I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Anggapan masyarakat selama ini bahwa minyak kelapa
merupakan minyak nabati jenuh yang bisa menimbulkan gangguan jantung dan
pembuluh darah ternyata tidaklah tepat karena hasil penelitian sejumlah peneliti belakangan ini menunjukkan
bahwa minyak kelapa justru mampu melindungi kesehatan. Prof. dr.Walujo S. Soerjodibroto, M.Sc., Ph.D.,
Sp.G., mengungkapkan bahwa hasil
penelitian Ening, M.G (2001) dan kelompoknya menunjukkan, 50 persen asam
lemak pada minyak kelapa adalah asam laurat dan
7 persen adalah asam kapriat. Keduanya adalah asam lemak jenuh rantai
sedang yang mudah dimetabolisasi dan tidak meningkatkan kadar kolesterol darah.
Dalam tubuh, asam laurat akan diubah menjadi senyawa monolaurin dan asam
kapriat diubah menjadi monokaprin. Keduanya bersifat antivirus, antibakteri dan
anti protozoa dan kini dikembangkan untuk melawan HIV/AIDS. Walujo lebih lanjut
menyatakan, masyarakat yang mengoknsumsi minyak kelapa sebagaimana diteliti Lipoeto (2004) memiliki
kadar asam lemak tidak jenuh ganda omega-3-eicosa-penta-eionic acid (EPA) dan
docasa-hexaenoic acid (DHA) lebih tinggi dari pada yang kurang menggunakan
minyak kelapa. Kedua asam lemak tidak jenuh itu terbukti dapat menurunkan very
low density lipoprotein (VLDL), menghambat produksi tromboksan, meningkatkan
prostaiklin, menurunkan viscositas darah, dan mencegah trombosis (penyumbatan
pembuluh darah). Akan tetapi, Walujo mengingatkan, kebiasaan masyarakat
menggunakan minyak goreng secara berulang-ulang akan mengubah asam lemak tidak
jenuh menjadi asam lemak trans, yang dapat meningkatkan lipoprotein LDL dan
menurunkan lipoprotein HDL. Biasakan menggoreng dengan suhu tak terlalu tinggi
serta tak menggunakan minyak jelantah. alih-alih menjaga kesehatan, ini bisa meningkatkan
resiko jantung koroner.
Minyak VCO (Virgin Coconout
Oil) merupakan minyak kelapa murni yang
mengandung MCFA (Medium Chain Fatty Acid), kandungan asam lemak terbesar dalam
minyak kelapa. Namun, asam lemak ini tidak digunakan dalam bentuk lipoprotein
dan tidak diedarkan dalam aliran darah seperti lemak lainnya, tetapi langsung
dikirim ke hati, lalu diubah menjadi energi. Asam lemak ini juga mudah dicerna
dan diserap oleh dinding usus karena ukuran molekulnya relative kecil. Dengan demikian,
dapat mengurangi kerja pancreas, saluran pencernaan, hati, serta tidak membuat
lemak menumpuk dalam tubuh. Beberapa fungsi MCFA antara lain : (a) memudahkan
bayi menyerap nutrisi, (b) memperbaiki penyerapan vitamin, mineral, dan protein
yang bisa dilarutkan lemak, (c) meningkatkan absorbsi kalsium yang penting
bagi pertumbuhan bayi dan (d) melindungi bayi dari mikroorganisme berbahaya
Minyak VCO (minyak kelapa murni) akan meningkatkan
MCFA pada ibu menyusui sampai tiga kali lipat. Pemberian asupan makanan yang
mengandung MCFA pada ibu menyusui akan menghasilkan air susu yang kaya akan
MCFA.
Minyak VCO adalah minyak
kelapa yang dibuat tanpa pemanasan. Pemanasan berlebihan akan mengubah asam
lemak tidak jenuh menjadi gugus peroksida dan senyawa radikal bebas lain yang
bisa menimbulkan kanker. Dengan pemanasan suhu tinggi, ikatan tak jenuh
(rangkap) pada asam lemak tak jenuh berubah menjadi ikatan jenuh (tunggal) atau
menjadi asam lemak jenuh, padahal asam lemak tak jenuh ini justru yang dibutuhkan oleh tubuh .
Daun Pepaya lebih sering
menguning dan kering di batang, bila ada yang memanfaatkannya hanya sebagai
bahan masakan buntil dan urap. Padahal daun berbentuk menjari itu juga dapat
digunakan untuk memproduksi Virgin Coconout
Oil (VCO) atau minyak kelapa murni. Senyawa yang paling berperan dalam daun itu
adalah papain. Papain adalah enzim dari pepaya yang bersifat sebagai protease
(pengurai protein) dan memotong ikatan peptida menjadi senyawa yang lebih
sederhana. Enzim papain dalam daun pepaya ternyata mampu memecah protein santan
kelapa sehingga menghasilkan VCO. Selain itu Enzim papain banyak digunakan
dalam kegiatan industri farmasi sebagai bahan obat-obatan, kosmetik dan
tekstil. Penggunaan enzim papain dalam berbagai kegiatan di Indonesia semakin
meluas, sementara badan usaha yang memproduksi enzim tersebut masih sangat
sedikit karena bahan harus diimpor. Padahal enzim papain dapat diekstraksi dari
buah, batang dan daun pepaya, tanaman ini di tanah air dapat tumbuh dengan
baik, mengapa tidak dibudidayakan dan dimanfaatkan ?
