AJARAN
YESUS VS AJARAN KRISTEN
AJARAN YESUS YANG MURNI
Pada dasarnya ajaran ketauhidan adalah
pokok seruan dakwah Yesus. Pengakuan bhwa hnya Allah SWT yang patut disembah
oleh manusia telah tertera dengan jelas dalam Bibel-Perjanjian Baru, seperti tertera
dalam ayat-ayat berikut:
"Dan iblis membawa-Nya pula ke
atas gunung yang sangat tinggi dan memperlihatkan kepada-Nya semua kerajaan
dunia dengan kemegahannya, dan berkata kepada-Nya: "Semua itu akan
kuberikan kepada-Mu, jika Engkau sujud menyembah aku." Maka brkatalah
Yesus kepadanya: "Enyahlah, iblis! Sebab ada tertulis: Engkau hrs mnyembah
Tuhan, Allahmu dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti." (Matius
4:8-10)
Dari ucapannya itu diakui dengan tegas,
bahwa Allah itu satu, tiada sekutu bagi-Nya, dan Dia sajalah satu-satunya yang
layak disembah.
"Lalu seorang ahli Taurat, yang
mndengar Yesus dan orang-orang Saduki bersoal jawab dan tahu, bahwa Yesus
memberi jawab yang tepat kepada orang-orang itu, datang kepada-Nya dan
bertanya: "Hukum manakah yang paling utama?" Jawab Yesus: "Hukum
yang terutama ialah: Dengarlah, hai, orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu
esa. Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu
dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Lalu kata ahli
Taurat itu kepada Yesus: Tepat sekali, Guru, benar kata-Mu itu, bahwa Dia esa,
bahwa tidak ada yang lain kecuali Dia." (Markus 12:28-33)
"Pada suatu kali berdirilah
seorang ahli Taurat untuk mencoba Yesus, katanya: "Guru, apa yang harus
kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?" Jawab Yesus kepadanya:
"Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang kau baca di sana?"
Jawab orang itu: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap kekuatanmu dan
dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesama manusia seperti dirimu
sendiri." Kata Yesus kepadanya: "Jawabmu itu benar, perbuatlah
demikian maka engkau akan hidup." (Lukas 10:25-28)
"Inilah hidup yang kekal itu,
yaitu bahwa mereka mengenal Engkau satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal
Yesus Kristus yang telah Engkau utus." (Yohanes 17:3)
1. Sifat-sifat Allah Sifat-sifat
Allah dilukiskan sebagai zat yang perkasa dan tiada duanya, bahkan zat Yesus
sendiri pun takkan bisa menandingi. Perjanjian Baru sendiri memberikan gambaran
itu sebagai berikut: "Raja segala jaman, Allah yang kekal, yang tak
tampak, yang esa! Amin." (I Timotius 1:17)
"Sebab Allah kita adalah api yang
menghanguskan." (Ibrani 12:29)
2. Tobat Yesus senantiasa
mengajarkan kepada bangsa Yahudi agar bertobat dan mohon ampun kepada Allah,
karena tobat itu berguna untuk mencuci bersih dosa-dosa, seperti yang dikatakan
dalam Perjanjian Baru:
"Sejak waktu itulah Yesus
memberitahukan: "Bertobatlah, sebab kerajaan sorga sudah dekat."
(Matius 4:17)
"Demikian juga akan ada suka cita
di sorga karena satu orang berdosa bertobat, lebih daripada suka cita karena
sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan."
(Lukas 15:7)
3. Jalan Keselamatan Dalam
Perjanjian Baru Yesus mengatakan bahwa amal kebajikan adalah jalan menuju
keselamatan:
"Mengapa kamu berseru kepada-Ku:
"Tuhan, Tuhan, padahal kamu tidak melakukan apa yang Aku katakan? Setiap
orang yang datang kepada-Ku dan mendengarkan perkataan-Ku serta melakukannya,
Aku akan menyatakan kepadamu dengan siapa ia dapat disamakan, ia sama dengan
seorang yang mendirikan rumah; orang itu menggali dalam-dalam dan meletakkan
dasarnya di atas batu. Ketika datang air bah dan banjir melanda rumah itu,
rumah itu tidak dapat digoyahkan, karena rumah itu kokoh dibangun. Akan tetapi
barangsiapa mendengar perkataan-Ku, tetapi tidak melakukannya, ia sama dengan
seorang yang mendirikan rumah di atas tanah tanpa dasar. Ketika banjir
melandanya, rumah itu segera rubuh dan hebatlah kerusakannya." (Lukas
6:46-49)
Anjuran melakukan amal kebajikan itu
diserukan Yesus di mana-mana dan hampir setiap saat. Jejaknya yang nyata masih
bisa dilihat pada ajaran Yakobus. Sayangnya, tentang Yakobus sendiri tidak
terlalu banyak dibicarakan dalam Perjanjian Baru.
