & Science.
From: marlina nasution [mailto:marlinanasution@yahoo.com]
Sent: 15 March 2005 19:23
Subject: [wrm-seminar] Marlina bertanya kepada Ibu S. Ediati dan Bapak B.H.
Handojo
Saya gembira dengan adanya usaha untuk mengeratkan tali persahabatan antara
anak dan matematika, atau khususnya berhitung dalam hal ini. Kalau boleh
saya simpulkan, matemagica ini adalah produk alat bantu/perangkat lunak
untuk membantu anak-anak belajar setara halnya dengan Phonic dan LeapPad.
Apakah kemampuan matemagica dibatasi hanya untuk berhitung?
Sepengetahuan saya, metode yang tengah dipopulerkan lewat matemagica ini
bukanlah suatu metode baru. Sebagaimana halnya Bapak Abdul (Papa Hideo),
saya bersama suami juga telah memperkenalkan metode ini kepada anak kami
(seorang 4th grader) tanpa membatasi akses anak kami kepada metode
pengajaran yang diterapkan di sekolahnya. Untuk kasus kami, pengetahuan
metode ini adalah 'warisan' pendidikan ibu dari suami saya yang kebetulan
adalah pensiunan guru SD di satu kota kecil di Jateng. Mohon kiranya agar
Bapak dan Ibu memberikan referensi (sumber pustaka) lengkap yang berkaitan
dengan metode yang diadapt di matemagica ini untuk menyempurnakan bahan
seminar.
Jawab:
Kemampuan matemagica memang hanya untuk berhitung karena di Komunitas
Bukamata kami menganggap matemagica adalah sebagai tools. Pemahaman
matematika secara luas bisa dipelajari melalui berbagi kegiatan pendidikan
lainnya. Misalnya untuk matemagica, kami menggunakan tools ini dalam
MATHMAGIC CLUB untuk pemecahan soal-soal cerita. Di Mathmagic Club setiap
anak akan mendapatkan pembekalan matemagica dan langsung diterapkan dalam
pemecahan soal matematika sehari-hari. Mathmagic Club yang saya dirikan
tidak ditujukan utnuk mendidik anak menjadi matematikawan atau ilmuwan.
Mathmagic Club hanyalah sarana untuk menikmati matematika dalam kehidupan
sehari-hari karena sang anak atau murid di Mathmagic Club harus yakin bahwa
belajar matematika pada hakekatnya adalah untuk mempermudah kehidupan dia
dalam menjawab persoalan sehari-hari, bukan semata-mata agar bisa cepat
berhitung atau bisa ikut olimpiade matematika. Dari sini kami harapkan
mereka akan tumbuh rasa cintanya pada matematika.
Tentang metode Phonic dan LeapPad, kami belum mengetahu metode ini. Yang
pasti, setiap metode diciptakan untuk mempermudah suatu masalah. Jadi
metode apapun adalah baik sepanjang metode tsb mampu menjawab persoalan dan
memenuhi kebutuhan penggunanya. Matemagica memang metode lama (literatur
aslinya berusia sekitar 3000 tahun yg lalu). Di Amerika Serikat juga sudah
lama ada. Di Indonesia mungkin beberapa sekolah sudah tahu. Kami di
Komunitas Bukamata baru tahu sekitar pertengahan tahun 2003. Tetapi kami
tidak mempermasalahkan usia metode tersebut. Bukamata hanya beranggapan,
jika memang Mathmagic atau Ganita Sutra ini baik dan benar
sebagaimana “kebenaran logis” mengapa tidak dikembangkan? Maka dari itu
kami mengembangkannya sehingga terbentuklah MATEMAGICA dan kami gunakan
sebagai tools dalam MATHMAGIC CLUB.
Untuk daftar pustaka Matemagica, silahkan ibu merujuk pada jawaban kami
untuk pertanyaan ibu Hani Iskandarwati.
From: Agnes Tri Harjaningrum [mailto:bundaagnes@yahoo.com]
Sent: 15 March 2005 20:11
Subject: [wrm-seminar] Agnes untuk ibu Srihati dan pak Hermawan
Pertanyaan:
1. Beberapa tahun lalu beredar 1 paket buku dan alat peraga dari Time life
tentang Program Matematika Pertama, Buku ini merupakan karya Prof. Toyama
Hiraku dari Jepang. Bagaimana komentar bapak dan ibu terhadap program ini?
2. Matemagica memang memiliki kelebihan, namun adakah kekurangannya? Mohon
dijelaskan.
Jawab:
1. Mohon maaf ibu Agnes, saya belum bisa memberikan komentar mengenai hal
ini disebabkan memang kami belum pernah melihat apalagi memilikinya. Sekali
lagi, pada prinsipnya semua metode diciptakan untuk mempermudah dan
memenuhi harapan seseorang untuk memecahkan suatu persoalan. Jadi, apapun
metodenya, untuk pengenalan matematika sebaiknya disesuaikan dengan
karakter anak. Matemagica diperuntukkan bagi anak2 yang sudah mengenal
berhitung (katakanlah dng metode konvensional) dari penjumlahan hingga
perkalian, tidak bagi anak yg masih dalam proses mengenal bilangan atau
matematika. Mudah2an di tahun 2005 ini kami bisa menerbitkan Matemagica
untuk usia 5-7 tahun, bu Agnes.
2.Kekurangan matemagica adalah banyaknya strategi yg harus diketahui.
Sebagaimana aslinya dalam Ganita Sutra, hanya ada 16 Sutra (Rumus Besar)
dan sutra itu masih bisa dipecah-pecah lagi dalam beberapa sutra kecil.
Bagi anak atau orangtua yang tidak sabar, mungkin hal ini dianggap
sebagai “harus menghafal banyak rumus”. Tetapi jika diperhatikan lebih
teliti, hal ini tidak terjadi. Sutra2 yang ada adalah terbentuk dari
kebiasaan berhitung sehingga jika menemukan soal yang sama akan ada
pengulangan proses. Contohnya:
98x94=?
105x109=?
Apakah soal di atas dipecahkan dng dua cara atau satu cara? Mari kita jawab:
Dekatkan ke 100:
98-100=-2
94-100=-6
98-6=92 (atau 94-2=92). –2x-6=12. Jadi jawaban = 9212
105-100=5
109-100=9
105+9=114 (atau 109+5=114). 5x9=45. Jadi jawaban = 11445
Sepertinya dua soal tersebut dipecahkan dengan 2 cara (atau rumus). Tetapi
prinsipnya tetap satu, yaitu baik kurang dari 100 atau lebih dari 100
selalu didekatkan kebilangan terdekat, yaitu 100. Bagaimana dengan 204x207
dan 495x489 ? Untuk soal 204x207 dekatkan ke 200. Untuk soal 495x489
dekatkan ke 500. Bagiamana dengan 896x84=? Gunakan perkalian silang dengan
cara menuliskannya:
896
084
---- x
Bagaimana dengan 1254689x542148=? Sudah saatnya kita gunakan KOTAK
PERKALIAN.
Jadi seperti itu ibu Agnes. Tampak bahwa dalam matemagica sang anak harus
tahu banyak strategi. Tetapi sekali lagi, hal ini membutuhkan waktu untuk
memahami matemagica. Serta tujuan terpenting adalah bukan bisa berhitung
cepat semata-mata, tetapi harus lebih dari itu, yaitu agar anak menikmati
dan mencintai matematika untuk menjawab persoalan hidupnya sendiri sehari-
hari (persoalan hidup anak seharai-hari yg terbanyak adalah: BELAJAR)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Selamat Datang Di Blogger Ignasius Fandy Jayanto