Beberapa keuntungan enzim papain yaitu tidak bersifat toksit, tidak ada
reaksi samping, tidak mengubah tekanan, suhu dan pH yang dratis, dan pada
konsentrasi yang rendah dapat berfungsi dengan baik. Selain itu daya pemecah protein yang dimiliki papain
dapat diintensifkan lebih jauh menjadi kegiatan hidrolisis protein yang
mempunyai nilai jual sangat mahal.
Santan adalah emulsi
minyak dalam air yang merupakan sistem koloid dari zat cair yang terdispersi
dalam zat cair lain, dimana kedua zat cair tersebut tidak saling melarutkan.
Emulsi terbentuk karena pengaruh suatu pengemulsi (emulgator), protein
merupakan zat emulgator pada santan. Minyak dalam santan akan terdidrolisis karena pengaruh enzim membentuk
gliserol dan asam lemak yang akan memisah karena gliserol larut dalam air
sedangkan asam lemak tidak larut, selanjutnya asam lemak ini yang sangat
dibutuhkan oleh tubuh.
2.2. Permasalahan
Berdasar latar belakang di atas
permasalahan yang timbul dalam penelitian ini adalah :
- Apakah daun pepaya dapat digunakan pada proses pembuatan minyak VCO ?
- Berapakah perbandingan berat kelapa parut dan daun pepaya untuk mendapatkan volum VCO yang optimun ?
2.3 Tujuan Penelitian
- Membuat minyak VCO dari daun pepaya dengan santan kelapa.
- Menentukan berat daun pepaya dan santan untuk mendapatkan volum VCO optimum.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Protein
Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat
penting bagi tubuh karena zat ini berfungsi sebagai sumber energi dalam tubuh
serta sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adlah polimer dari asam amino
yang dihubungkan dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung unsur-umsur
C, H, O, N, P, S, dan terkadang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga
(Winarno, 1992).
Protein merupakan suatu polipeptida dengan BM yang
sangat bervariasi dari 5000 sampai lebih dari satu juta karena molekul protein
yang besar, protein sangat mudah mengalami perubahan fisis dan aktivitas
biologisnya. Banyak agensia yang menyebabkan perubahan sifat alamiah dari
protein seperti panas, asam, basa, solven organik, garam, logam berat, radiasi
sinar radioaktif (Sudarmadji, 1996).
Struktur
asam amino digambarkan sebagai berikut:
H
H2N C COOH
R
Gambar 2.1. Struktur dasar asam amino (Lehninger, 1995).
Apabila asam amino larut
dalam air, gugus karboksilat akan melepaskan ion H+, sedangkan gugus
amina akan menerima ion H+, seperti reaksi berikut:
Oleh adanya kedua gugus tersebut asam amino dalam
larutan dapat membentuk ion yang bermuatan positif dan juga bermuatan negatif
atau disebut juga ion amfoter (zwitterion). Keadaan ion ini sangat tergantung pada pH larutan.
Apabila asam amino dalam air ditambah dengan basa, maka asam amino akan
terdapat dalam bentuk (I) karena konsentrasi ion OH- yang tinggi
mampu mengikat ion-ion H+ pada gugus –NH3+.
Sebaliknya bila ditambahkan asam ke dalam larutan asam amino, maka konsentrasi
ion H+ yang tinggi mampu berikatan dengan ion –COO-
sehingga terbentuk gugus –COOH sehingga asam amino akan terdapat dalam bentuk
(II) (Anna Poedjiadi, 1994).
Gambar 2.2. Struktur dasar ion zwitter
dari asam amino
Dalam suatu sistem
elektroforesis yang memiliki elektroda positif dan negatif, asam amino akan
bergerak menuju elektroda yang berlawanan dengan muatan asam amino yang
terdapat dalam larutan. Apabila ion asam amino tidak bergerak ke arah negatif
maupun positif dalam suatu sistem
elektroforesis maka pH pada saat itu disebut pH isolistrik. Pada pH tersebut terdapat
keseimbangan antara bentuk-bentuk asam amino sebagai ion amfoter, anion dan
kation (Anna Poedjiadi, 1994).
Gugus karboksil pada asam
amino dapat dilepas dengan proses dekarboksilasi dan menghasilkan suatu amina.
Gugus amino pada asam amino dapat bereaksi dengan asam nitrit dan melepaskan
gas nitrogen yang dapat diukur volumenya. Van Slyke menggunakan reaksi ini
untuk menentukan gugus amino bebas pada asam amino, peptida maupun protein.
(Anna Poedjiadi, 1994).
Pada dasarnya suatu peptida
adalah asil-asam amino, karena gugus –COOH dan –NH2 membentuk ikatan
peptida. Peptida didapatkan dari hidrolisis protein yang tidak sempurna.