Ketika Yesus diutus, sebelumnya bangsa
Yahudi sudah mempunyai kepercayaan bahwa Allah menghukum anak-anak karena dosa
orang tuanya hingga ke generasi keempat. Tetapi dengan ajaran yang dibawanya,
Yesus membantahnya dengan menekankan kecintaan Allah kepada hamba-hamba-Nya
seperti perumpamaan kasih Bapa kepada anak-anaknya. Dengan demikian, jika Allah
saja Maha Pemurah dan Maha Pengampun mengapa manusia masih mengada-adakan
sesuatu yang tidak berdasar seperti dosa warisan. Yesus selalu mengajarkan
kepada umatnya agar suka memberi maaf dan ampunan pada orang lain seperti
tertera dalam:
"Berbahagialah orang yang miskin
di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya kerajaan sorga. Berbahagialah
orang yang berdukacita, karena mereka akan memiliki bumi. Berbahagialah orang
yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan. Berbahagialah
orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan. Berbahagialah
orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah. Berbahagialah orang
yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya kerajaan
sorga." (Matius 5:3-10)
"Kemudian datanglah Petrus dan
berkata kepada Yesus: "Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni
saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?" Yesus
berkata kepadanya: "Bukan! Aku berkata padamu: Bukan sampai tujuh kali
melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh puluh." (Matius 18:21-22)
Yesus mengatakan bahwa amal kebaikan
dan budi pekerti yang baik akan diterima di sisi Allah bila didasarkan pada
keikhlasan dan kemurnian hati. Yaitu saat seseorang telah melakukannya
semata-mata hanya karena ingin mengharap ridho dari Allah, bukan untuk
mengharapkan imbalan bagi kepentingan golongannya atau agar bisa menambah harta
kekayaannya, serta bukan pula untuk memaksa orang lain agar mengikuti jejaknya
dan lain sebagainya. Pada masa itu yang menjadi sasaran risalah Yesus adalah
masyarakat Yahudi yang terkenal dengan kerusakan akidahnya, seperti misalnya
golongan rahib Yahudi yang mewajibkan setiap umat yang hendak melaksanakan
ritual keagamaan agar membayar sejumlah tarif lebih dahulu kepada mereka.
"Ingatlah, jangan kamu melakukan
kewajiban agamamu dihadapan orang supaya dilihat mereka, karena jika demikian,
kamu tidak beroleh upah dari Bapamu yang di sorga. Jadi apabila engkau memberi
sedekah, janganlah engkau mencanangkan hal itu, seperti yang dilakukan orang
munafik di rumah-rumah ibadat dan di lorong-lorong, supaya mereka dipuji orang.
Aku berkata kepadamu: "Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Tetapi
jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang
diperbuat tangan kananmu." (Matius 6:1-3)
Selain itu Yesus juga mengajarkan
beberapa hal yang berkaitan dengan akhlak diantaranya adalah menganjurkan orang
untuk membudidayakan rasa cinta, rahmat, persaudaraan, menghadapi perbuatan
buruk dengan kebaikan, menghormati tetangga, berbudi luhur kepada kedua orang
tua, menolong orang-orang lemah, fakir miskin, menjauhkan diri dari maksiat dan
dosa, tidak pamrih, tidak congkak, dan tidak suka takabur. Ia mengatakan semua
tindakan itu hendaknya didasarkan pada keikhlasan, semata-mata karena Allah,
baik yang dilakukan secara terang-terangan maupun secara
sembunyi-sembunyi.
Adapun yang berkaitan dengan
peribadatan, Yesus amat menganjurkan kepada para pengikutnya agar menunaikan
doa (sholat), puasa, dan zakat, meskipun tidak diuraikan secara terperinci
dalam Perjanjian Baru.
AJARAN KRISTEN
Ajaran-ajaran yang telah diuraikan
sebelumnya merupakan ajaran yang murni berasal dari Yesus. Lalu timbul
pertanyaan, bagaimana halnya dengan akidah yang menjadi tradisi Kristen saat
ini? Tentu saja itu semua diciptakan sendiri oleh mereka yang meneruskan ajaran
Yesus tapi dengan cara yang menyimpang. Inilah yang akan kami bahas
selanjutnya:
1. Inkarnasi "Pada mulanya
adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah
Allah. Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah." (Yohanes 1:1-3)
Dengan ungkapan itulah Yohanes memulai
uraiannya tentang Yesus, kehidupan dan mukjizatnya di dalam Perjanjian Baru.