Apabila peptida yang dihasilkan dihidrolisis lebih lanjut akan dihasilkan
asam-asam amino. (Anna Poedjiadi, 1994).
Gambar 2.3. Struktur
dasar ikatan peptida pada protein
Sifat peptida ditentukan oleh gugus –COOH, –NH2
dan gugus R. Sifat asam dan basa pada peptida ditentukan oleh gugus –COOH dan
–NH2 , namun pada rantai panjang gugus –COOH dan –NH2 yang terletak diujung rantai tidak lagi
berpengaruh. Suatu peptida
juga mempunyai titik isolistrik seperti pada asam amino. Reaksi biuret
merupakan reaksi warna untuk peptida dan protein. (Anna Poedjiadi, 1994).
Struktur protein dapat
dibagi menjadi empat bentuk; primer, sekunder, tersier dan kuartener. Susunan
linier asam amino dalam protein merupakan struktur primer. Susunan tersebut
akan menentukan sifat dasar protein dan bentuk struktur sekunder serta tersier.
Bila protein mengandung banyak asam amino dengan gugus hidrofobik, daya
kelarutannya kurang dalam air dibandingkan dengan protein yang banyak
mengandung asam amino dengan gugus hidrofil. (Winarno, 1992).
Protein yang terdapat dalam
bahan pangan mudah mengalami perubahan-perubahan, antara lain:
1. Dapat terdenaturasi oleh perlakuan
pemanasan.
2. Dapat terkoagulasi atau mengendap oleh
perlakuan pengasaman.
3. Dapat mengalami dekomposisi atau pemecahan
oleh enzim-enzim proteolitik.
4. Dapat bereaksi dengan gula reduksi,
sehingga menyebabkan terjadinya warna coklat.
Denaturasi protein
Denaturasi protein dapat
diartikan suatu perubahan atau modifikasi terhadap struktur sekunder, tertier
dan kuartener molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovelen.
Karena itu, denaturasi dapat diartikan suatu proses terpecahnya ikatan hydrogen,
interaksi hidrofobik, ikatan garam dan terbukanya lipatan atau wiru molekul
protein (Winarno, 1992).
Protein yang terdenaturasi
akan berkurang kelarutannya. Lapisan molekul bagian dalam yang bersifat
hidrofobik akan keluar sedangkan bagian hidrofilik akan terlipat ke dalam.
Pelipatan atau pembalikkan akan terjadi bila protein mendekati pH isoelektris
lalu protein akan menggumpal dan mengendap. Viskositas akan bertambah karena
molekul mengembang menjadi asimetrik, sudut putaran optis larutan protein juga akan
meningkat (Winarno, 1992).
Denaturasi
protein meliputi gangguan dan kerusakan yang mungkin terjadi pada struktur
sekunder dan tersier protein. Sejak diketahui reaksi denaturasi tidak cukup
kuat untuk memutuskan ikatan peptida, dimana struktur primer protein tetap sama
setelah proses denaturasi. Denaturasi terjadi karena adanya gangguan pada
struktur sekunder dan tersier protein. Pada struktur protein tersier terdapat
empat jenis interaksi yang membentuk ikatan pada rantai samping seperti; ikatan
hidrogen, jembatan garam, ikatan disulfida dan interaksi hidrofobik non polar,
yang kemungkinan mengalami gangguan. Denaturasi yang umum ditemui adalah proses
presipitasi dan koagulasi protein (Ophart, C.E., 2003).
Gambar 2.4. Denaturasi protein
(Ophart, C.E., 2003)
2.2. Lipid
Perbedaan lemak dengan minyak yaitu : Lemak berwujud padat dan minyak
berwujud cair. Minyak umumnya berasal dari tumbuhan, seperti minyak kelapa,
minyak jagung, dan minyak zaitun. Minyak banyak mengandung asam lemak tak
jenuh, seperti asam oleat (C17H33COOH), asam linoleat (C17H35COOH)
dan asam palmitat (C15H31COOH). Asam lemak jenuh
mempunyai titik cair yang lebih tinggi daripada asam lemak tak jenuh.
Lemak (Fat), seperti lemak sapi atau minyak
kelapa, adalah ester dari gliserol dengan asam –asam lemak. Berikut ini
struktur umum lemak.
O
H2C
– O – C – R1
O
HC – O – C – R2
O
H2C – O – C – R3 (Michael Purba, 2007
Gambar 2.5. Struktur dasar lipida
R1, R2, dan R3 adalah rantai hidrokarbon dengan jumlah atom karbon dari 3
hingga 23, tetapi yang paling umum dijumpai adalah 15 dan 17.
Reaksi-reaksi Lemak dan
Minyak
1. Hidrolisis : Lemak dan minyak dapat mengalami hidrolisis
karena pengaruh asam kuat atau enzim lipase membentuk gliserol dan asam lemak.
Hasil hidrolisis akan memisah karena gliserol larut dalam air, sedangkan asam
lemak tidak larut. Misalnya, hidrolisis gliseril tristearat akan menghasilkan
gliserol dan asam stearat.