Setelah perkataan itu, ia melanjutkan:
"Firman itu telah menjadi manusia,
dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya sebagai Anak
Tunggal Bapa, penuh kasih Karunia dari kebenaran." (Yohanes 1:14)
Arti dari ungkapan Yohanes ini adalah
bahwa sifat firman ketuhanan sudah menjelma dalam jasad Yesus yang manusia itu.
Ini bertujuan untuk menampakkan kecintaan-Nya kepada seluruh umat manusia dan
untuk menyelamatkan mereka dari siksa kekal. Dalam hal ini Mauritius Relton
menjelaskan:
"Kaum Katholik berkeyakinan, bahwa
zat yang semula adalah Allah, menjelma menjadi manusia tanpa meninggalkan
sifat-sifat ketuhanan-Nya. Artinya, Dia menjelma menjadi salah seorang seperti
kita dengan wujud kita yang terbatas, waktu dan tempat. Ia tinggal di
tengah-tengah kita untuk beberapa waktu lamanya."
Banyaknya ucapan-ucapan Yesus yang
menekankan kerohanian yang mendalam rupanya telah disalahartikan oleh mereka.
Diantaranya adalah: a. "Sebab sesungguhnya kerajaan Allah ada di
antara kamu." (Lukas 17:21) b. "Aku dan Bapa adalah satu."
(Yohanes 10:30) c. "Barangsiapa percaya kepada-Ku, ia bukan percaya
kepada-Ku, melainkan Dia yang telah mengutus Aku. Barangsiapa yang melihat Aku,
ia melihat Dia, yang telah mengutus Aku." (Yohanes 12: 44-45)
Sayangnya umat Kristen tidak
menafsirkan kalimat-kalimat itu dalam makna kiasan seperti yang seharusnya.
Mereka menafsirkan kalimat-kalimat diatas dengan langsung mengatakan bahwa
Yesus adalah Allah, dengan mengatakan: a. "Ia dalam gambar Allah yang
tidak kelihatan." (Kolose 1:15) b. "Dalam rupa Allah."
(Filipi 2:6)
Anehnya, meskipun umat Kristen
berpegang teguh dengan prinsip yang mensifati Yesus dengan gelar ketuhanan,
pada saat yang sama mereka juga membiarkan banyak kalimat dalam Perjanjian Baru
yang menyatakan dengan tegas bahwa Yesus hanyalah seorang nabi atau utusan
Allah, seperti yang tercantum dalam ayat-ayat berikut:
"Maka mereka mengangkat batu itu.
Lalu Yesus menengadah ke atas dan berkata: "Bapa, Aku mengucap syukur
kepada-Mu, karena Engkau telah mendengarkan Aku. Aku tahu, bahwa Engkau selalu
mendengarkan Aku, tetapi oleh karena orang banyak yang berdiri di sini
mengelilingi Aku, Aku mengatakan, supaya mereka percaya, bahwa Engkaulah yang
telah mengutus Aku." (Yohanes 11:41-42)
"Sebab Aku berkata-kata bukan dari
diriku sendiri, tetapi Bapa, yang mengutus Aku, Dia-lah yang memerintahkan Aku
untuk mengatakan apa yang harus Aku katakan dan Aku sampaikan." (Yohanes
12:49)
"Barangsiapa yang menerima Aku, ia
menerima Dia yang mengutus Aku" (Yohanes 13:20)
Yesus tidak pernah mengatakan bahwa
dirinya adalah Tuhan atau Anak Tuhan. Yang ada hanya perumpamaan tentang Anak
Tuhan, itu pun sudah menjadi ungkapan umum yang juga sering menjadi ungkapan
para nabi dan orang-orang soleh lainnya di kalangan Yahudi.
2. Trinitas Di antara umat Kristen
sendiri sebetulnya ada perbedaan pendapat mengenai konsep trinitas ini. Ada
yang berpendapat bahwa ketiga oknum, terdiri atas Bapa, Anak, dan Roh Kudus.
Tetapi ada juga yang berpendapat ketiga oknum itu terdiri atas Bapa, Anak dan
Maria sang perawan. Menurut mereka Allah adalah kumpulan dari semua itu.
Umat Kristen juga selalu berbeda
pendapat tentang sifat ketiga oknum ini. Ada yang berkeyakinan bahwa semua itu
adalah Tuhan yang zatnya sama tapi terdiri dari tiga oknum. Akan tetapi ada
juga yang berpendapat bahwa tiap-tiap oknum adalah Tuhan dengan zatnya
masing-masing.