O
H2C
– O – C – C17H35 H2C – OH
O
HC – O – C – C17H35 + 3H2O HC – OH + 3C17H35COOH
O
H2C – O – C – C17H35
H2C – OH
gliseril tristearat gliserol asam stearat
Gambar 2.6 Hidrolisis lemak
(Michael Purba, 2007)
2. Penyabunan
Reaksi lemak atau minyak
dengan basa kuat seperti NaOH atau KOH menghasilkan sabun. Oleh karena itu,
reaksinya disebut reaksi penyabunan (saponifikasi). Reaksi penyabunan
menghasilkan gliserol sebagai hasil sampingan.
Contoh :
O
H2C
– O – C – C17H35 H2C – OH
O
HC – O – C – C17H35 +
3NaOH HC – OH + 3NaC17H35COO
O
H2C – O – C – C17H35 H2C – OH
gliseril tristearat gliserol Na-stearat (sabun)
Gambar 2.7 Reaksi penyabunan lemak (Michael
Purba, 2007)
3. Hidrogenasi
Minyak dapat dipadatkan
melalui hidrogenasi (adisi hidrogen). Reaksi ini dapat dikatalis oleh serbuk
nikel. Minyak mempunyai titik leleh relatif rendah karena mengandung asam-asam
lemak tak jenuh. Dengan menjenuhkan ikatan rangkapnya, yaitu dengan
hidrogenasi, maka titik leleh minyak akan meningkat dan menjadi padat. Reaksi
seperti ini digunakan dalam pembuatan margarin dari minyak sawit.
Contoh :
O O
CH3(CH2)4–CH=CH_(CH2)7COCH2 CH3(CH2)16COCH2
O + H2 O
CH3(CH2)4–CH=CH_(CH2)7COCH CH3(CH2)16COCH
O O
CH3(CH2)4–CH=CH_(CH2)7COCH2 CH3(CH2)16COCH2
gliseriltrilinoleat (cair) gliseriltristearat
(padat)
Gambar 2.8 Reaksi Hidrogenasi lemak (Michael
Purba, 2007)
Lemak Jenuh dan Tak Jenuh dalam Diet
Hasil penelitian
menunjukkan adanya hubungan antara lemak jenuh dalam diet dengan salah satu
tipe artherosclerosis (pengerasan pembuluh arteri). Dalam kondisi yang
dimaksud, terjadi penyempitan pembuluh darah karena terbentuknya plak. Pada
akhirnya plak ini akan mengeraskan pembuluh arteri dan mengurangi
elastisitasnya. Hal ini akan menyebabkan peningkatan tekanan darah, karena
darah harus melalui saluran yang lebih
sempit. Jika pembentukan plak terus berlanjut , dapat menyebabkan tersumbatnya
aliran darah, sehingga menyebabkan serangan jantung.
Hubungan seperti itu tidak
ditemukan dengan asam lemak tak jenuh. Hasil penelitian terhadap masyarakat
Inuit di Alaska dengan diet lemak yang tinggi dan tingkat kolesterol darah yang
tinggi, ternyata sangat jarang yang menderita penyempitan pembuluh darah. Lemak
dalam diet masyarakat Inuit terutama berasal dari ikan. Lemak ikan maupun lemak
nabati kaya dengan asam lemak tak jenuh. Asam lemak dalam lemak nabati adalah
omega-6, ikatan rangkap pertama terletak pada atom karbon nomor 6 dari ujung
rantai. Dua dari asam lemak omega-6 yang lazim ialah asam linoleat dan asam
arakidonat. Sementara itu, asam lemak dalam minyak ikan terutama omega-3. Tiga
diantaranya adalam asam linolenat, asam eikosapentaenoat (EPA), dan asam
dokosaheksaenoat (DHA). Asam lemak omega-3 menurunkan kecenderungan pembentukan
plak, sehingga mengurangi risiko penyumbatan.
Akan tetapi, kadar asam lemak omega-3 yang terlalu tinggi dapat
meningkatkan risiko pendarahan.
2.3. Koloid
Sistem koloid adalah suatu bentuk campuran yang
keadaannya terletak antara larutan dan suspensi . Nama koloid deberikan oleh Thomas
Graham pada tahun 1861 yang berasal dari bahasa Yunani , yaitu ”kolla”
dan ”oid” . Kolla berarti lem, sedangkan oid berarti seperti. Dalam hal ini,
yang dikaitkan dengan lem adalah sifat difusinya, sebab sistem koloid mempunyai
nilai difusi rendah, seperti lem. Secara makroskopis koloid tampak mohogen,
tetapi secara mikroskopis, koloid bersifat heterogen. Oleh karena itu, koloid digolongkan ke dalam campuran
heterogen. Campuran koloid pada umumnya bersifat stabil dan tidak dapat
disaring. Ukuran partikel koloid terletak antara 1 – 100 nm.
Sistem koloid terdiri dua fase, yaitu fase
terdispersi dan fase pendispersi (medium dispersi). Penggolongan sistem koloid
didasarkan pada jenis fase terdispersi dan fase pendispersinya tersebut. Ada 8
jenis koloid, seperti tercantum pada
tabel berikut :
Sistem koloid dari zat cair yang terdispersi dalam
zat cair lain disebut emulsi. Syarat terjadinya emulsi ini adalah bahwa
kedua jenis zat cair itu tidak saling melarutkan. Emulsi dapat digolongkan ke
dalam dua bagian, yaitu emulsi minyak dalam air (M/A) dan emulsi air dalam
minyak (A/M). Dalam hal ini, minyak diartikan sebagai semua zat cair yang tidak
bercampur dengan air.
Contoh emulsi minyak dalam air (M/A) : santan, susu, dan lateks
Contoh emulsi air dalam minyak (A/M) : mayonaise, minyak bumi dan minyak ikan.
Emulsi terbentuk karena
pengaruh suatu pengemulsi (emulgator).
Contoh : Santan merupakan emulsi
yang terdiri atas minyak berlapis air dibagian luar dan protein yang bertindak
sebagai emulgator (pengikat). Contoh zat emulgator yang lain adalah : kasein
dalam susu, kuning telur dalam mayonaise.
Koloid yang medium dispersinya cair dibedakan atas
koloid liofil dan koloid liofob. Suatu koloid disebut koloid
liofil bila terdapat gaya tarik-menarik yang cukup besar antara zat terdispersi
dengan mediumnya. Liofil berarti suka cairan (Yunani : lio = cairan, philia
= suka). Sebaliknya, suatu koloid disebut
koloid liofob jika gaya tarik menarik tersebut tidak ada atau sangat
lemah. Liofob berarti takut cairan (Yunani :
phobia = takut/benci). Jika medium dispersi yang dipakai adalah
air, maka kedua jenis koloid masing-masing disebut koloid hidrofil dan koloid
hidrofob. Contoh koloid hidrofil
: protein, sabun, detergen,
agar-agar, dan gelatin.
Tabel 2.1. Jenis-jenis koloid
No.
|
Fase Terdispersi
|
Fase Pendispersi
|
Nama
|
Contoh
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
|
Padat
Padat
Padat
Cair
Cair
Cair
Gas
Gas
|
Gas
Cair
Padat
Gas
Cair
Padat
Cair
Padat
|
Aerosol
Sol
Sol padat
Aerosol
Emulsi
Emulsi padat
Buih
Buih padat
|
Asap, debu di udara
Cat, tinta, sol emas, sol belerang
Gelas berwarna, intan hitam
Kabut dan awan
Susu, santan, minyak ikan
Jeli, mutiara
Buih sabun, krim kocok
Karet busa, batu apung, stirofoam
|
Contoh koloid hidrofob : susu,
mayonaise, sol belerang, sol Fe(OH)3, sol logam.
Koloid hidrofil mempunyai gugus ionik atau gugus polar dipermukaannya,
sehingga mempunyai interaksi yang baik dengan air.
2.4. Enzim
Enzim adalah protein yang berfungsi sebagai
katalis dalam proses biokimia. Kerja enzim sebagai biokatalis, enzim banyak
sekali jenisnya, hal ini dikarenakan kerja enzim sangat spesifik, artinya
setiap reaksi yang terjadi dikatalis oleh enzimnya sendiri. Jarang dijumpai
adanya enzim bekerja untuk beberapa reaksi sekaligus. (Surakitti,1996)
Prinsip Kerja Enzim
Pada dasarnya prinsip
kerja enzim sama seperti katalisator pada umumnya, tetapi tidak dapat disamakan
dengan katalisator biasa buatan manusia. Enzim berfungsi sebagai :
a. menurunkan energi aktivasi
b. mempercepat reaksi pada suhu dan tekanan tetap
c. mengendalikan reaksi
Suatu enzim bekerja sangat spesifik, pada substrat tertentu yang mempunyai
celah permukaan tepat dengan celah yang ada pada enzim. Adapun mekanisme kerja
enzim sebagai berikut :
-
tahap I : substrat bergabung dengan enzim
membentuk kompleks
-
tahap II : kompleks substrat-enzim bergabung dengan pereaksi
-
tahap III :
enzim melepaskan diri dan terbentuk hasil reaksi
-
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Enzim
a. Pengaruh pH
Oleh karena sebagian besar enzim adalah protein yang tersusun dari asam
amino, maka pengaruh pH sangat erat hubungannya dengan sifat asam basa protein.
Tiap enzim mempunyai aktivitas optimal pada pH tertentu.
b. Pengaruh temperatur
Pada umumnya aktivitas enzim akan meningkat pada kenaikkan suhu sampai
ketinggian tertentu. Pada jenis enzim tertentu, kenaikkan suhu akan menyebabkan
terjadinya denaturasi enzim, sehingga aktivitasnya akan berkurang. Suhu kritik
enzim sekitar 55oC – 60oC.
c. Pengaruh zat penghambat
(inhibitor)
Zat penghambat/inhibitor ialah senyawa-senyawa yang bentuknya mirip dengan
substrat, atau senyawa-senyawa yang dapat bergabung dengan sisi aktif enzim,
sehingga zat/senyawa ini dapat bergabung dengan enzim.