Pater Agustine menguraikan tentang
trinitas dengan menyatakan bahwa Bapa, Anak dan Roh Kudus merupakan satu
kesatuan yang tidak dapat terbagi-bagi. Mereka adalah satu Tuhan meskipun Bapa
melahirkan Anak. Oleh karena itu, Bapa bukan Anak, begitupun sebaliknya, akan
tetapi roh Bapa dan roh Anak bersama-sama dan bersekutu dalam satu
kesatuan.
Umat Kristen yakin bahwa Roh Kudus
adalah sifat kehidupan dan cinta yang ada dalam Bapa dan Anak. Artinya, Bapa
mencintai sifat ilmu yang diwariskan kepada Anak melalui pengalihan sifat ini,
seperti halnya seorang anak mencintai ayahnya. Sifat ini dianggap sekuno Bapa
dan Anak itu sendiri. Oleh karena itu ia mempunyai kedudukan sendiri dan
disebut dengan Roh Kudus.
Umat Kristen sangat yakin bahwa ketiga
oknum ini bersamaan dalam sifat dan kerjanya, padahal ini amat menyimpang jauh
dari kebenaran. Bapa beranak dan Anak diperanakkan, sedangkan Roh Kudus
diperanakkan dari percampuran kedua-Nya. Selain itu, di sini Bapa bertindak
sebagai pencipta, Anak sebagai makhluk (manusia), dan Roh Kudus berfungsi
sebagai pemberi hidup. Padahal dalam keberadaan-Nya, Bapa tidak membutuhkan
Anak, tapi Anak membutuhkan Bapa. Jadi Bapa sebagai sebab dan Anak sebagai
akibat. Sudah tentu antara keduanya memiliki jarak yang jauh. Ketiga oknum itu
memiliki perbedaan, baik dalam sifat maupun dalam pekerjaannya. Dengan begitu,
kebersamaan ketiganya dengan sendirinya tidak bisa dikatakan satu.
3. Penebusan Dosa Penebusan dosa
merupakan landasan dasar agama Kristen dewasa ini. Ide ini mengandung makna
bahwa Yesus mati di salib untuk menebus dosa seluruh umat manusia. Dengan
demikian, bagi umat Kristen Yesus merupakan sang penyelamat.
Dogma Kristen meyakini bahwa semua
manusia dilahirkan dalam keadaan berdosa. Dosa itu diwariskan dari dosa yang
dilakukan Adam dan Hawa serta berlaku kekal. Meski mengakui bahwa amal soleh
sebagai penentu keselamatan dan kesesatan seseorang, namun umat Kristen terbentur
pada vonis dosa warisan. Dalam pandangan mereka jika Allah menerima tobat
seseorang hanya berdasarkan amal solehnya maka secara otomatis Allah dianggap
tidak konsisten. Pasalnya, sifat Allah yang penuh kasih itu akan berbenturan
dengan sifat keadilan-Nya. Dengan kasih-Nya Allah dapat memberikan keputusan
untuk menyelamatkan manusia dari dosa-dosanya tetapi dengan keadilan-Nya Dia
harus menghukum orang-orang yang menanggung dosa warisnya dari Adam dan Hawa.
Karena sifat kasih dan adil ini tidak mungkin dipertemukan, sedangkan
keselamatan umat manusia merupakan keharusan maka dari itu Allah kemudian
mengorbankan Yesus, Anak-Nya yang suci bersih dari dosa, untuk menebus
dosa-dosa itu. Dengan roh-Nya di kayu salib Dia membawa pergi semua dosa umat
manusia, sekaligus menjadi penyelamat. Dengan begitu umat Kristen meyakini
bahwa Yesus harus tersalib agar bisa menjadi pembebas bagi dosa-dosa anak
Adam.
Sebetulnya semua usaha pembuktian ini
timbul disebabkan karena mereka kurang paham terhadap sifat-sifat dan keputusan
Allah. Mereka menafsirkan sifat-sifat Allah pada sifat-sifat dan keterbatasan
manusiawi yang mereka miliki. Padahal Allah memiliki kasih sayang yang jauh
lebih luas dari apa yang umat Kristen persangkakan pada-Nya. Dengan kata lain,
kalau mereka mau menyadari, tanpa adanya dogma penebusan dosa pun kasih sayang
Allah kepada manusia takkan berkurang hanya karena setitik kesalahan yang
dilakukan oleh Adam dan Hawa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Selamat Datang Di Blogger Ignasius Fandy Jayanto