2.5. Pepaya
2.6.
Pepaya merupakan tanaman yang dapat tumbuh
diseluruh tanah air . Batang, daun dan buah pepaya mengandung getah berwarna
putih yang mengandung enzim pemecah protein atau proteolitik dan populer dengan
sebutan papain. Enzim ini banyak digunakan dalam kegiatan industri farmasi
sebagai bahan obat, kosmetik, dan tekstil.
Papain juga digunakan sebagai bahan aktif dalam preparat farmasi seperti
obat gangguan pencernaan, dispesia dan obat cacing. Dalam rangka pembedahan
papain sebagai pengendali oedema dan imflamasi. Yang banyak digunakan saat ini
papain sebagai bahan aktif untuk krim pembersih kulit muka sebab papain bisa
melarutkan sel-sel mati yang belekat pada kulit dan sukar terlepas secara
fisik. Sebagai bahan pembuat pasta gigi karena dapat membersihkan sisa makanan.
Oleh ibu rumah tangga pepaya (papain)
digunakan sebagai pengempuk daging. (www.halalguide.into/content/view/766)
III.
METODE
PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian eksperimen yang
dilaksanakan di laboratorium IPA SMA Paramarta I Seputih Banyak, mulai tanggal 5
Januari sampai 17 Januari 2009.
3.1. Alat dan Bahan
Alat-alat :
-
Parutan
kelapa
-
Saringan
santan
-
Baskom
-
Ember
-
Gayung
-
Botol/toples
-
Blender
-
Gelas ukur
-
Gelas kimia
-
Corong
-
Pengaduk
-
Neraca
Bahan-bahan :
-
Kelapa
-
Daun pepaya
-
Air
3.2. Cara Kerja
3.2.1. Percobaan I : Variasi daun pepaya
A. Pembuatan Santan (koloid)
1. Parut 8 buah daging
kelapa tua, timbang beratnya.
2. Tambahkan 3500 ml air hangat (40oC)
secara perlahan sambil meremas-remas kelapa
parut tersebut.
3. Saring dan peras untuk
mendapatkan santannya.
4. Masukkan 400 ml santan pada
masing-masing botol (10 botol).
5. Beri label masing-masing botol (
I – X).
B. Pembuatan ekstrak daun pepaya
1. 5 gram daun pepaya muda
(berwarna hijau) dirajang-rajang dan tambahkan 100 ml air hangat (40oC) kemudian diblender.
2.
Saringlah untuk mendapatkan ekstrak daun pepaya, buang ampasnya
3. Ulangi no. 1 dan 2 dengan
merubah berat daun pepaya, sedangkan volume air tetap 100 ml, yaitu :
Label
I : 5 gram
daun pepaya
Label
II : 10 gram daun pepaya
Label III : 15
gram daun pepaya
Label IV : 20
gram daun pepaya
Label
V : 25gram daun pepaya
Label VI : 30
gram daun pepaya
Label VII
: 35 gram daun pepaya
Label VIII : 40 gram daun pepaya
Label IX : 45
gram daun pepaya
Label
X : 50 gram daun pepaya
C. Pembuatan
VCO
1. Masukkan ekstrak daun pepaya (label I) pada botol
yang berisi santan (label I), dan seterusnya sesuaikan pasangannya.
2. Aduk/kocok masing-masing botol hingga merata.
3. Tutup masing-masing botol, baliklah botol tersebut
hingga tutup botol dibagian bawah. Biarkan beberapa jam, amati perubahannya !
4. Catat hasil pengamatan yang terjadi selama 4 hari
!
3.2.2. Percobaan II : Variasi
santan
1. Dari hasil
pengamatan percobaan I , pilihlah variasi ekstrak daun pepaya (label I –
X) yang menghasilkan volum VCO
optimum, yaitu ..... gram daun pepaya.
2. Ulangi percobaan I dengan ekstrak daun pepaya
tetap, yaitu yang menghasilkan VCO optimum tersebut (..... gram daun pepaya
+ 100 mL air) dan berat kelapa sama
dengan percobaan I ( ... gram), tambahkan air
± 3500 ml.
3. Masukkan santan dalam botol dan beri label
masing-masing I – X dengan variasi santan yaitu 100 ml, 150 ml, 200 ml, 250 ml
,300 ml, 350 ml, 400 ml, 450 ml, 500 ml dan 550 ml.
4. Untuk pembuatan VCO : Masukkan ekstrak daun
pepaya pada masing-masing botol yang
sudah terdapat santan tersebut, diaduk dan ditutup serta letakkan tutup botol
dengan posisi terbalik (tutup botol berada di bawah). Amati hingga 4 hari !
IV. HASIL
PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengamatan
Tabel 4.1 Hasil pengamatan percobaan I dan II
Setelah 1,5 jam
|
Hari ke-1
|
Hari ke-2
|
Hari ke-3 dan ke-4
|
Terbentuk 2 lapisan:
- lapisan atas keruh
-
lapisan bawah cair
|
Terbentuk 2 lapisan :
- lapisan atas keruh menggumpal
- lapisan bawah cair
|
Terbentuk 3 lapisan:
- atas minyak
- tengah
bolendo
- bawah cair
|
Terbentuk 3 lapisan :
- atas
minyak
-
tengah bolendo
- bawah
cair
|
Tabel 4.2 Volume VCO dengan variasi
berat daun pepaya, volume santan tetap (400 ml)
NO
|
Berat
daun Pepaya (Gram)
|
Tinggi volume VCO (cm) dengan diameter tabung 7
cm, yang terbentuk hari ke-
|
Volume
VCO hari ke 4 (ml) = πr2 t
|
||
2
|
3
|
4
|
|||
I
|
5
|
0.4
|
0.7
|
0.7
|
26.95
|
II
|
10
|
0.5
|
0.9
|
0.9
|
34.65
|
III
|
15
|
0.65
|
1.2
|
1.2
|
46.2
|
IV
|
20
|
0.9
|
1.35
|
1.35
|
51.98
|
V
|
25
|
1.15
|
1.55
|
1.55
|
59.68
|
VI
|
30
|
1.25
|
1.65
|
1.65
|
63.53
|
VII
|
35
|
1.35
|
1.85
|
1.85
|
71.23
|
VIII
|
40
|
1.55
|
2
|
2
|
77
|
IX
|
45
|
1.65
|
2
|
2
|
77
|
X
|
50
|
1.8
|
2
|
2
|
77
|
Tabel 4.3 Volume VCO dengan variasi
volume santan, berat daun pepaya tetap (40 gram)
NO
|
Volume
Santan (ml)
|
Tinggi volume VCO (cm) dengan diameter tabung 7
cm, yang terbentuk hari ke-
|
Volume
VCO hari ke 4 (ml) = πr2 t
|
||
2
|
3
|
4
|
|||
100
|
0.95
|
1.20
|
1.20
|
46.2
|
|
II
|
150
|
1.30
|
1.50
|
1.50
|
57.75
|
III
|
200
|
1.55
|
1,85
|
1,85
|
71.22
|
IV
|
250
|
1.65
|
2,20
|
2,20
|
84.7
|
V
|
300
|
1.70
|
2,20
|
2,20
|
84.7
|
VI
|
350
|
1.80
|
2,20
|
2,20
|
84.7
|
VII
|
400
|
1.85
|
2,20
|
2,20
|
84.7
|
VIII
|
450
|
1.85
|
2,20
|
2,20
|
84.7
|
IX
|
500
|
1.90
|
2,20
|
2,20
|
84.7
|
X
|
550
|
1.95
|
2,20
|
2,20
|
84.7
|
4.2. Pembahasan
Santan merupakan koloid dengan fase terdispersi
cair (minyak) dan medium pendispersi juga
cair (air). Minyak adalah senyawa non polar sedangkan air senyawa polar
sehingga kedua zat cair tersebut tidak saling melarutkan . Kedua zat cair
tersebut dapat bersatu karena adanya zat emulgator (pengemulsi), adapun yang
bertindak sebagai zat emulgator adalah protein. Protein mengandung gugus yang
bersifat hidrofilik (suka dengan air) dan gugus hidrofobik (tidak suka dengan
air), sehingga bagian hidrofilik mengikat air dan bagian hidrofobik mengikat
minyak.Untuk mendapatkan minyak murni dari santan kelapa (VCO) maka sistem emulsi harus dirusak, yaitu
dengan merusak /memecah protein tujuannya supaya minyak terpisah dari air.
Cara perusakan (denaturasi) protein dapat
dilakukan melalui pemanasan, sentrifugasi dan enzimatis. Denaturasi protein
melalui pemanasan (suhu tinggi) merusak kandungan senyawa aktif VCO seperti
asam laurat (C17H33) dan vitamin E (Muhammad Romli, 1980).
Asam laurat dan asam linoliat pada lemak nabati mengandung ikatan rangkap.
Pemanasan pada suhu tinggi dapat merusak karena memutuskan ikatan rangkap (tak
jenuh) menjadi ikatan tunggal (jenuh) dan juga merusak vitamin E (larut dalam
lemak/minyak), padahal asam lemak tak jenuh dan vit amin E yang justru sangat
dibutuhkan oleh tubuh. Denaturasi protein pada santan yang baik melalui enzimatis karena tidak
merusak kandungan senyawa aktif VCO yang sangat dibutuhkan tubuh.
Mekanisme enzim papain sebagai pemecah emulgator
Daun pepaya mengandung
papain yaitu enzim protease (proteolitik) yang berfungsi sebagai pengurai
protein. Adapun mekanisme kerjanya sebagai berikut :
Tahap I :
hasil pengamatan setelah ± 1,5 jam terbentuk dua lapisan , yaitu lapisan atas
keruh (kompleks protein dan enzim
papain) dan lapisan bawah cair. Hal ini menunjukkan mekanisme pada tahap ini adalah substrat
bergabung dengan enzim
Tahap II :
setelah ± 1 hari lapisan bagian atas menggumpal/mengeras. Hal ini menunjukkan
sudah terjadi denaturasi /kerusakan protein oleh enzim papain
Tahap III : setelah ± 2 hari terbentuk tiga
lapisan, yaitu atas minyak, tengah bolendo dan bawah air. Hal ini menunjukkan
setelah terbentuk hasil reaksi (minyak) enzim papain melepaskan diri dan
berada bersama bolendo (lapisan tengah).
Reaksi penguraian protein
oleh enzim papain/protease sebagai berikut :
O
H O
(-
NH – CH – C - N – CH -)n + H2O
2n NH2 – CH
– C - OH
R R’ R
Protein asam amino
Gambar 4.1 Hidrolisis protein menjadi asam amino
Asam amino hasil penguraian protein berada pada lapisan tengah bersama
enzim papain. Minyak yang dihasilkan inilah yang disebut Virgin Coconout Oil
(VCO) yang merupakan minyak kelapa alami dimana asam lemak-asam lemak tak jenuh
(mengandung ikatan rangkap) tidak mengalami kerusakan (virgin).
Variasi daun pepaya
Gambar 4.2 Grafik hubungan antara berat daun pepaya
dengan volume VCO yang terbentuk
Dari grafik terlihat kondisi optimum tercapai pada
daun pepaya 40 gram dan volume santan tetap (400 ml) yang setara dengan 457
gram kelapa parut (4000 gram kelapa parut dibagi dengan 3500 ml air dikali 400
ml santan) , hal ini diduga pada kadar tersebut kadar enzim papain optimum dapat
diperoleh dari kadar daun pepaya tersebut. Semakin besar kadar daun pepaya semakin besar pula enzim papain yang
terdapat, tetapi sampai batas optimum 40 gram daun pepaya, hal ini dapat
dilihat dari volume VCO yang dihasilkan yaitu tetap. Kadar daun pepaya lebih
dari 40 gram tidak menghasilkan lebih banyak lagi karena
volume reaktan (santan) yang bereaksi dengan enzim papain tetap sehingga volume
VCO yang dihasilkan akan tetap juga yaitu 77 ml.
Variasi Santan
Gambar 4.3. Grafik hubungan antara
volume santan dengan volume VCO yang terbentuk
Dari grafik terlihat kondisi optimum tercapai pada
volume santan 250 ml sebanding dengan 285.71 gram kelapa parut (4000 gram
kelapa parut dibagi dengan 3500 ml air dikali 250 ml santan) , ini diduga pada
kadar tersebut tercapai kondisi optimum, dimana kadar kelapa di dalam santan
bereaksi secara optimum dengan kadar enzim papain optimum yang terdapat pada
daun pepaya. Dari grafik terlihat
semakin besar volume santan semakin besar pula volume minyak VCO yang dihasilkan,
tetapi sampai batas optimum 250 ml santan. Pada volme santan lebih dari 250 ml
( 300 ml, 350 ml, 400ml, 500ml dan 550 ml) tidak menghasilkan minyak VCO lebih
banyak lagi karena volume reaktan (santan) yang bereaksi dengan enzim papain
tetap sehingga volume VCO yang dihasilkan akan tetap juga yaitu 84,7 ml.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Daun pepaya muda dapat dimanfaatkan pada proses
pembuatan VCO
2. Pada kondisi optimum I (dimana berat pepaya
tetap dan santan bervariasi) yaitu
dengan perbandingan daun pepaya dan santan = 40 gram : 457 gram menghasilkan
minyak VCO yang terbentuk sebanyak 77 ml.
3. Pada kondisi optimum II (dimana berat pepaya
bervariasi dan santan tetap) yaitu
dengan perbandingan daun pepaya dan santan = 40 gram : 285,71 gram menghasilkan
minyak VCO yang terbentuk sebanyak 84,7 ml.
5.2. Saran
1.
Untuk
penelitian selanjutnya dapat dicobakan pada bahan yang berbeda yang mengandung
enzim protease.
2.
Untuk
perbaikan penelitian ini perlu dilakukan variasi yang lain dengan pengamatan yang
lebih teliti seperti variasi waktu, jenis kelapa, jenis pepaya dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Anna, P.,
1994. Dasar-Dasar Biokimia. Penerbit UI-Press: Jakarta.
Kompas, senin 24
januari 2005, hal.10. Pembuatan minyak Kelapa tanpa pemanasan
Ophart,
C.E., 2003. Virtual Chembook. Elmhurst College
Purba, M.,
2007. Kimia Untuk SMA Kelas XI. Penerbit : Erlangga, hal 282 –
294
------------,2007.
Kimia Untuk SMA Kelas XII. Penerbit : Erlangga, hal 242 – 263
Surakitti,
1996. Kimia 3B Untuk Kelas III SMU. Penerbit : PT Intan Pariwara,
hal 91 – 107
Trubus Majalah
Pertanian Indonesia, senin 12 Maret 2007. Enzim papain dari buah pepaya sebagai enzim protease dalam pembutan minyak
kelapa
Winarno, F.
G., 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit Gramedia: Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Selamat Datang Di Blogger Ignasius Fandy Jayanto